Dua Puluh Lima (Re-Publish)

7.5K 550 16
                                    

Sudah dua jam Rafka duduk di sofa depan kamar ibunya berharap menanti ibunya keluar dari kamar, tapi sejak tadi ibunya tak sedikitpun keluar dari sana. Rafka juga berkali kali mengajak ibunya bicara tapi lagi lagi hanya sunyi yang ia dengar.

Renata sang kakak jadi prihatin melihat hubungan ibu dan adiknya itu rusak. Ia sudah membantu Rafka sebisanya untuk bicara dengan ibunya tapi itu pun gagal. Ibunya tetap pada pendiriannya. Tapi Renata yakin di hati ibunya yang paling dalam, Rafka sudah dimaafkan. Hanya tinggal menurunkan egonya sedikit saja untuk putra tercinta hubungan ibu dan anak itu akan membaik.

Renata menidurkan putrinya di kamar. Suara adzan ashar berkumandang, sudah waktunya bunda makan dan minum obat pikirnya. Ia melangkah menuju Rafka yang masih setia menunggu dengan sabar di depan kamar ibu mereka. Sebuah tepukan dipundak membuat Rafka menolehkan kepalanya. "Sudah adzan ashar. Ayo kita sholat berjamaah Kang." ucap Renata mengingatkan. Rafka mengangguk.

Sebelum menyusul kakaknya mengambil air wudhu, ia kembali mengetuk pelan pintu kamar ibunya. "Bunda kakang sama kakak mau sholat berjamaah. Bunda juga boleh ikut berjamaah. Tapi kalo ngga kuat di kamar juga ngga apa." ucap Rafka sebelum pergi dari sana. Empat rakaat telah dipenuhi. Renata langsung berkutat di dapur menyiapkan makan untuk bundanya sebelum minum obat sore.

"Ini untuk bunda kak?" tanya Rafka. Renata mengiyakan. "Aku yang bawa ya." pinta Rafka.

"Kamu yakin? Mending sama kakak aja deh." ucap Renata meragu. "Insya allah ngga kak. Biar aku coba dulu. Kalo ngga berhasil aku kasih ke kakak." Dengan rasa tak yakin ia menyerahkan nampan yang berisi nasi beserta sayur dan lauk pauknya. Tak lupa beberapa butir obat turut disertakan.

Tok...Tok... Tok...

Rafka sudah berdiri di depan pintu kamar bundanya. Renata juga berdiri tak jauh dari sana. "Bunda buka pintunya. Kakang bawain makan untuk bunda. Udah waktunya minum obat juga." ucap Rafka berharap bundanya membukakan pintu. Lagi lagi hanya hening dari dalam kamar. Renata mencoba mengetuk pintu kamar bundanya.

"Bunda ayo makan dulu terus minum obat. Buka donk pintunya bund." ucap Renata sambil mengetuk pintu kamar bundanya. "Kalo bunda ngga nurut Rere kasih tau papa kalo bunda mogok lagi makan sama minum obat. Ngga usah main lagi sama Cantika kalo bunda ngeyel lagi kayak gini." ancam Renata bersungguh-sungguh.

Dito tengah melakukan perjalanan dinas luar negri untuk menghadiri acara seminar di sebuah tempat di Perth, Australia. Karena tak bisa menemani istrinya yang tengah sakit, Dito meminta anak-anaknya untuk terus mendampingi ibu mereka selama ia tidak ada dirumah. Hampir setiap waktu, Dito menanyakan kabar istrinya melalui anak-anaknya maupun menghubungi istrinya secara langsung.

"Ayo donk bunda. Buka pintunya." pinta Renata memelas. Rafka pun kembali meminta ibunya untuk membuka pintu. Tiba-tiba ada suara yang meninterupsi mereka. "Sini biar aku aja yang bujuk." ucap seorang wanita mengagetkan Rafka dan Renata. Keduanya berbalik dan...

***

"Humm...harum. Tante pasti suka." ucap Jevanya saat tengah memasak untuk Abel yang ia ketahui tengah sakit. Ia berinisiatif untuk membuatkan Abel makanan buatannya. Sebenarnya ia menantang nyalinya datang ke rumah Abel karena Rafly melarangnya datang kerumah apalagi dekat dekat dengan seluruh keluarganya.

Tapi hatinya tak bisa dibohongi saat tahu Abel sakit. Ia sudah masa bodo dengan Rafly yang melarangnya datang, ia akan tetap datang. Siapa dia? Dia bukan pemilik rumah itu. Pemilik rumah itu tante Abel dan om Dito. Kak Rafly cuma anak dari si pemilik rumah, bukan berarti kak Rafly pemilik rumah itu. Jadi ia tak perlu takut untuk datang menjenguk, pikirnya.

