= Gengsi ; 05 =

183 14 0
                                    

—Na💛

...

"Lo punya pacar gak, Ra?"

"Uhuk! Uhuk!"

Rara menatap abangnya tidak percaya. Kenapa cowok didepannya ini tiba-tiba bertanya seperti itu? Dia saja baru bersekolah di sekolah barunya selama satu bulan lebih beberapa hari, belum lama. Dan Rara pun, belum mengenal cowok lain selain cowok-cowok dikelasnya. Dan menurutnya, cowok-cowok dikelas bukan tipe dirinya, ya walaupun sebagian dari mereka menyukai Rara.

Tapi tentu, pertanyaan sang abang mampu membuat Rara keselek mie yang dia buat.

Rama membalas tatapan Rara tenang, hingga lama-kelamaan cowok itu merinding sendiri.

"Apa ih, liat-liat? Heh, gue udah punya pacar, dan kita saudara sekandung. Jadi, jangan coba-coba lo naksir gue, ya. Gue gak bisa nikahin lo." Rama mulai drama.

Rara melotot, lalu menimpuk abangnya dengan bantal yang berada di dekatnya. Ya, saat ini mereka berdua tengah bersantai didepan tivi, sekalian nungguin mama papa mereka.

"Aww, sakit Ra!"

Rara mendengus, tangannya kembali meraih mangkok mie rebusnya, sambil memakannya dengan wajah kesal.

"Lagian abang pertanyaannya aneh-aneh."

"Heh, nanya punya pacar atau nggak itu aneh, ya? Gak lah, Ra! Sensitif amat sih. Tinggal bilang aja kalo lo itu jomblo." Rama meraih bungkus keripik kentangnya tadi, lalu memakannya.

Rara menghela nafas, lalu menurunkan mangkok mie-nya. "Hm, gue jomblo. Kenapa? Mau ngatain gue gak laku? Sorry, bro! Banyak yang naksir gue, tapi gue gak terima. Karena apa? Karena gue itu MAHAL. Inget tuh, M-A-H-A-L, MAHAL!" Rara menjelaskan dengan panjang lebar sambil menggerakkan garpu yang ia pegang dengan seksama, juga dengan mata melotot dan mulut penuh dengan mie, membuat Rama jijik sendiri melihat adiknya itu.

"Pantes jomblo." Batin Rama prihatin.

"Telan dulu," tegur Rama, dengan nada suara melembut ntah kenapa.

Bukannya malah bikin tenang, Rara malah jadi merinding.

"Gak usah lo lembut-lembut sama gue." Desisnya sambil menjauhkan diri perlahan dari Rama.

"Gue baik, salah! Gue jahat, salah! Ya Allah, kenapa sih nasib hamba harus di nistain gini?!" Rama berdiri dengan tangan sebelah kanan meremukkan keripik kentangnya, lagi-lagi mulai drama.

Rara mengangkat bahu tidak peduli. Gadis itu lelah bertengkar.

Rama menghela nafas lelah, matanya mulai menyayu, akhirnya cowok itu kembali duduk dan berusaha untuk menahan diri.

"Oya, katanya lo punya pacar. Siapa emangnya? Temen sekampus?"

Rama menoleh sekilas, lalu kembali memandang tivi. "Iya, beda jurusan sih."

"Siapa namanya?" Tanya Rara santai, sambil mulut terus menyunyah mie dan pandangan matanya menuju tivi.

"Thia." jawab Rama sekilas. Cowok itu meraih remote, lalu memindah channel tivi, mencari acara yang lebih menarik.

"Hm, semoga langgeng. Kapan-kapan, ajak kesini bang." Ucap Rara, tanpa sadar excited sendiri.

Rama terkekeh geli, tangannya terangkat untuk mengusap pucuk kepala Rara, memandang adiknya itu dengan tatapan meneduhkan.

"Iya, kapan-kapan gue bawa kesini."

Rara balas menatap sang abang, sambil terkekeh geli.

"Loh, kok ketawa?" Rama bingung, menatap adiknya yang tiba-tiba tertawa sendiri.

"Kayak barang aja bang, di 'bawa' gitu."

Rama berpikir sesaat, lalu ikut-ikutan terkekeh. "Iya ya, kasian Thia."

Begitulah keduanya. Sebentar-sebentar berantem, sebentar-sebentar lagi baikan. Gitu aja, terus.

Tapi, jujur, Rara sangat menyayangi abangnya. Karena hanya abangnya lah, yang siap menemani Rara dan melindunginya, disaat kedua orangtuanya sibuk bekerja.

🌻🌻🌻

"Loh, abang?" Rara menatap sekeliling, dan terdengar suara tivi yang masih sibuk dengan ocehan mereka masing-masing. Tunggu, ini jam berapa? Kenapa ia dan abangnya masih berada di ruang tengah? Mana mama dan papa?

Rama menatap Rara sekilas, lalu kembali merunduk menatap hape-nya.

"Tadi malam kita ketiduran disini, bang?" Rara beringsut duduk, menatap sekeliling. Bungkus camilan dimana-mana, juga bekas mangkok mie-nya masih berada di atas meja.

"Hm, lo yang duluan ketiduran. Karena gak tega ninggalin lo, jadi gue juga tidur disini."

"Mama sama papa mana? Udah berangkat?"

"Mama sama papa gak pulang."

"Ohhh– eh, hah?!" Rara bangkit, menatap Rama tak percaya.

"Lo jangan ngada-ngada, bang." Nada bicara Rara terdengar tajam. Tapi, Rama tidak peduli. Cowok itu masih merunduk, fokus menatap hape-nya.

"Iya, serius. Gue gak bohong." Rama memasukkan hape-nya ke saku celana. Pandangan cowok itu beralih, menatap Rara yang masih berdiri. Gadis cantik itu balas menatap Rama, ia masih meminta penjelasan.

Rama menghela nafas pelan. "Mama sama papa gak pulang karena banyak kerjaan katanya. Mereka nginap di– ntahlah, hotel mungkin? Hotel deket kantor mereka. Katanya, kalo pulang kerumah bisa gak sempet. Jarak dari kantor ke rumah kita kan jauh." Jelas Rama sambil meulas senyum tampan andalannya.

Rara mendelik saat melihat senyum itu di penghujung penjelasan Rama. Gadis itu kembali duduk, menatap sekitar sekali lagi.

"Jam berapa ini, bang?"

"Jam setengah tujuh."

"Kita gak sekolah, bang?"

"Iya ya."

Hening, hingga suara teriakan dua kakak beradik itu memecah keheningan.

"JAM TUJUH HARUS SIAP POKOKNYA!"

"GUE MANDI DULU!"

"BURUAN, RA! ABANG TINGGAL TAU RASA!"

"LO SIAP-SIAP JUGA, BANGKE!"

"TUNGGU-- THIA NGE-CHAT!"

"ABAAAANGGGGGG!!"

"EH IYA AMPUN."

Pagi yang rusuh untuk kesekian kalinya.

...

Cute banget sih Rama & Rara <3

Aku sayang kalian semua anak-anakku <3

—Na💛

GENGSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang