First Day

12.8K 505 9
                                    

SUDAH DITERBITKAN MENJADI EBOOK DI PLAYSTORE BY ETERNITY PUBLISHER 🦋

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SUDAH DITERBITKAN MENJADI EBOOK DI PLAYSTORE BY ETERNITY PUBLISHER 🦋


🌸🌸🌸

Nama gadis itu adalah Keanna Anastasya Calistia. Dia gadis berumur 23 tahun dan sekarang tinggal di Jakarta bersama dengan sahabatnya yang bernama Nadine. Mereka datang ke Jakarta dari Bandung berniat untuk mencari kerja bersama. Gadi berambut hitam lurus itu sudah tiga bulan mengikutinya wawancara pekerjaan, tetapi belum diterima kerja.

Akhirnya, setelah sekian lama, berkat bantuan Nadine, Anna bisa mendapatkan pekerjaan dan tidak menjadi pengangguran lagi. Kantornya sama dengan kantor Nadine dan ia mendapatkan pekerjaan menjadi sekretaris direktur utama di kantor itu.

Anna terkejut karena dia diterima dengan mudahnya menjadi sekretaris orang jabatan tertinggi di kantor itu. Setahu gadis itu, yang menjadi tangan kanan seorang dirut haruslah orang yang sudah berpengalaman. Namun, seseorang seperti dirinya yang tidak mempunyai pengalaman kerja kenapa bisa dengan mudah diterima. Namun, Anna tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, asal dua sudah mendapatkan pekerjaan, dia sudah merasa tenang sekarang.

"Oh ya rumornya sih dirutnya suka menyiksa sekretarisnya dengan banyak kerjaan gitu, jadi selama ini sekretaris paling lama yang bisa bertahan sama dirut gila itu cuma dua minggu." Ucap Nadine sambil menyenderkan diri di sofa dan membenahi baju kerjanya.

"Kalau saja ada lowongan di bagian marketing, aku pasti akan bantu kamu untuk mendapatkan pekerjaan disana. Tapi, mau bagaimana lagi, cuma ada lowongan di bagian sekretaris itu. Sukses ya Na." Ucap Nadine sambil menepuk pundak Anna.

"Memang sehoror itu ya dirutnya?" Batin Anna.

Setelah selesai sarapan, mereka berdua berangkat bekerja.

Sudah menjadi pandangan yang biasa jika Jakarta macet di jam-jam itu. Dimana semua orang berangkat bekerja. Jalanan mulai riuh dengan banyaknya kendaraan bermotor yang berlomba-lomba membunyikan klakson, meminta kendaraan di depannya untuk segera berjalan. Asap mulai mengepul memenuhi Jakarta. Suara langkah kaki dari ratusan orang memenuhi stasiun. Termasuk Nadine dan Anna. Mereka berdua menaiki kereta menuju kantor. Kereta adalah satu-satunya mode transportasi yang tidak akan terkena macet. Namun, memang ada satu masalah, yaitu banyaknya penumpang yang menaikinya, membuat kedua gadis itu harus rela terhimpit dan terdorong kesana kemari dalam lima belas menit kedepan. Udara semakin sesak dengan bertambahnya orang-orang yang memasuki gerbong kereta.

Akhirnya, kedua gadis itu bisa bernapas lega. Setelah melewati beberapa stasiun, mereka tiba juga di tempat tujuan.

Sesampainya di kantor, Nadine menggandeng sahabatnya itu menuju ruangan manajer SDM. Ia mengatakan bahwa Anna adalah sekretaris baru dari direktur utama. Manajer itu mengangguk dan menyuruh Anna untuk langsung ke kantornya di lantai paling atas. Gadis itu pergi ke lantai paling atas sendirian, karena Nadine yang masuk dalam bagian marketing, kantornya ada di lantai empat.

"Sukses Na." Ucap Nadine sambil menepuk pundak Anna dan menatapnya prihatin.

"Kenapa raut wajah Nadine terlihat tidak menyenangkan." Batin Anna.

Setelah tiba di lantai atas, hanya ada beberapa pegawai yang berlalu-lalang. Lantai itu terlihat lebih sepi daripada lantai yang lainnya. Mencari kantor direktur utama tidak sulit. Saat keluar dari lift dan berjalan beberapa langkah ke depan, Anna bisa melihat dengan jelas pintu kantor itu.

Pelan, Anna masuk ke kantor itu. Ternyata kantor itu kosong. Tidak ada seorang pun disana. Nadine tadi memang mengatakan bahwa direktur utama sedang ada rapat di luar kota dan sekarang sedang dalam perjalanan menuju kantor.

