Rai memejamkan matanya. Menyandarkan leher pada bantal mobil. Duduk santai menikmati hawa sejuk pagi hari. Di luar nampak mendung. Namun Rai tak peduli. Ia terlalu bersemangat.
"Hachi! Uhuk!!" Bersin dan batuk silih berganti keluar dari mulutnya. Andrew mengernyit. Dia melirik majikannya. Wajah itu masih merah. Belum ada kebugaran. Yang ada semangat yang entah dapat dari mana.
"Tuan, sepertinya anda belum pulih benar. Apa perlu saya membawakan obat untuk anda?" tawar ajudan Rai.
Rai melambaikan tangan. Menolak dengan gayanya. "Tidak perlu. Aku sudah cukup sehat." Terdengar ada riak yang menyumbat.
"Tuan, jika anda ingin batuk silahkan. Jangan ditahan."
"Siapa yang---Uhuk! Aku tidak menahannya," ucap Rai tertelan dngan batuk. Ia berdehem sejenak. "Sudah kukatakan, aku baik-baik saja!" tukas Rai.
Andrew mengangguk. Senyumnya mengembang tipis. Dia membelokkan mobil. Memencet klakson. Seorang penjaga sudah berdiri menghalangi gerbang. Tak ada tanda-tanda membuka gerbang. Andrew hendak keluar. Namun Rai menahannya. Ia mengeluarkan ponselnya. Menghubungi seseorang.
Panggilan pertama tak diangkat. Begitupun kedua dan ketiga. Rai tersenyum kecut. Ia menoleh pada ajudannya. Dan apa yang ia lihat? Andrew tengah berdehem menahan tawa. Sial! Di mana Yumna? Ini sudah lebih dari 15 menit ia menunggu dari waktu perjanjian.
Baiklah, ia akan mencoba sekali lagi, jika tidak diterima, maka jangan salahkan kalau Rai berhasil menerobos hingga kamar gadisnya.
Sambungan nyaris terputus. Rai mulai frustrasi. Beruntung, panggilan itu diterima pada detik-detik terakhir.
"Halo ..." Suara itu terdengar serak. Ck! Yumna baru bangun tidur.
"Sayang, aku sudah berada di depan rumahmu."
***
Yumna menggeliat. Ponselnya bergetar begitu keras dibalik punggungnya. Siapa sih yang menghubungkannya sepagi ini?
Yumna menyipitkan matanya. Nomor tak di kenal. Langsung saja ia melemparkan ponselnya pada sudut kasur. Paling itu dari nomor penipuan. Yumna sudah sering mendapatkannya. Dan ia sedang tak ingin meladeni. Biarlah. Nanti juga capai-capai sendiri.
Drtt! Drtt!
Lagi, ponselnya bergetar. Yumna bahkan bisa mendengar bunyinya. Ini aneh. Sudah tiga kali ia mengacuhkan panggilan itu. Namun ponselnya masih bergetar.
Yumna bangkit. Tangannya terukur mengambil ponsel dengan malas. Ck! Nomor siapa ini?!
"Halo ..." Suaranya bahkan masih serak. Ish, dia belum minum dan langsung bicara.
"Sayang, aku sudah berada di depan rumahmu."
Yumna menegakkan tubuhnya. Matanya yang asalnya hanya separuh membuka menjadi sempurna. Ia mengenali suara ini ... ya, tidak lagi. Siapa lagi kalau bukan orang gila bernama---
---"Rai Reifansyah."
"Aku suka kamu menyebut namaku lengkap. Coba ulang sekali lagi, aku akan merekamnya," Rai terdengar antusias. Yumna sampai menjauhkan telinganya. Memandang layar. Benar tadi Rai Reifansyah? Kenapa terdengar alay seperti itu? Mengingatkannya pada Frada.
"Hei Yumna!" Teriak Rai nyaring. Yumna lekas mendekatkan kembali pada telinga. Apalagi orang gila ini?
"Ayo ulangi sekali lagi, aku akan merekamnya," pinta Rai.
"Dasar gila!"
