"Dek, mau berangkat bareng sama kakak, nggak?" Tanya Mark yang sedikit berteriak karena sekarang ia berada di garasi rumah, lagi manasin mesin motornya.
"Nggak. Kakak kalau naik motor ugal-ugalan! Adek nggak suka!" Balas Haechan yang juga berteriak.
Mendengar itu Mark hanya mendengus pelan. Dia itu nggak ugal-ugalan, tapi memang naik motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Haechannya juga bandel. Sudah sering dia beri tau buat pegangan erat-erat, tapi tetap aja dia suka ngerentangin tangannya kayak di drama-drama.
"Kak Mark!" Panggil Haechan yang berlari mendatangi Mark sambil membawa kotak jam di tangannya. "Jam tangan adek di mana?!" Tanyanya sambil menunjukkan kotak jam tangan kosong.
Mark menatap Haechan bingung, "Tumben nanyain? Katanya jamnya buat kakak."
Nggak biasanya Haechan nanyain jam ke dia. Si manis bahkan sama sekali nggak pernah tertarik sama yang namanya jam tangan. Satu-satunya jam yang dia punya juga nggak pernah dia pakai, malah Mark yang selalu pakai jam punya Haechan.
"Ih! Nggak. Adek nggak pernah ngasih ke kakak, ya! Adek cuma bilang kalau kakak mau pinjem, ambil aja. Bukannya ngasih ke kakak." Haechan mengulurkan tangannya. "Kembaliin jamnya sekarang. Mau adek pake."
Mark menggaruk tengkuknya yang nggak gatel sama sekali, "Nanti ya, dek. Jam kamu ketinggalan di perpustakaan kampus."
Mata beruang Haechan melebar, "ISH KAKAK! KALAU HILANG GIMANA?!"
Mark meringis, suara teriakan adiknya memang tidak ada yang mengalahkan. "Kakak udah bilang ke penjaga perpustakaannya. Jadi gak usah panik sambil teriak-teriak gitu." Jelas Mark dengan kedua tangan yang mencubit kedua pipi gembil Haechan dengan gemas.
"Tapi adek mau pake jam sekarang." Keluh Haechan dengan susah payah karena Mark masih memainkan kedua pipinya.
"Pakai jam kakak aja, kamu bisa pilih di kamar." Mark menghentikan cubitannya, menggantinya dengan usapan halus di surai cokelat Haechan.
"Oke! Tapi jam adek harus balik ya."
"Iya-iya. Bawel banget sih."
Haechan memicingkan matanya mendengar ucapan Mark.
"Nggak usah ngeliatin kakak kayak gitu. Sana masuk lagi terus makan sarapannya. Kakak tunggu di sini, kita berangkat bareng."
"NGGAK MAU BERANGKAT SAMA KAKAK! POKOKNYA ADEK BERANGKAT SAMA KAK TAEYONG AJA!"
[•]
Namanya Jeno. Lebih lengkapnya, Lee Jeno.
Murid pindahan dari Busan yang sekarang jadi teman sebangku Haechan. Anaknya ganteng, bahkan sejak hari pertama sudah banyak yang suka sama dia. Termasuk Haechan.
Badannya tinggi, atletis dan juga tegap. Haechan yakin sekali dibalik seragamnya itu ada kotak-kotak seperti yang ada di perut kak Taeyong dan kak Mark.
Orangnya juga ramah, nggak kasar sama sekali dan keliatannya juga pintar. Buktinya, baru pertama kali masuk kelas, ia sudah bisa mendapat nilai ulangan sempurna, padahal ulangannya dadakan.
Orangnya cukup pendiam, tapi mudah bergaul. Keliatannya sih easy going.
Ketawanya juga nular, setiap Jeno ketawa, rasanya Haechan ikutan bahagia juga terus mau ikutan ketawa, padahal dia nggak tau Jeno ketawa karena apa.
Ke sekolahnya naik vespa, dan itu nilai plus bagi Haechan. Karena apa? Karena lebih enak dibonceng pakai Vespa daripada motor sport seperti milik kak Mark.
Paling tidak, sekali seumur hidup, Haechan ingin merasakan dibonceng Jeno pakai Vespanya.
Pokoknya, Jeno itu bener-bener tipe ideal Haechan. Ganteng, pintar, berperilaku baik dan kaya. Oke, untuk yang terakhir Haechan masih belum tau.
Tapi, terlepas Jeno kaya atau tidak, haechan sudah tidak perduli.
Karena apa? Ya karena Haechan sudah jadi bucin Jeno sejak pertama kali Jeno masuk ke dalam kelasnya terus berakhir jadi teman sebangkunya karena kebetulan Guanlin -teman sebangkunya yang menjulang- harus pindah ke China.
"Psstt, Chan. Jeno udah di depan kelas tuh." Jaemin mencolek lengan Haechan, menyadarkan Haechan dari lamunan tidak jelasnya.
"Mana?"
"Itu. Masih ngobrol bareng Hyunjin."
Haechan segera duduk dengan tegak, merapikan bajunya dan mengeluarkan buku paket biologi. Jaemin juga kembali menghadap ke depan, pura-pura fokus bermain handphone ketika Jeno masuk dan berjalan melewatinya.
"Hari ini ada ulangan biologi?" Tanya Jeno setelah duduk di samping Haechan.
"Nggak, cuma mau belajar aja. Biar waktu pelajaran dimulai aku bisa lebih paham." Jelasnya, tangannya membolak-balik lembar buku paket.
Jeno hanya menganggukan kepalanya lalu matanya tanpa sengaja melihat tangan Haechan yang dilingkari jam tangan.
"Jam tangan baru?"
Haechan pura-pura kaget, hatinya juga udah deg-degan karena akhirnya Jeno merhatiin tangannya yang sejak tadi sengaja dia gerak-gerakin.
"Nggak, ini punya kakak aku." Jelasnya seraya menunjukkan jam tangannya.
"Aku baru tahu kalau kamu juga suka pakai jam tangan."
"Aku sukanya juga baru-baru ini. Soalnya aku sering lupa bawa hape kalau kemana-mana, jadi kadang kalau lagi jalan sendiri jadi suka bingung ini udah jam berapa. Kalau pakai jam kan jadi enak, lebih praktis juga."
Bohong Haechan, padahal aslinya dia nggak bisa pergi kemana-mana kalau nggak ada handphone di genggamannya.
"Aku dari dulu suka pakai jam tangan." Timpal Jeno. "Menurut aku pakai jam tangan itu lebih keren dan juga disiplin."
Senyum lebar Haechan mengembang. Berarti, sekarang Haechan sudah terlihat keren, kan, di mata Jeno?