Setelah memasukkan beberapa masakan yang dibuatnya, Anya segera mengganti baju dan sedikit merias wajahnya. Ia turun dari apartemen kecilnya dan berjalan sedikit ke halte bis. Tak berapa lama, bis pun datang. Setengah jam kemudian, Anya pun tiba di depan pagar rumah yang bercat putih itu. Anya membuka pintu pagar dan masuk ke halaman yang luas.

Setelah di depan pintu, Anya mengetuk pintu namun tak ada sahutan dari dalam rumah. Anya pun memanggil manggil nama Abel tapi tak satupun ada yang keluar. "Apa mereka lagi pada pergi ya?" gumam Anya. "Coba deh aku telpon dulu." Anya merogoh isi tas untuk mengambil ponselnya. "Bego bangetkan gue mau dateng jenguk malah kagak ngasih kabar." gerutunya kesal.

Anya menepuk jidatnya, "Mampus gue. Hape ketinggalan di apartemen. Duh elo bego banget si Anya. Pantesan kak Rafly ilfeel liat elo. Elo bego sih." Anya merutuki kecerobohannya. Ia kembali ingin mengetuk tapi tiba tiba pintu rumah terbuka sedikit.

"Loh kok kebuka? Apa mereka lupa ngunci pintu rumah ya?" Anya membuka pintu rumah perlahan. Ia melongokkan kepalanya memeriksa kondisi di dalam rumah. Sepi. Tapi saat Anya akan menutup pintu, ia mendengar suara ketukan di pintu dari dalam rumah. Karena rasa penasaran, ia pun masuk ke dalam rumah. Semakin masuk ke dalam rumah, Anya semakin mendengar suara itu dengan jelas.

Disana ia melihat Renata dan Rafka tengah berdiri di depan sebuah kamar yang ia yakini itu adalah kamar Abel. Anya terdiam melihat apa yang dilakukan oleh Renata dan Rafka. Tadinya Anya akan memilih pulang setelah menyimpan masakannya di atas meja, tapi ia mengurungkan niatnya. "Sini biar aku aja yang bujuk." ucap Anya sambil melangkah mendekati Rafka dan Renata yang tampak terkejut melihat kedatangannya.

"Anya." seru keduanya kaget. Anya mengulurkan tangannya ke arah Rafka yang sedang membawa nampan. "Sini kak biar Anya yang coba bujuk tante Abel makan." Tanpa banyak bertanya nampan itu sudah berpindah tangan. Di ketuknya pelan pintu kamar Abel.

"Tante...Tante Abel ini Anya. Anya dateng bawain masakan buat tante. Katanya tante kangen masakan Anya." ucap Anya. Ketiganya mendengar suara kunci pintu dari dalam kamar terbuka. Rafka dan Renata saling bertatapan. Tak lama wajah ibu mereka terlihat. Wajah Abel terlihat sangat sedih. Nampak bekas air mata yang membasahi kedua pipinya.

"Tante Anya bawain sayur lodeh sama ikan goreng. Tante mau?" ucap Anya senang karena usahanya membuahkan hasil. Bahkan ia tak menyangka akan membuat Abel dengan senang hati membuka pintu untuknya.

Abel menatap kedua orang yang berada di belakang Anya dengan tatapan tajam. "Tante makan dulu ya. Icipin masakan Anya." Abel mengangguk. Ia membuka lebar pintu kamarnya. Dengan lembut Anya menggandeng tangan Abel menuju tepi tempat tidur. Anya menaruh nampan yang berisi nasi beserta lauk pauk buatan Renata diatas meja.

Anya membuka tupperware yang ia bawa dari rumah. Saat tutup dibuka, harum dari sayur lodeh yang masih tampak asap tipis menguar. Raut wajah Abel terlihat berbinar. "Anya khusus bikinin ini buat tante biar tante cepet sembuh dan kita bisa shopping bareng lagi." Abel mengelus rambut Anya dengan lembut.

Renata dan Rafka berdiri tak jauh dari ranjang ibu mereka. Renata membantu Anya menyiapkan makan untuk ibunya sementara Rafka tak berani mendekat. Bisa melihat ibunya sedekat ini tanpa diusir sudah membuat Rafka bahagia sekaligus sedih. Ia menyaksikan bagaimana Anya bisa membuat ibunya kembali ceria hanya dengan semangkuk sayur lodeh buatannya.

***

TBC

TO BE WITH YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang