Jangan lupa vote terlebih dahulu ya! Dan jangan lupa komen juga hehe :)
🎀🎀🎀
Di sisi lain seorang gadis berusia empat belas tahun tengah berjalan sendirian di tepi jalan. Dengan langkah gontai, ia berusaha untuk terus melangkah menuju rumahnya. Wajah pucat pasi terlihat jelas di wajahnya. Dan sepersekian detik kemudian, ia pun terjatuh di jalanan aspal tidak sadarkan diri.
Beruntungnya saat sebelum ia pingsan, ada sebuah mobil yang dikendari pria paruh baya sudah mengamatinya dari kejauhan. Pria paruh baya tersebut sudah melihat gerak-gerik tidak biasa pada seorang gadis yang kini mengenakan seragam SMP tersebut.
"Nak.. Nak.. Bangun." Namun, tidak ada respon dari gadis tersebut. Dengan sigap, ia menolong gadis tersebut dan membawanya ke rumah sakit terdekat.
Sampai di sebuah rumah sakit, gadis tersebut pun diperiksa oleh Dokter. Ditatapnya gadis itu dari kejauhan membuat pria paruh baya tersebut semakin merasa bersalah. Pria paruhbaya berkacamata itu pun memutuskan untuk keluar dari ruangan.
Ia berjalan menuju ruang tunggu, berusaha meluruhkan perasaan bersalah yang selama ini mengakar dalam benaknya dan tidak kunjung pudar. Seharusnya ia tidak mengikuti egonya, seharusnya ia tidak terpengaruh oleh wanita itu dan seharusnya ia tidak membantu wanita itu menguasai harta yang bukan miliknya.
Seharusnya..
"Pak, pasien sudah selesai diperiksa."
"Oh iya. Bagaimana keadaannya dok?"
"Gejala Tifus dan mungkin sejak pagi ia belum makan, itu sebabnya ia pingsan."
"Oh begitu."
"Iya pak. Oh iya tolong administrasinya segera dilunaskan pak. Agar saya bisa melakukan penanganan lebih lanjut."
"Oh iya baik."
"Terima kasih pak."
Administrasi telah dilunasi dan sekarang pria paruh baya tersebut memberanikan diri untuk menemui gadis tersebut. Gadis itu masih tidak sadarkan diri. Ia pun memilih untuk duduk pada bangku yang tersedia di samping tempat tidur. Tidak lama kemudian, gadis itu terbangun matanya masih mengamati sekeliling sebelum akhirnya menatap pria tersebut.
"Pa—Paman Reno?"
"Jangan takut. Maafin Paman ya, sudah jahat sama kamu dan kakak kamu," ucapnya lalu, terdiam dan detik kemudian Pria paruhbaya yang bernama Reno tersebut pun kembali berkata, "paman salah. Salah membela, hanya menuruti ego."
Nadira terdiam.
Berusaha mencerna perkataan Reno. Hatinya masih hancur, rapuh, tersayat dan membenci manusia dihadapannya ini. Reno mengusap pucuk kepala Nadira. Nadira memejamkan matanya sesat dan membukanya kembali berharap saat ini ia hanya sedang bermimpi. Namun, kenyataanya ini adalah nyata. Setelah mengusap kepala Nadira, Reno berdiri dari tempat duduknya dan menarik napas perlahan.
"Paman akan berusaha memperbaiki semua kesalahan paman. Tetapi, paman mohon sama kamu supaya kamu jangan bilang dulu jika kamu bertemu paman. Kamu mau bantu paman?"
Nadira menganggukan kepala. Entah ada apa dengan dirinya mengapa bisa-bisanya ia menyetujui permintaan Reno. Padahal dalam lubuk hati Nadira, ia masih belum terima atas semua perlakuan yang selama ini iya terima. Masih sangat sakit.
"Paman pamit ya. Jangan khawatir, paman sudah meminta suster untuk menghubungi kakak kamu. Dan soal biaya administrasi sudah paman bayar. Nanti kamu akan dipindahkan ke ruang inap."
Reno pun berjalan menuju pintu keluar ruangan IGD. Tetapi, belum sampai ambang pintu ia membalikkan tubuhnya kembali menghampiri Nadira.
"Ini kartu nama paman. Di sana ada nomor ponsel paman, jika kamu butuh bantuan kamu hubungi paman ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukisan Luka
Teen FictionFaras Mahera Putra adalah seorang pentolan di SMA Valletta Nusantara. Dia ingin sekali menghancur hidup seorang gadis bernama Dearni. Karena dia atau lebih tepatnya orang tua dari Dearni telah membuatnya terusir dari rumahnya sendiri dan membuatnya...