mayday

5.1K 482 5
                                    

TAMA

"Ta, lo harus bantuin gue ya. Lo punya nomor HPnya Rhea nggak sih?"

"Whoa... selow, nyet, napas dulu...," ujar Genta ketika gue pagi-pagi muncul di hadapannya dengan terengah-engah, "ada apa sih? Sini cerita dulu sama Abang...,"

"Kampret lo! Gue tanya tadi, lo punya nomornya Rhea nggak?" ucap gue mengulang kembali pertanyaan gue tadi. Ini anak nggak budeg kan?

"Oooh... nomor temennya pacar lo... untungnya sih gue udah sempet tukeran nomer telpon dari waktu kita pertama ketemu ya, nggak kayak lo yang lelet banget gitu...," Genta menceramahiku panjang lebar.

"Ck, berisik lo, buruan...," Genta menyerahkan ponselnya ke gue dan terpampang nomor Rhea di layar. Buru-buru gue ketik nomornya dan gue tekan icon telepon.

"Halo, Rhea ya? Ini Tama, Rhe... Sheila udah dateng belom ya? Oh belom... gue minta tolong ya, Rhe...," ujar gue sambil berjalan menjauh dari Genta.

Lima menit gue berbicara dengan Rhea, begitu kembali ke kubikel wajah Genta udah kayak ditekuk sepuluh. Orang-orang kenapa janjian ngambek sama gue sih?

"Lo main rahasia-rahasiaan banget sama gue, nyet?"

"Ya Allah, Ta... lo baper amat, cemburu gue ngobrol sama Rhea apa gimana?" canda gue. Genta hanya mengangkat bahu.

"Ta, cukup Sheila aja dong yang ngambek sama gue. Barusan gue telpon Rhea, supaya dia bikin Sheila nggak bete lagi apapun caranya dan update ke gue kalau dia curhat atau apa. Gue ceritanya boleh nanti siang aja ga? Banyak kerjaan ini, Bapak...,"

SHEILA

Pagi ini rasanya berat sekali mau melangkah ke parkiran apartemen. Bayangan Tama mengantar pulang Chika masih menghantui pikiranku. Aku mampir dulu ke cafe di apartemen dan memesan segelas caramel macchiato dan croissant coklat. Rasanya aku butuh asupan gula untuk menaikkan mood hari ini.

"Morning, Rhe...," sapaku setelah duduk di kursi andalan dan meletakkan tasku di kubikel.

"Morning... wait... caramel macchiato banget pagi-pagi? Asam lambung sehat?" tanya Rhea dengan mata terbelalak. Mengingat histori maag dan asam lambungku, aku sebisa mungkin memang menghindari kopi. Biasanya kalau anak-anak pesan es kopi kekinian, aku akan memilih green tea atau coklat.

"Bawel deh, butuh asupan gula biar happy...," jawabku cuek.

"Asupan gula nya sih acceptable, tapi kafeinnya?"

Aku hanya mampu menghela nafas panjang mendengarkan ocehan Rhea.

"Kenapa sih, babe? Kusut banget muka lo pagi-pagi. Padahal biasanya lo kan yang paling cerah ceria cantik. Ke fun lounge dulu aja yuk, bawa laptop deh kalo banyak kerjaan...,"

Beruntungnya di kantorku ada area yang namanya fun lounge. Tempat ini biasanya kami gunakan kalau lagi brainstorming, atau lagi suntuk sama kerjaan. Di sini ada hammock, bean bag, boardgames, tea/coffee machine, dan buku-buku bacaan ringan atau referensi. Mau kerja di sini karena bosan dengan suasana kubikel pun boleh. Gue langsung memilih bean bag berwarna biru di sudut ruangan. Aku menghela nafas berat sambil membuka laptop. Rhea duduk di sebelahku sambil menatapku bingung.

"Jadi... sekarang Tama kenapa?" pertanyaannya membuatku mendelik, "nggak usah tanya gue tau dari mana, jawab aja...," lanjutnya lagi.

