(hari yang sama seperti chapter sebelumnya)
Hyunjin lari terbirit-birit menuju kamar apartemennya seperti dikejar setan. Setelah dia mengendarai mobil ugal-ugalan dan hampir menabrak seorang lansia, di dalam otak Hyunjin hanya terpikir Jeongin, Jeongin, dan Jeongin tanpa mengingat hal lainnya lagi, bahkan Hyunjin pun menjadi begitu ceroboh. Beberapa saat yang lalu Hyunjin memaksa masuk ke dalam lift, dan ya, benar Hyunjin kini tak mengingatnya lagi.Hyunjin memutar kunci apartemen dan membuka pintu untuk masuk ke dalam. Hyunjin segera berlari ke arah kamarnya.
"JEONGIN!!" Hyunjin berteriak memanggil nama Jeongin, sepertinya apa yang terjadi pada Jeongin semalam membuat Hyunjin benar-benar menjadi over-protective. Hyunjin membuka pintu kamarnya kasar, dia melihat ke sekitar dengan tak sabaran."Jeongin.. Hhh.. Hah.." Hyunjin mencoba mengatur nada nafasnya, dia masih bertahan diujung pintu.
"Ah Hyung..." Jeongin melihat keadaan Hyunjin yang sedang lelah, dia bangkit dari sofa dan segera menghampiri Hyunjin dengan sisa tenaga yang dia punya. Kini dua orang laki-laki itu saling berhadapan. Melihat Hyunjin yang nafasnya tak karuan, Jeongin mencoba memegang tangan Hyunjin yang terlihat tubuhnya akan jatuh.
"JEONGIN!!" teriak Hyunjin sekali lagi di depan wajah Jeongin, dia memutar tubuh Jeongin. Tak memedulikan keadaan Jeongin yang masih lemah, Hyunjin menghantamkannya ke tembok, sekarang Hyunjin mengepung Jeongin dengan kedua tangannya.
"Kenapa kau tak bisa menuruti aku sekali ini saja!? Kamu memanggilku apa tadi!?" Hyunjin membentak Jeongin keras, seolah telah melupakan tujuan awalnya berlari tergesa-gesa kemari. Jeongin menunduk ketakutan dengan suara tinggi Hyunjin, dia tau dia telah melakukan kesalahan.
"A-aku tauu aku salah, maa–" belum selesai Jeongin menjawab dengan gagap, Hyunjin menyerbu bibir Jeongin yang bergetar hebat itu.
Cup..
"Hhmhh.." Jeongin mendesah merasakan rasa perih pada luka dibibirnya. Hyunjin tak henti-henti melumat bibir rubah itu dengan lembut nan hati-hati. Lidah Hyunjin masuk semakin dalam beradu dengan milik Jeongin. Kedua tangan Hyunjin kini berganti menangkup pipi Jeongin.Setelah puas memakan bibir Jeongin, Hyunjin melepas tautan bibir mereka berdua.
"Sayang," Hyunjin memanggil Jeongin dengan panggilan barunya. Hyunjin berhasil membuat pipi Jeongin seketika memerah mendengar panggilan itu, ia hendak menunduk, tapi kepalanya tertahan oleh tangan Hyunjin.
"Kau baik-baik saja kan sayang? Kamu membuat jantungku hampir lepas," ucap Hyunjin setelah berhasil tenang.
"Eum, maaf membuatmu khawatir, aku mendengar ada yang mengetok pintu tadi, tapi aku tidak menemukan kunci duplikat, aku pikir itu.. eum..," ucapan Jeongin terputus ketika ia bingung mau memanggil Hyunjin dengan sebutan apa.
"Panggil aku dengan namaku, Jeong, panggil sayang lebih baik," Hyunjin menyambung perkataan Jeongin dengan sedikit kekehan.
"Baik sayang.. eum.. Hyunjin.." ucap Jeongin dengan malu-malu. Sesungguhnya pun dalam hati Jeongin masih bingung mengapa Hyunjin berubah secara tiba-tiba seperti ini, dia hanya bisa menuruti apa yang Hyunjin katakan kepadanya.
"Aku juga menyayangimu," jawab asal Hyunjin.
"Jadi tadi yang mengetuk pintu bukan Hyunjin?" Jeongin bertanya memastikan dengan agak khawatir.
"Tentu bukan, aku sangat bersyukur kamu tidak membuka pintu itu, aku sengaja membawa kunci duplikatnya,"
"Apa Hyunjin takut aku akan dibegitu-begitukan lagi oleh orang itu?" Jeongin bertanya dengan polosnya, tanpa sadar memancing amarah Hyunjin datang kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
「Stay With Me • 내 곁에 있어줘」
Фанфик[on hold!] Beberapa rahasia dari orang yang mahir menyembunyikan, minim pengetahuan yang menyesatkan , dan sebuah rencana yang berdasar pada pola pikir egoisme. Jangan mengira-ngira, itu akan melambankan gerakanmu...