Sepanjang perjalanan, meskipun macet, Wanda diam saja. Dia tidak berusaha menjelaskan apapun atau kemana dia akan pulang. Sementara Charis juga tidak tahu bagaimana harus memulai percakapan dengan perempuan sejenis Wanda.
Dia bukan berusaha untuk mengategorikan perempuan sesuai sikapnya. Tapi, sejak awal, dia melihat Wanda dengan cara yang berbeda. Ada tanda tanya besar kenapa gadis itu tidak peduli dengan keberadaannya. Minimal tampangnya yang kerap dijadikan sebagai kandidiat menantu nasional.
Wanda tidak menoleh kepadanya bahkan ketika mereka berjabat tangan. Dan sekarang, gadis itu bahkan tidaj bersuara, setidaknya menunjukkan rumahnya dimana. Apa Charis bisa membawanya pulang saja? Itu yang terpintas di dalam kepala lelaki itu sekarang.
Tapi, keheningan akhirnya hilang. Ketika Wanda akhirnya mau bersuara. "Saya turun di depan Indomaret aja." Katanya singkat, dan sangat jelas.
Charis menoleh sejenak ke arah bahu jalan. Sekitar dua puluh meter dari mobilnya, terlihat indomaret yang memang beroperasi 24 jam. "serius? Ini.. pinggir jalan banget. Kamu yakin aku turunin di sini aja?" ujar Charis saat dia berusaha meminggirkan mobilnya.
Wanda tidak menanggapi pertanyaan Charis. Saat mobilnya memelan, dia segera melepaskan sabuk pengaman. Dan mempersiapkan diri untuk pergi dari dalam kendaraan yang sama. Tapi sayannya, Charis tidak akan membiarkan gadis itu pergi begitu saja.
"Bisa buka kunci mobilnya Mas?" tanya Wanda tanpa sedikitpun mengubah intinasi nada bicaranya.
Saat itu, Charis akhirnya melihat Wanda menatapnya. Rambut sebahu dengan poni tipis membuat gadis itu memiliki wajah yang mungil. Meskipun sebenarnya, Charis tahu bahwa gadis itu memiliki kepala yang lebih kecil darinya.
"Ada yang mau saya bicarakan dulu. Bisa kasih waktu sebentar."
Tanpa berpikir panjang, Wanda langsung menjawabnya dengan tegas, "Nggak. Saya mau pulang."
"Harusanya saya nggak usah nanya ya."
Wanda menarik nafas, lalu, dirinya mencondongkan tubuhnya agar bisa meraih kunci mobil yang berada di pintu mobil sebelah Charis. Saat itu, Charis bisa melihat lebih dekat wajah gadis tersebut. Tidak ada cela di sana. Cantik. Memukau. Dan bersinar.
Wanda akan segera pergi. Tapi, Charis tidak akan membiarkannya semudah itu. Sehingga jemaring spontan menarik lagi pergelangan tangan Wanda. membuat gadis itu tetap duduk di sana. "Saya masih mau bicara."
Wanda memutar kedua bola matanya. Jengah. Dia ingin segera kembali dan merebahkan tubuhnya. Besok dia harus kembali berkerja. Dan tidak ada alasan penting yang membuatnya bertahan di sana. Cukup sepanjang jalan dia habiskan untuk memaki keputusan yang dibuat Gigi dalam hatinya. Kemudian, sekarang laki-laki itu berusaha menarik perhatiannya.
"Saya nggak punya urusan apapun dengan anda." Kata Wanda sarkastik.
Charis tersenyum. "Karena itu, saya mau punya urusan sama kamu. Mau kan?"
"Nggak." Wanda langsung menjawab dengan jelas. Tidak ingin lebih lama lagi di sana.
"Kalau nggak, saya bisa ke sini lagi. Nyari kamu."
Charis saat ini sedang mengancam. Dia tahu, jika dia memundurkan kesempatan ini, entahlah, apa dia akan bisa menemukan kesempatan lain. Lagi pula, sudah selama ini. Akhirnya dia merasakan penasaran terhadap sosok perempuan.
"Kamu kenapa saya benci makhluk bernama laki-laki di dunia ini?"
Kedua alis Charis bertaut. Kemudian dia menggeleng.
"Karena kebanyakan mereka bersifat seperti kamu. Kamu pikir, apa yang kamu lakukan ini adalah bentuk penghormatan pada perempuan? Kenapa kamu nggak menghargai keputusan saya untuk pergi dari sini? Apakah saya terlihat lucu ketika dipermainkan seperti ini? Siapapun kamu. Apapun jabatan kamu. Seberapa banyak pendapatan kamu. Bukankan orang baik dikenal dari sopan santunnya?"
YOU ARE READING
A Midsummer Nights Dream ✔
FanfictionWanda hanya tidak percaya pada cinta. Dia memilih melakukan apapun sendirian. Lalu Charis datang. Membuktikan cinta itu punya kekuatan magis. Tapi Wanda tidak pernah percaya. Bagi Wanda, cinta sangat menyakitkan. Bagi Wanda, cinta hanya membawanya p...