"Same old story...," ucapku lirih.

"Hmm...? Chika maksud lo? Ngapain lagi?"

TAMA

"Jadi gitu, Bro, ceritanya...," tutur gue sambil menyantap semangkuk soto ayam. Genta dan gue lebih sering makan siang di kantin kantor selain karena harganya bersahabat, hemat waktu juga. Abis makan bisa colongan power nap sebentar abis sholat.

"Itu sih lo nyari mati ya gue rasa... udah tau dia punya sejarah...,"

"Ya abis gue bingung harus minta tolong siapa lagi kan...," tukas gue sebelum Genta menyelesaikan kalimatnya.

"Ya udah lo tahan-tahanin aja kalo gitu dua minggu nggak ketemu Sheila sekalian...," ujar Genta sambil mencibir. Ada benarnya juga sih, sekalian gue menghilang sok sibuk aja. Tapi nanti kalau Sheila mikir gue beneran ada apa-apa sama Chika, terus dia ninggalin gue beneran gimana dong?

"Woy! Bengong jorok lo ya? Saran gue hati-hati deh, Tam, Sheila tuh kayaknya kalo marah bakalan serem deh...," ucap Genta lagi.

"Ya jadi gue harus gimana dong, kampret. Tadi suruh nyuekin dua minggu, sekarang nyuruh hati-hati... rese lo...," protes gue sambil meninju pelan bahu Genta.

"Lo sih lagian ngide banget, ribet kan... yah semoga aja Rhea bisa bantu menetralkan suasana..."

SHEILA

Rhea yang saat ini sudah berpindah duduk di hadapanku, mengerutkan kening setelah mendengar ceritaku.

"Sheil, menurut gue, lo terlalu cepat ambil kesimpulan deh. Gini, bisa aja kan Tama nganggep Chika kayak adiknya sendiri? Apalagi dia udah tau sejarah lo dulu sama yang-namanya-bikin-lo-sakit-kepala-kalau-gue-sebut...," tutur Rhea, "siapa tau, ini juga cara dia pdkt sama keluarga lo... harusnya lo seneng sih, jaman sekarang jarang-jarang cowok mau take extra efforts gitu,"

"But we're talking about Chika here, Rhee...," keluhku sambil menutup wajah.

"Sheila Naladhipa Prameswari, tell me how old are you, again? I can relate to your siblings rivalry, tapi itu kan dulu, darl, dan Rei itu bukan Tama, give some space in your heart to believe in him... kasian lho kalau Tamanya cinta mati sama lo, tapi malah lo usir-usir atau lo tinggalin...," ucap Rhea lembut tapi tegas.

Aku meringis mendengar kalimat Rhea, "Jijik banget lo, yakin bener Tama cinta mati sama gue...,"

"Terserah lo deh yaa... tapi menurut gue, kali ini dugaan lo nggak berdasar. Gimana sih, katanya recruiter, harusnya terlatih doong menemukan evidence-evidence perilaku, perlu di training ulang?" Pertanyaan Rhea membuatnya sukses menerima lemparan bantal dariku.

"Thanks for listening ya, darl... emang deh lo sahabat gue yang paling baik... by the way, emang muka gue keliatan bedanya ya kalau lagi stress urusan cowok sama stress gara-gara hal lain?" tanyaku sambil mengerutkan kening.

"Lo kata gue ahli micro expression gitu maksudnya? Atau ahli telepati? Ya enggak lah, ngaco aja lo...," protes Rhea sambil geleng-geleng kepala.

"Ya terus kok lo bisa nebak?"

"Halooo, Mbak Sheila, gimana gue nggak bisa nebak kalau sebelum lo dateng tadi pagi Bapak Tama nelpon gue dan minta gue memastikan lo baik-baik aja?"

Hai guys, thank you for reading & voting Futsal Love ❤
Kalau ada yang berkenan mampir ke cerita satu lagi, judulnya GentAlana Story, ditunggu yaaa 🤗

Futsal Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang