PROLOG 0.0

11 0 0
                                    

Muara diam, menatap sekian banyaknya piala sekolah yang berjejer rapih dilemari alumunium besar dipojok ruangan.

Suasana didalam ruang bk yang sedang dikunjunginya mendadak mencekam. Sejak lelaki berjas lambang osis sekolahnya itu datang, dirinya hanya mampu bergeming menatap ke sekeliling ruangan bercat putih tulang itu.

"Ada apa pak ? Kenapa bapak memanggil saya kemari? " suara berat khas lelaki pubertas itu berdenging ditelinganya. Sorot matanya beralih menatap wajah sempurna lelaki itu yang hanya berjarak sekitar 10 cm diatas kepalanya.

Muara mengernyit bingung,
"Bapak mau saya setiap pulang sekolah belajar sama dia? Bisa ganti orangnya ngga pak? " muara bersuara, setelah diperhatikan lagi lelaki dihadapannya itu sepertinya adalah lelaki dingin yang irit bicara. Tentu saja, dengan fakta tersebut, dirinya benar-benar tak mau dihadapkan dengan seseorang yang mungkin hanya bisa menjawab pertanyaannya dengan kata hmm, atau ok.

"Tidak Muara, keputusan saya tidak bisa diganggu gugat. Kamu sudah membolos lebih dari 10 kali, dan saya akan tetap menghukum kamu belajar bersamanya. Di ujian kenaikan kelas nanti, jika kamu berhasil memperoleh peringkat 10 besar dikelas, hukuman ini akan resmi selesai. Dan untukmu Banyu, saya menugaskanmu untuk mengajari gadis ini dengan semua ilmu pengetahuan yang kamu punya. Usahakan kamu bisa membuatnya naik peringkat untuk 2 bulan kedepan" ujar pak Barto - guru bknya sambil menyesap kopi hitam sesekali.

Lelaki yang diketahui bernama Banyu itu menoleh menatapnya. Matanya menelisik tubuh Muara dari atas sampai bawah.

"Kapan hukumannya dimulai? " Banyu mengalihkan pandangannya kepada pak Barto.

Sedangkan yang ditatap, lelaki paruh baya berkumis hitam itu hanya tersenyum menatap mereka berdua. " Tepat hari ini, hukuman saya harus dilaksanakan "

DESTINY ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang