14 : Awal mula

3.2K 259 8
                                    

Suara burung memenuhi gendang telingaku. Terik matahari menusuk mata lancip yang kini sepenuhnya tertutup. Mataku terbuka, menatap sang matahari yang kini sedang berada di puncaknya. Begitu terik dan panas, aku semakin lemah.

Kubangan darah sudah mengering, tapi luka di dadaku masih amat begitu terasa. Benar-benar tidak adil. Seharusnya, luka sayatan dan tusukan ini juga ikut mengering. Tapi ini tidak, hidup memang seperti ini.

Aku menoleh, sama sekali tidak ada yang menolongku. Kemana Leon? Bukankah ia bilang sangat mencintaiku? Apa pria itu kini menyerah? Apalagi bisa kujamin, bau tubuhku sudah sepenuhnya bersatu dengan bau darah.

"Ketakutan Tuan Putri?" Aku menoleh, gadis dengan baju tomboy berwarna hitam itu langsung menatapku remeh.

Ia mendekat, sementara aku mulai meremas tanah. Apa lagi yang akan terjadi padaku? Mataku tertutup sepenuhnya, seolah-olah mempersiapkan diri dengan apa yang akan terjadi sekarang.

"Di mana Pangeranmu yang berani itu, hm?" tanya wanita itu dengan nada mengejek.

"Oh, sudah mati."

Aku menggeram. Bisa-bisanya dia menghina Diego seperti itu! Dasar perek, gadis itu sama sekali tidak memiliki sisi feminim sedikitpun.

"Percuma kau melawan, darah yang keluar dari tubuhmu begitu banyak. Pasti sangat lemas sekarang," ujar gadis itu.

"Siapa namamu?" tanyaku dengan sedikit amarah.

"Aku?" Gadis itu menunjuk dirinya sendiri. "Aku Jeslin Rachelia."

Rachelia? Mengapa nama marga Jeslin tidak pernah kudengar sekali pun? Agak berbeda, seperti belum pernah ada yang menggunakan marga itu. Jeslin tiba-tiba terkekeh, ia sepertinya tau apa yang aku pikirkan sekarang.

"Baiknya, harus kuapakan? Tinggalkan di sini hingga mati atau kubawa untuk disiksa?" Jeslin bertanya kepada diri sendiri.

"Yang kedua bagus juga," pendapat Jeslin. Jeslin menggeret tubuhku paksa. Di satu detik yang sama, aku menjerit kesakitan saat ia dengan teganya menggusur tubuhku sambil berlari.

Kepalaku sudah beberapa kali terbentur akar pohon. Duri-duri pun ada yang menusuk punggungku. Sesekali, rambut hitam pekat ini juga turut ikut tersangkut  di antara akar-akar yang berada di atas tanah.

"Sakit ..." ringisku. Gadis berpakaian serba hitam itu tak memperdulikan. Ia terus melangkah hingga akhirnya aku merasa bahwa Jeslin berhenti di suatu tempat.

"Selamat datang di Neraka." Tempat ini mengerikan, sebuah rumah besar namun memiliki sarang laba-laba yang begitu banyak di depannya. Ini rumah kayu, di belakangnya seperti ada halaman yang di pagari oleh kayu jati. Ini seperti pondok.

Jeslin terus menggeretku. Bahkan, ketika ia akan menaiki 3 anak tangga menuju pintu pondok itu, Jeslin tetap menggeretku. Sialan, rasanya kepalaku akan pecah saat ini juga.

Gadis berambut pendek itu mendobrak pintu. Aku bisa melihat, di sana ada banyaaaak sekali orang di dalamnya. Di pinggir ruangan, seperti ada bar yang dipenuhi oleh minuman beralkohol.

Pria di sini memiliki wajah yang sangar, bahkan hampir semuanya memeliki luka sayatan di daerah pipi. "Mama! Lihat apa yang kubawa!" Jeslin mengadu.

"Siapa?" Wanita paruh baya tiba-tiba muncul. Jeslin melepaskan kakiku yang sedari Dia gunakan untuk menggeretku. Aku langsung terduduk, mengambil ancang-ancang kabur dari sana. Namun nihil, pria bertubuh besar langsung mengahalang jalanku.

"Mate dari Pangeran sialan itu, Ma!" jawab Jeslin girang.

Aku meneguk salivaku. Siapa di sini yang ia maksud Pangeran? Diego? Ataukah Leon? Ibu dari Jeslin langsung mendekat. Menghimpit pipi tirus milikku ini. Dengan tawa jahat yang menggelegar, tiba-tiba ia langsung menamparku.

