Lima Belas

293 87 24
                                    

Jangan lupa vote terlebih dahulu ya! Dan jangan lupa komen juga Terima kasih :)

🎀🎀🎀

Langkah kaki Fanessia terhenti ketika mendengar percakapan Bara—Ayahnya dengan seseorang. Tangan gadis itu menyentuh pagar tangga menuju lantai dua. Dengan perlahan ia berjalan menuju lantai satu berharap, ia lebih jelas mendengar percakapan Bara dengan orang tersebut.

"Oke, semua file sudah saya persiapkan. Semoga Wanita itu segera masuk penjara atas segala hal yang merugikan," ucap seorang pria paruh baya itu.

Setelah menyesap teh hangat yang telah disuguhkan ia kembali berkata, "terutama kepada kedua anak itu yang mendapat imbas dari keserakahan dia."

Bara menepuk pundaknya seraya berkata, "semoga, secepatnya semua akan menjadi baik lagi."
Pria paruh baya itu hanya bisa mengangguk 'kan kepalanya.

Ia pun segera memasukkan beberapa surat yang masih diletakkan di atas meja ke dalam tas. " Titip Mahera dan adiknya ya!"

Detik selanjutnya Fanessia segera melangkahkan kaki menuju lantai dua. Tubuh Fanessia hampir saja terjatuh akibat kakinya tersandung tangga, untung saja dengan sigap ia berpegangan pada pagar tangga.

Fanessia mengintip dari balik gorden kamarnya. Matanya memincing memperhatikan sosok pria paruh baya yang baru saja mengobrol dengan ayahnya. Batinnya bertanya-tanya. Sebenarnya apa yang sedang dibicarakan ayahnya, mengapa terkesan sangat serius?

Ia pun menghembuskan napas. Menutup gorden kamarnya. Dan segera menuju kamar mandi menganti pakaian sekolah setelah itu, ia makan siang. Sebelum menuju rumah sakit untuk menjenguk Nadira. Fanessia telah selesai menghabiskan makanannya. Ia tengah menunggu ojek online yang sedang menuju ke rumahnya.

"Bunda, Fanessia berangkat ya!" seru Fanessia yang berjalan seraya mengambil sepatu dan menuju pintu.

"Eh tunggu.. Tunggu.." Luna berjalan cepat untuk mengejar Fanessia.Sambil memegang sebuah kotak makanan, membuat Fanessia refleks menghentikan langkah kaki.

"Kenapa Bun?"

Luna tersenyum teduh. Ia segera memberikan kotak makan yang ia pegang kepada Fanessia. "Ini apa Bun?"

"Itu makanan buat Mahera. Titip ya, siapa tahu dia belum makan." Fanessia tersenyum.

"Permisi, Go mabur."

Tin..tin..tin..

Fanessia yang mendengar suara klakson motor tersebut bergegas untuk pergi. "Bun, aku berangkat dulu ya. Oh iya Ayah mana, Bun?"

"Ayah lagi di kamar mandi. Ya udah kamu langsung berangkat aja, nanti Bunda bilangin ke Ayah." Fanessia mengangguk mengerti. Ia pun mencium punggung tangan Luna.

"Oke Bun. Assalamualaikum." Fanessia mengenakan sepatunya dan segera menghampiri abang ojek online.

"Jangan lupa titipan Bunda ya!" teriak Luna dari teras rumahnya. Fanessia yang mendengar terikan Bunda pun langsung menolehkan kepalanya.

"Siap Bunda!"

***


Seorang cowok bersandar pada dinding rumah sakit dengan kedua tangan melipat di dada. Pandangannya menatap langit-langit rumah sakit dengan tatapan kosong. Fanessia menyisipkan anak rambutnya ke belakang telinga. Perlahan ia berjalan menghampiri cowok tersebut. Ia menepuk bahunya.

Mahera terperangah. Ke dua mata Mahera mengerjab dengan cepat, ketika seseorang menepuk bahunya.

"Lo ga apa-apa?" Mahera tampak tersenyum. Fanessia memperhatikan kedua bola mata Mahera.

Lukisan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang