Minjoo, Gowon, Soobin, Jeno, dan Hwall pergi ke salah satu villa milik keluarga Gowon. Awalnya tak ada masalah apapun, sampai pada malam pertama, ranjang Soobin bergetar; malam kedua, Jeno tergelincir di kamar mandi; malam ketiga, Minjoo melihat sos...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LAGI makan roti, eh diganggu.
Itu yang paling Soobin gak suka, apalagi diganggu sama demit macem Jeno-Hwall. Ngajakin main sepak takraw coba mereka. Katanya, "Main sepak takraw di kolam renang itu seru sob!"
Soobin gak ngerti caranya main sepak takraw, apalagi main di kolam renang. Main voli di kolam renang oke lah, bulu tangkis? Oke lah, dia pernah coba main dulu sama sodaranya, sepak takraw? Lo mau pake apa nendangnya anjir?
Setelah selesai main Taken dan Final Fantasy (untung Minjoo bawa signal booster), Gowon dan Minjoo rebahan di kamar mereka, sementara Hwall, Jeno, dan Soobin lagi debat mau main apa lagi, mereka kaum-kaum aktif, beda sama kaum rebahan diatas.
"Kagak ah," tolak Soobin. "Lo caranya main sepak takraw di air itu gimana anjir?"
Jeno merotasi kedua bola matanya, "Haechan ngasi tahu gue caranya."
"Haechan yang itu? Yang di Jepang?"
"Ngak yang di Pekanbaru---Ya iyalah, nama Haechan gak pasaran."
"Gak kek nama lo," ujar Soobin kepada Jeno.
"Jadi main ngak ini?" tanya Hwall. Dia duduk di sofa yang menghadap ke televisi. "Apa bahas catur? I mean, bidak yang kalian dapet. Gue penasaran kenapa cuma gue yang ngak dapet."
Soobin sontak merogoh sakunya dan mengeluarkan bidak yang ia dapat. "Belon kali, siapa tahu nanti ada abang jnt yang ngirim paketnya."
Jeno tertawa, "Mana ada anjir jnt kesini, ini masuk kecamatan apa juga pasti banyak yang ngak tahu." Pemuda bermata bulan sabit itu merogoh saku hoodienya, kemudian mengeluarkan benteng-nya. "Apa ada maksudnyang mau disampaikan ke kita? Tapi sama siapa?"
Hwall mengambil dua bidak itu, kemudian memelototinya seolah dengan begitu bidak itu akan hidup dan berbicara kepadanya. "Kenapa Soobin raja, Jeno benteng? Kenapa Minjoo ratu, dan Gowon kuda? Kenapa cuma punya Gowon yang putih?" Kalimat Hwall menggantung diudara, kemudian keningnya mengernyit, "Masa orang yang ngirim nge-ship lo sama Minjoo?"
"Amin, makasih---Cuk? Jeles bilang!" Soobin rasanya pengen nyakar muka bloonnya si Hwall sumpah. Udah nonjok kepala, mukanya ngak merasa bersalah lagi. Coba aja nyokap gak memerintahkan Soobin motong kukunya yang sepanjang jalan tol Surabaya-Solo, udah kecakar parah Si Hwall.
"Mungkin dia mau ngasi suatu clue?" ujar Jeno?
"Itu pasti Jen," ujar Soobin. "Tapi kita harus tahu, apa tujuannya ngasi kita beginian."
"Siapa yang ikut estra catur di sekolah?" tanya Hwall. "Dari kita berlima."
"Gue gak, Gowon gak," ujar Jeno sambil menunjuk dirinya sendiri. "Mainan orang pinter."
"Gue juga gak, dan Minjoo terlalu males buat ikut ekstra." Soobin melahap rotinya, namun saat sedang mengunyah, kunyahannya terhenti dan keningnya mengernyit. "Tapi dulu, Minjoo selalu main catur, mulai umur lima tahun."
Kedua bola mata Jeno membola, "Sumpah? Gue waktu segitu masih ngedot njir."
"Udah ah, tunggu besok pagi aja," sungut Hwall. "Gue mau main dota. Ada yang mau ikut---ANJIR."
Tiba-tiba lantai dan perabotan bergoyang. Baik Hwall, Soobin, dan Jeno yang berada di ruang tamu langsung tiarap ke lantai dan melindungi kepala mereka. Soobin tiba-tiba khawatir dengan Minjoo yang lagi rebahan di kamar. Cewek itu kalo lagi renahan, terus ketiduran, bangunnya besok pagi.
Setelah goncangan itu berhenti, ketiga anak lelaki itu langsung bangkit dan menuju kearah tangga. Bertepatan dengan anak-anak cewek turun, "Anjir, tadi gempa ya?" tanya Gowon, dia keliatan kaget banget.
"Lo berdua gapapa?" tanya Soobin.
Minjoo menggeleng, "As you see, sehat, kepala masih ada." Gadis Kim itu merogoh sakunya dan mengeluarkan hapenya. "Gak makan? Ini udah malem."
Sudut bibir Gowon berkedut. Gak terima dia diledek gak bisa masak. "Masak lo aja gimana Jen?" ujar Gowon sambil menodong Jeno dengan pisau buah.
"Taro, Won pisaunya," ujar Minjoo sesaat setelah ia duduk di kursi dekat pantry. "Masak nasi goreng aja deh."
Gowon mengangguk, dan dengan segera gadis itu menyiapkan bahan-bahan untuk membuat nasi goreng. Jeno, Hwall, dan Minjoo duduk sambil menunggu masakan matang, sedangkan Soobin membantu Gowon (baik sekali manusia satu ini). Tiba-tiba Hwall berceletuk, "Nanti ada gempa susulan gak ya?"
"Hush! Jangan aneh-aneh lo," ujar Gowon. "Gue kaget banget sumpah tadi. Gue selama disini gak pernah kerasa gempa, dan daerah ini gak deket gunung yang aktif. Kok bisa gempa gitu."
"Anak IPA, silahkan menjelaskan kejadian ini," celetuk Jeno. Minjoo merotasi kedua bola matanya, "Gak tahu gue, paling perubahan struktur tanah doang."
Nasi goreng dan lima biji telor ceplok sudah jadi. Kelima anak itu makan dengan lahap, dan sesekali mengerjai Jeno dengan memasukan cabe ketika cowok itu meleng diajak ngomong Minjoo.
Sampai tanah kembali bergetar, namun tidak sekuat tadi. Gowon memekik pelan karena terkejut karena lantai villanya bergetar. Minjoo mengerjap pelan karena ia tiba-tiba merasa pening. Jeno dan Soobin saling menatap sebelum mengecek hape mereka, untuk melihat ramalan cuaca malam ini dan potensi gempa di daerah mereka. Hwall tiba-tiba berdiri dari tempatnya. Kedua matanya membola, namun sesaat kemudian dia duduk kembali. Hwall seperti barusan melihat sesuatu yang menghilang secepat angin.
"Kenapa?" tanya Minjoo dengan wajah curiga. "Liat apa lo?"
"Kim Chaewon."
"Gue lihat Kim Chaewon tadi."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.