Waktu sudah menunjukkan pukul 19.25 akhirnya Dewanto memutuskan memulai makan malam tanpa Damar. Di atas meja makan yang berkapasitas untuk 10 kursi itu penuh dengan hidangan yang menggugah selera. Masing-masing orang mulai mengisi piringnya dengan lauk pauk yang diinginkan. Suara dentingan sendok beradu dengan piring, serta celotehan Ammar dengan Shafa maupun Ara dengan Danisha menambah ramai suasana makan. Memang kurang baik bila makan sambil ngobrol, tapi ketiga keluarga ini tidak mempermasalahkan hal tersebut selama itu sesuai pada tempatnya, makan malam ini di rumah dengan suasana kekeluargaan, jadi anak-anak dibiarkan bebas. Selama itu masih sopan dan tidak mengganggu orang lain.
"Udangnya enak nih, siapa yang masak, Ma?" Dewanto mengomentari menu makan malamnya.
"Ara, Pa! Enak kan?" Jawab Dinda sambil mengerling Ara
"Wah, pantesan enak! Ntar kalau kapan-kapan bikin acara lagi, minta Ara masakin menu ini Ma." saran Dewanto.
"Kemarin kuliahnya mending ambil sekolah masak deh, Ra. Kalau lulus bisa jadi chef. Langsung buka restoran sendiri." Komentar Shafri sambil menikmati udang saus tiram buatan Ara.
"Bener kak, ntar aku jadi managernya!" celetuk Ammar.
"Kok elu? gue lah!" Danisha gak terima.
Semua tertawa melihat tingkah mereka. Rencana aja belum ada, udah rebutan duluan.®®®®®®
"Assalamualaikum ...."
Semua terdiam dan memandang ke arah asal suara ketika mendengar ucapan salam dari Damar saat dia memasuki ruang makan.
"Waalaikumsalaaam ...." semua menjawab hampir berbarengan.
"Akhirnya pulang juga. Makan gak?" sapa Dinda
Damar belum sempat menjawab.
"Eh, kak Sheila?" Suara kaget Danisha menyela."Assalamualaikum ... Hai, Danisha. Apakabar?" jawab perempuan yang dipanggil dengan nama Sheila itu sambil tersenyum manis.
Sekali lagi semua orang di ruangan itu menjawab salam.
"Lho, Sheila? Ya ampuuun ... Lama banget gak pernah main kemari lagi. Apakabar Sayang? Ayo sini, duduk sini. Kalian belum makan kan? Bentar tante suruh si Mbak ambil tambahan kursi."
"Gak usah Tan, Shafa sama Ammar udah selesai. Duduk sini aja." Shafa menawarkan kursinya pada Damar dan perempuan bernama Sheila tadi. Mereka berdua kemudian segera pindah ke ruang keluarga yang masih berada satu ruang dengan meja makan.
"Oh, ya sudah kalau begitu. Ayo Damar, ajak Sheila makan sini." Lanjut Dinda sambil tersenyum.
Damar dan Sheila berjalan menuju kursi yang ditinggalkan Shafa dan Ammar untuk mereka. Piring kotor bekas Shafa dan Ammar sudah berganti dengan yang bersih.
"Jangan malu-malu Sheila. Sudah lama kan, kamu gak makan di rumah Om?" Sapa Dewanto pada Sheila yang tampak sungkan.
Belum ada suara yang keluar dari mulut Damar. Sampai dia duduk
dan mulai mengisi piringnya dengan segala jenis lauk yang ada di atas meja makan. Kemudian menawari Sheila untuk diambilkan lauk apa yang dia inginkan.Ada yang ingat Ara? Ayolah, bagaimana wajah Ara yang kalian bayangkan saat ini.
Tidak ada yang memperhatikan Ara? Salah!
Shafa tentu saja tak mengalihkan pandangannya dari Ara, walaupun dia sudah pindah duduk ke kursi sofa di ruang keluarga. Shafa mencemaskan Ara. Dia tak tau siapa si Sheila Sheila itu. Dia pun yakin Ara juga demikian. Wajah Ara terlalu datar, tak menunjukkan ekspresi apapun. Itu malah membuat Shafa lebih khawatir, karena Ara termasuk orang yang ekspresif, mudah terbaca moodnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maaf, Aku Memilih Dia! (Tamat Pindah Ke DREAME)
RomanceBertahun tahun Ara mencintai Damar dalam diam. Damar hanya tau Ara sebagai sahabat adiknya. Empat tahun berlalu. Ara si anak SMA sudah menjadi anak kuliahan. Kembali bertemu dengan Damar. Masihkah Ara menyimpan cinta untuk Damar? Apakah kini berb...