Anak bungsu dari dua bersaudara. Manja. Mungkin itulah kata yang sering kudengar dari abangku. Tapi memang benar. Aku begitu manja pada ayah dan ibuku. Mungkin dia muak melihatku, entahlah.
Umurku terpaut 4 tahun dari abang. Aku selalu mengikuti jejaknya, mulai dari TK hingga SMA. Mungkin ini salah satu pemicunya juga. Tapi kami tak pernah bertemu disekolah karena ketika aku masuk sekolah dia sudah beranjak ke jenjang selanjutnya.
Dia tidak membenciku, hanya saja kami tak pernah akur sejak kecil. Tapi jujur kuakui abangku hebat. Dia selalu juara dalam akademik sejak dulu, pandai dalam olahraga, terutama basket dan futsal. Cewek-cewek cantik banyak yang suka padanya tapi dia tetap memilih single, hehe.
Namanya bang Irfan. Sekarang dia sudah kuliah di ITB dan aku sendiri baru masuk SMA. Tentu saja sekolahku kini adalah mantan sekolahnya. Kudengar namanya cukup tersohor seantero jagat sekolah. Aku beruntung karena sekolah ini tidak berada di kota tempat rumahku berada. Tak ada satupun yang tahu kalau aku adiknya. Hidupku rasanya sedikit tenang.
Aku sebenarnya tak jauh beda dari abangku. Aku juga pandai di bidang akademik, tapi bedanya abang pandai di bidang sains sedangkan aku soshum, hehe. Aku tak suka berjibaku dengan sederet rumus yang memusingkan walau sebenarnya di soshum juga menghitung. Setidaknya meminimalisir, elakku saat dibilang begitu.
YOU ARE READING
Tak Pernah Padam
Teen FictionTentang dia yang dipertemukan denganku. Dia yang luar biasa dalam mencintaiku. Dia yang tulus menerimaku. Dia yang hebat dalam menjagaku. Dia