Plakkkk!!!

"Dasar pembunuh!"

"Pembunuh! Pembunuh! Pembunuh!"

"Tidak tau diri!"

"Jalang murahan!"

"Oh, jadi dia pembunuhnya?"

A-apa maksudnya?

Pembunuh? A-aku pembunuh?

"Oh kau tidak ingat, hm?" Ibu Jeslin kembali mendekat. "Kau adalah gadis kecil menyebalkan yang dulu pernah kabur dari pondok ini."

DEG.

Apa maksudnya? Aku bahkan baru menginjakkan kaki ke sini untuk pertama kali. Dan, tidak mungkin dulu aku pernah tinggal di Neraka busuk seperti ini. Tidak, aku tidak pernah tinggal di sini.

"Dasar kolot, pelupa," maki Jeslin.

"Aku, Vea Rahelia. Apakah kau masih lupa?" Ibu Jeslin memperkenalkan dirinya.

Aku menggeleng pelan. Kini, semua orang langsung tertawa kuat. Meneratawakan jawabanku yang terkesan sangat bodoh. Vea-- Ibu Jeslin langsung menjambak rambutku. Sontak, aku meringis di detik yang sama.

"Aakk!" tangan kecil ini berusaha melepaskan jambakannya. Tapi percuma, Vea sudah seperti orang kesetanan. Ia bahkan beberapa kali mencaci maki diriku.

"Dasar bajingan!" makinya gila.

"Anak haram!" lanjutnya membuatku terkejut.

Dengan amarah yang masih berapi-api, dan juga setan yang masih setia mengelilinginya. Vea dengan cepat langsung menginjak perutku.

"AAARGGHHHH!!" pekikku agak keras.

"Mama, sudah!" bela Jeslin. Ia langsung mendorong ibunya dengan sedikit kasar. Vea terdorong ke belakang, wanita tua itu langsung melotot tak percaya.

"Maksudmu apa?" katanya penuh dengan amarah.

"Ma, dia bisa mati sekarang juga. Kita harus membuatnya tersiksa. Bukan begitu rencananya?" balas Jeslin.

Tubuhku langsung menegang. Tanpa perlawanan, pria dengan tubuh yang tegap juga rahang yang keras langsung menggusurku ke belakang. Aku meringis ketika ada yang menginjak tambutku dengan sengaja. Mereka tertawa, bahkan ada pula yang meludahiku.

Kepalaku terasa akan hancur. Pria itu kembali menggusur tanpa ampun. Hingga, langkahnya terhenti ketika sampai sel atau penjara di dekat dapur. Aku terkejut, lorong ini sisi kanan dan kiri hanya penuh dengan sel penjara. Tubuhku langsung merinding.

"Selamat bersenang-senang," ucap Pria itu dan langsung mendorongku ke dalam sel. Aku sedikit kaget dengan pergerakannya. Tapi, bisa kudengar ia berbicara dari luar.

"Aku Darren. Kakak dari Jeslin. Dan, kau jangan berharap bisa keluar dari sini. Karna apa? Karna jika kau berusaha untuk kabur, dengan senang hati aku akan memburu kepala cantikmu itu," ancam Darren.

Aku tidak membalasnya. Tapi, suara langkah kaki tentu saja memenuhi gendang telingaku. Darren sudah pergi, aku sendiri masih kaget dengan yang terjadi sekarang.

Jadi, di mulai dari apa? Lily? Danau? Serigala? Jeslin? Vea? Sekarang apa lagi? Apa maksudnya dengan ini semua? Tatapanku jatuh pada sel ini. Ini sama halnya dengan kamar kecil yang berisi kasur tipis, lemari tua serta lilin yang sudah hampir habis.

Untuk pintu, mereka menggunakan kayu yang terlihat sangat kokoh. Tak lupa, mereka juga mengukir gambar tengkorak yang begitu menyeramkan. Tiba-tiba, terbesit rasa sesak yang menusuk ulu hatiku.

Aku hilang, mengapa tidak ada yang mencari? Apakah aku memang sesampah itu bagi mereka? Persetanan dengan Leon, Pria itu pasti tidak akan pernah tulus mencintaiku.

Semua masih abu-abu.

*****

Tutor biar revisi makin semangat dong, aku gak semangat banget ini :")

^sab, 7 Sept.

Damn! My Mate Is A Vampire?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang