Karena yang aku tahu, aku sudah memperjuangkanmu sebisaku. Sisanya itu adalah urusanmu dan hatimu.
• • •
"SAINT, besok kamu harus datang. Harus!"
Saint mengangkat kepalanya dari buku sketsa di depannya, menatap Ae yang sekarang duduk di sampingnya mengusir paksa Earth yang mulanya duduk di sana.
"Tunggu..." Saint menggaruk alisnya, lalu membenarkan rambutnya yang sedikit menutupi pandangannya karena terlalu lama menunduk, asyik dengan dunia menggambarnya. "Datang kemana Ae?"
"Besok jam tujuh malam, Mama mengadakan acara—"
"Astaga, ulang tahun Tante Tui!" pekik Saint heboh, matanya melebar membuat Ae terkekeh melihat reaksi pria manis itu. "Mama kamu ingin membuat pesta?"
"Bukan pesta Saint, hanya acara syukuran kok. Tadinya aku hanya ingin mengundang keluarga besar saja, tapi Mama memintaku untuk mengajak teman-teman untuk ikut gabung, biar rumahnya rame, katanya." pandangan Ae yang semula lurus ke depan, berpindah menatap Saint. Lalu sudut bibir bocah laki-laki itu terangkat, menciptakan seulas senyum. "Maklum, kan Mama dua tahun terakhir harus giat cuci darah. Mama jarang di rumah, lebih sering di rumah sakit. Mama mungkin ingin suasana baru, rumahnya rame sama orang yang sedang memanggang barbeque, sosis, jagung. Pasti seru!"
Saint mengangguk, agak menyesal menjadikan Tante Tui sebagai topik perbincangan. Meskipun Ae masih bisa menunjukkan senyumannya, namun pandangan matanya tidak pernah bohong. Anak mana yang tidak sedih melihat Mamanya sakit. Ae khawatir karena sampai saat ini belum juga ada pendonor ginjal yang cocok dengan Tante Tui, apalagi melihat kondisi perempuan paruh baya itu semakin melemah. Membuat Ae terluka.
"Inget ya, kamu harus datang. Karena ini bukan permintaan, melainkan perintah." Ae menarik napas, bangkit dari duduknya. Tangan kanannya terulur mengusap pucuk kepala Saint.
"Um, tergantung Earth sama Plan datang atau tidak."
"Nggak. Kamu harus datang Baby Saint. Karena kamu spesial. Kalau yang lain, tidak datang tidak masalah bagiku. Malah syukur, aku tidak mengeluarkan banyak biaya."
"Ae, jahat banget sih."
"Habisnya... mereka rakus Saint."
Saint terkekeh. Dia mencubit pinggang Ae. Membuat sang empunya mengaduh kesakitan, tapi tetap saja dia tertawa. Sampai akhirnya suara berat dari daun pintu kelas menginterupsi mereka.
"Ae, ke ruang musik sekarang. Kamu sudah ditungguin."
"Ah, oke!" Ae meredamkan tawanya. "Aku ke ruang musik dulu ya, mau mengurus pendaftaran anggota baru Black Blue." Ae berlalu dari hadapan Saint, sebelum punggungnya menghilang dari balik pintu kelas. Ae berbalik, dengan intonasi super semangat, dia berkata. "Baby Saint, bilang ke tetangga kamu itu, Mark. Aku tunggu di ruang musik."
Saint mengangguk seperti ayam yang sedang mematuk beras. Setelah itu Saint menggeram, pikirannya kacau karena satu hal, "Besok? Dan aku sama sekali tidak punya bayangan, kado apa yang cocok untuk aku kasih ke Tante Tui."
"Saint, ada masalah?" tanya seorang pria yang duduk di pojok kelas. Pria itu tidak lain adalah Plan, teman dekat Saint.
"Sepertinya, Saint lupa dengan hari ulang tahun Mamanya Ae. Ya kan?" Earth ikut nimbrung, dan lagi-lagi tebakannya tepat sasaran. Dasar cenayang. Batin Saint menggerutu.
Saint diam. Tidak membenarkan atau menyangkal. Bibirnya merengut lucu. "Plan, Earth. Apa kalian tidak ingin jatuh cinta? Biar nanti kita galaunya bisa barengan."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Absolute Boyfriends [PerthSaint]
Teen FictionSaint jatuh cinta pada seseorang yang hanya mampu ia gapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang ia sanggup menikmati bayangan dan tidak pernah bisa ia miliki. Seseorang yang hadir bagai bintang jatuh, sekelebat kemudian menghilang, sebelum tanga...