Yumna menekan tombol merah. Mengakhiri panggilan. Mimpi apa ia tadi malam? Kenapa baru pagi buta seperti ini Rai sudah menggentayanginya?
Drtt!
Ponselnya kembali bergetar. Nomor yang sama. Yumna mendengkus. Melempar kembali ponsel. Memilih tidak peduli.
Satu menit.
Ponsel itu masih bergetar. Hidup-mati. Hidup-mati. Yumna membiarkan.
Dua menit.
Keadaan ponselnya masih sama. Yumna mulai tak sabar.
Tiga menit.
Oke. Yumna kalah. Ia mengangkat panggilan itu.
"APA!" teriaknya kesal.
"Tolong bukakan pintu. Tuan Rai ... dia sedang tidak baik." Ini suara orang lain.
"Bawa pulang saja dia!"
"Maaf tidak bisa. Keadaannya benar-benar buruk."
"Baiklah. Berikan ponsel ini pada penjaga. Aku akan berbicara pada mereka."
"Terimakasih."
Suara di balik nomor sudah kembali berganti. Yumna tak terlalu mengenali suara ini sebenarnya. Namun ia hanya memberi perintah sesuai permintaan orang tadi. Penjaga itu menjawab baik. Dan Yumna bisa bernapas lega.
Ia turun dari dipan. Berjalan menuju kamar mandi. Membasuh muka. Setidaknya dari iler yang masih menempel pada pipi. Meski ia yakini tak ada. Yumna keluar pintu. Turun menuju ruang tamu. Masih memakai piyama hijau kotak-kotak. Yumna tak malu menghampiri Rai masih dalam keadaan kecelakaan seperti itu.
"Pagi, sayang ..." sapa Rai. Berdiri menyambut Yumna. Bukannya kebalik? Seharusnya tuan rumah kan yang menyambut tamunya. Orang ini benar-benar gula.
"Ada apa kemari sepagi ini?" Yumna menilai penampilan Rai. Rapi. Rambut sudah tertata. Memakai blues warna merah marun. Ia mengamati wajah di depannya. Tak ada kecacatan atau apapun. Semua masih bagus dan tampan. Lalu apa maksud dari Rai sedang tak baik-baik saja?
"Mengajakmu jalan-jalan. Apalagi?" jawab Rai antusias.
"Jalan-jalan. Sepagi ini?"
"Iya kita akan ke acara car free day."
"Car free day? Aku tidak mau. Pasti ada banyak orang. Sumpek," tolak Yumna mentah-mentah.
"Kamu sudah janji. Mana mungkin kamu akan membatalkannya seenakmu? Aku sudah di sini dan kamu dengan enteng mengatakan tidak mau?" Nada itu seperti merujuk. Yumna menganga. Ada apa dengan anak ini? Aneh sekali.
"Janji apa? Aku tidak ingat."
"Tiga hari yang lalu. Setelah kita pelukan sambil hujan-hujanan. Di sana kamu mengatakan kalau akan menemaniku jalan-jalan semauku. Kemanapun dan kapanpun. Aku menagihnya."
Yumna terdiam. Berusaha mengingat. Apa? Janji apa? Yumna masih mencari di kotak memori. Ah ... ia mengingatnya.
Yumna mengembalikan perhatian pada Rai. Anak itu tengah menatapnya lucu. Ya ampun ... berapa usia lelaki ini. Setahunya lebih tua dua tahun darinya. Lalu kenapa tingkahnya sememalukan itu?
"Kamu sudah ingat?"
"Iya."
"Baiklah. Ayo kita pergi."
Rai menarik tangan Yumna begitu saja. Tak memerdulikan teriakan gadis itu. Dia terlalu bersemangat rupanya.
****
Senin, 23 Desember 2029 (22.35)
Salam sayang,
Zafa Diah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yumna's Secret
Roman pour Adolescents"Cerita ini telah diikut sertakan dalam kompetisi ODWC menyambut Anniversary AMB Publisher tahun kedua." Yumna Khaura Adriyani. Putri terakhir dari keluarga Adriyansyah. Bersifat cuek--pada selain keluarga, suka beradu kekuatan terutama bagi yang me...