Anna mengelilingi kantor itu. Dari sana, terlihat pemandangan Jakarta yang terlihat menakjubkan untuk dipandang. Kantor atasannya memang luas, tetapi terlihat sederhana. Hanya ada satu lemari, satu set sofa dan meja kerjanya.

Selesai berkeliling, gadis itu membenahi barang-barang dan mejanya. Saat membersihkan mejanya, dia melihat tumpukan berkas disana. Gadis itu mengeluh, sepertinya rumor tentang bosnya adalah orang yang perfeksionis memang benar. Bosnya memang sedang tidak ada. Namun, orang itu sudah meninggalkan tumpukan pekerjaan untuk sekretaris barunya.

Mulai dari jadwal meeting, bertemu klien, perjalanan luar kota, pengecekan data, sampai pengamatan di lapangan.

Setelah beberapa lama, ada dua orang laki-laki yang memasuki kantor. Salah satunya tersenyum kepada Anna dan gadis itu mengangguk. Sedangkan salah satunya tidak peduli dan langsung memasuki kantor dengan wajah datar. Sepertinya laki-laki berwajah datar itu adalah bosnya. Pikir Anna.

Di dalam kantor. Laki-laki ramah itu terlihat merangkul leher temannya dan membuat wajah laki-laki berwajah datar itu terlihat lebih menyeramkan. Entah apa yang membuat laki-laki itu tertawa ketika temannya memperlihatkan wajah menyeramkan seperti itu.

"Kenapa firasatku buruk tentang ini." Gumam Anna

Setelah beberapa menit mengobrol di dalam, laki-laki ramah itu keluar dan menghampiri meja Anna.

"Ada yang bisa saya bantu pak." Tanya Anna yang langsung berdiri.

"Perkenalkan, saya Brian, wakil direktur disini. Semoga kamu betah ya disini." Jawabnya sambil tersenyum.

"Iya pak. Terima kasih." Jawab Anna membalas jabatan tangannya.

"An, jangan ganggu sekretaris gue. Keluar sana lo!" Anna terkejut mendengar teriakan orang itu. Wajah orang itu terlihat lebih menyeramkan.

"Aelah, iya iya bang. Gue keluar nih." Jawab Brian yang masih saja tersenyum. Kepribadian kedua orang itu memang sangat berbeda 180 derajat.

Baru beberapa menit Brian keluar, telepon di meja Anna berbunyi.

"Ya, de-"

"Cepat masuk." Telepon langsung dimatikan. Anna menengok ke satu-satunya orang yang ada di dalam kantor itu selain dirinya. Laki-laki itu memberikan kode untuk Anna masuk ke ruangannya.

Saat masuk, laki-laki itu sedang sibuk mengangkat telepon. Anna hanya bisa berdiri mematung, tidak berani untuk duduk. Matanya melihat papan nama yang ada di meja.

"Oh, namanya Anka Damara Hadijaya." Batin gadis itu.

Setelah selesai mengangkat telepon, Anka meminta Anna untuk duduk. Perawakan laki-laki itu sungguh sempurna. Kulit putih, dengan tinggi semampai, dan didukung dengan wajahnya yang tampan sangat sempurna untuk menjadi seorang artis. Mungkin jika dia adalah idol, Anna akan menjadi salah satu fansnya. Pikir gadis itu.

"Jadi, kamu adalah sekretaris baru saya?" Tanya Anka sambil mengecek tumpukan berkas di depannya.

"Iya pak." Jawab Anna. Bahkan hanya duduk di depannya, gadis itu sudah merasa aura yang tidak enak.

"Saya sudah memberikan jadwal saya untuk seminggu kedepan. Tolong pelajari dan atur jadwal saya dengan benar. Jangan sampai terlambat walau satu menit pun. Karena meskipun cuma terlambat satu menit, itu akan merusak semua jadwal saya." Ucap Anka. Rumor itu memang benar. Dari suara dinginnya saja, Anna sudah bisa menebak bagaimana karakter dari bosnya itu.

"Baik pak." Jawab Anna.

"Jangan lupa, sebelum pekerjaan saya selesai, kamu juga tidak diperbolehkan untuk pulang."

"What?! Maksudnya? Hei, semua kantor pasti punya jam kerja kan. Kok gini?" Omel Anna dalam hati sambil mengerutkan dahinya.

"Jam kerja tidak berfungsi untuk saya dan kamu, sekretaris saya." Jawab Anka Anka yang sepertinya bisa membaca pikiran gadis itu.

Here comes trouble

My Perfectionist Boss "Sudah Diterbitkan"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang