Cigarettes, Beers, and Love Confession

2.3K 190 8
                                    

Please bear with me.
Pindah rumah ini akan makan waktu lama sepertinya.
Ada satu cerita baru yang bakal di publish tapi mungkin nanti, setelah selesai beres-beres fanfict lama ini. Hehehe.

_____

"Tidak, semua baik-baik saja. Bagaimana denganmu?" Namjoon bertanya sambil meneguk sedikit birnya. Tangannya meraih bungkusan rokok yang tergeletak diam di atas meja. Mengambil sebatang dan menyulutnya.

Jin yang duduk dihadapannya, tak jenuh menatap setiap pergerakan yang Namjoon lakukan. Dia suka, pada semua hal kecil yang Namjoon lakukan. Dengan cara Namjoon meneguk birnya. Dengan cara Namjoon menyulut rokoknya. Dengan semua caranya.

"Bukankah kau bilang akan berhenti merokok?" tanya Jin, mengabaikan sepenuhnya pertanyaan Namjoon sebelumnya.

Namjoon tersenyum setelah menghisap rokoknya sejenak lalu mengepulkan asapnya ke sisi lain. Dia tahu Jin tidak suka dengan bau menyengat asap rokok.

"Ini baru rokok pertamaku sepanjang hari ini. Bukankah itu sebuah kemajuan?"

Jin terkekeh lalu mengangguk saja. Tiga tahun lalu, saat pertama kali dia mengenal Namjoon dari Yoongi, mantan kekasihnya, lelaki itu merokok setiap satu jam sekali. Atau terkadang bisa tiga batang rokok berturut-turut saat sedang bekerja terlalu keras.

"Aneh. Kau justru lebih perhatian padaku. Yoongi hyung merokok jauh lebih parah dariku sebelumnya," kata Namjoon, tertawa pelan.

Jin menghela nafas. Meneguk birnya sendiri untuk menghilangkan gugupnya. "Yoongi sudah tidak merokok lagi. Dia sudah tidak perlu diperhatikan," gumamnya.

"Kau tahu Yoongi sudah mengencani orang lain? Seorang penyanyi baru yang dia produseri sendiri," tanya Namjoon. Ditatapnya wajah Jin. Dia penasaran reaksi apa yang akan diberikan lelaki yang bertahun-tahun dikencani rekan kerjanya itu. Lelaki yang beberapa hari lalu Yoongi sebut sebagai satu-satunya lelaki yang paling dia cintai.

"Jimin? Yoongi sudah memberitahuku," jawab Jin, tenang.

Namjoon tersenyum. Reaksi itu tidak sesuai dengan yang dia bayangkan. Tidakkah Jin merasa sedih? Atau sedikit saja merasa terkhianati?

"Sebulan lalu dia bahkan masih mengajakmu makan malam di tempat yang biasa kalian kunjungi saat masih berkencan. Kalian sudah putus selama setahun, tapi masih terlihat seperti sepasang kekasih. Sekarang dia mengencani orang lain dan kau terlihat baik-baik saja. Hubungan kalian aneh sekali," kata Namjoon.

Jin tertawa pelan. "Aku dan Yoongi sudah bersama selama empat tahun sebagai kekasih. Lalu setahun belakangan ini kami memutuskan untuk menjadi sahabat. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya seorang sahabat lakukan, Namjoon. Jika dia berbahagia setelah lepas dariku, maka aku juga akan bahagia."

"Itu terdengar seperti omong kosong. Aku mengenal kalian selama tiga tahun. Kalian terlihat seperti pasangan bahagia yang akan menikah begitu hal itu dilegalkan di Korea. Atau pergi ke luar negeri saja dan hidup bahagia dengan mengadopsi satu atau dua anak lelaki dan seekor anjing."

Jin tertawa terbahak kali ini. Dia ingat, dia dan Yoongi memang pernah berencana seperti itu dulu. "Dia mungkin akan melakukannya bersama Jimin. Kau tahu, saat kami makan malam sebulan lalu dia mengatakan padaku dia akan menikahi Jimin. Lebih cepat lebih baik."

Namjoon terkejut sampai kedua mata kecilnya kini membesar lucu. "Dia mengatakan itu padamu? Dia mengatakan kau adalah satu-satunya lelaki yang paling dia cintai padaku. Apa yang ada di dalam pikirannya?"

Jin tersenyum. "Aku mungkin satu-satunya lelaki yang paling dia cintai. Tapi aku tidak pantas diperlakukan seperti itu. Jimin jauh lebih pantas. Yoongi akan mencintainya jauh lebih besar dari pada mencintaiku dulu. Yoongi mengatakan hal itu padamu karena saat ini dia tidak tahu apa rasanya jika nanti Jimin menghilang dari hidupnya."

NAMJINPEDIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang