"Kalau lo ?" tanya Bang Jeje.
"Gue ?" Hanna menunjuk dirinya sendiri "Ada apa sama gue ?"
"Lo ngerasa jadi mainan gak buat gue ?"
Hanna diam. Enggak tau mau jawab apa. Ya karena memang Hanna juga enggak tau jawabannya apa.
"Hanna !" untungnya si penyelamat Luis datang.
"Luis anjir sok sibuk" tepuk Hanna pada pundak Luis.
Bang Jeje masih diam memandang Hanna. Sedikit mendesis dan tersenyum sinis dengan tipis. Hanna enggak lihat.
"Luis ma bro kangen buset dah gue"
"Najis Bang" balas Luis.
------------
"Ayo Han" ajak Mika.
"Ke rumah lo ?"
"Iya, Chaca sama gue, Manda sama Indah"
Hanna menghela napas sebentar. Lagi-lagi Hanna sendiri yang harus bawa motor. Jumlah mereka yang ganjil jadi mengharuskan ada satu orang yang sendiri. Bukan apa-apa, kadang Hanna suka capek aja gitu bawa motor dari ujung ke ujung. Jadi rumah Mika itu jauh dari kampus, sedangkan kampus berada satu wilayah dengan perumahan Semesta, rumah Hanna.
"Okey" mereka berjalan ke arah parkiran kampus.
"Han mau kemana ?" tanya Mila yang enggak lain adalah pacar Tirta.
Hanna senyum "ke rumah Mika, biasa nongki" diakhiri dengan tawa.
"Widih gaya, yaudah duluan ya" pamit Mila sambil berjalan. Hanna membalas dengan lambaian tangan sambil tersenyum.
"Gapapa lo ?" Mika menyenggol bahu Hanna.
Hanna enggak jawab. Enggak penting juga untuk dijawab, pikir Hanna.
"Beli makan dulu" ajak Chaca, yang lain setuju. Hanna seperti biasa, ikut aja.
Enggak ada pembicaraan secara serius, mereka hanya membicarkana hal-hal random yang kadang ngundang gelak tawa.
Hanna mengikuti suasana, yang mereka tau Hanna adalah gadis yang selow dan lawak. Mereka enggak tau kalau Hanna enggak suka situasi terlalu ramai.
Bang Jeje : ucuuuup
Bang Jeje : gue kuliah dulu ya
Bang Jeje : selamat bersenang-senang
Hanna : sakit ya lo ? periksa sana ke dukun
Hanna : kuliah yg bener bambankkk, pokoknya harus lo yg lulus duluan
Hanna : gue gak mau lulus barengan sama lo huhuhu
Bang Jeje : kampret kauu huhuhu
Bang Jeje : takut tawuran sama ciwi-ciwi aqu ya kalo kita wisudaan bareng
Hanna : nanti yg ada bukan acara wisudaan dong malah acara pertumpahan darah
Hanna : huhuhu
"Ayo ah balik udah malem" Manda berdiri
"Yaudah sana duluan, gue disini dulu sebentar" Chaca masih asik rebahan.
Hanna ikut pulang, sebenarnya dari tadi sore Hanna mau pulang. Hanna enggak mau pulang malam karena lampu motor depannya kurang terang ditambah penglihatan mata Hanna waktu malam buram. Tapi karena ngerasa enggak enak dengan yang lain dan juga jarang-jarang mereka bisa kumpul kaya gini.
Bang Jeje : balik belom ?
Hanna : ini mau
Hanna keluar dari gang rumah Mika. Was-was karena emang lampu motornya yang bikin susah. Tiba-tiba ngerasa ada yang ikutin motornya. Mau ngebut enggak keliatan, enggak ngebut takut di begal.
"Hanna masih mau idup ya Allah" rapal Hanna dalam hati.
"Hanna, jangan ngebut. Motor lo lampunya gak dapet cahaya illahi noh"
"Hah ? apaan sih gak lucu anjir bisa tau nama gue, tapi kok kaya kenal suaranya" Hanna terus berpikir kenala atau enggak dengan suara itu.
Tiba-tiba motor yang dibelakang itu menyalip motornya dan berhenti didepan motor Hanna.
"Anjir Ucup budeg amat sih lu gue panggil-panggil"
"Bang !! gue pikir begal, gue udah hampir nangis" Bang Jeje perhatiin Hanna yang memang kelihatan takut.
"Gue tungguin dari abis magrib didepan gang rumah si Mika. Untung ada masjid, sholat dulu deh gue" Bang Jeje melepas helmya. "Tadi sore gue ke rumah lo, mama lo bilang lo belom balik. Ya gabut aja gue susulin"
Hanna senyum "alah bilang aja lo khawatir, jancuk koe" Hanna merapikan rambut Bang Jeje.
"Ya udah tau motor lo jelek, ngapain pulang malem-malem coba"
"Gak enak gue udah lama gak kumpul sama mereka" Hanna duduk di motor Bang Jeje "ayo pulang"
Bang Jeje memutar bola mata "naik motor masing-masing, lo mau sedekahin motor lo apa gimana ? tinggal aja nih yakin?" tanya Bang Jeje sambil memakai helmya.
"Oh iya lupa" Hanna balik lagi ke motornya "lo jangan jauh-jauh jaraknya"
"Iya"
Akhirnya mereka berdua pulang dengan motor masing-masing. Dengan motor Bang Jeje yang enggak jauh dari motor Hanna.
"Sana pulang" usir Hanna sesampainya di gerbang rumahnya.
Bang Jeje melebarkan bola matanya "setelah apa yang gue lakuin lo ngusir gue gitu aja ?" Bang Jeje menggelengkan kepala berkali-kali "jahat kau rupanya"
"Drama anjir gue gebuk nih"
"Jadi gimana hari ini ?" tanya Bang Jeje sambil duduk di depan teras rumah Hanna.
Hanna berpikir sebentar "hhmm oke kok, gue bisa ketawa lepas sama mereka. Seperti biasanya" Hanna menghela napas "enak ya kalau punya temen banyak kaya lo Bang"
Bang Jeje menaikkan sebelah alisnya "enak gimana ?"
"Ya hidupnya gak monoton gitu"
"Ck, sama aja Han. Itu masalah fase, pasti bakal ngalamin" Bang Jeje menatap Hanna lekat "lo juga punya banyak temen"
"Ck apaan, temen gue bisa diitung pake jari"
"Lo masih komunikasi sama temen-temen sekolah lo dulu, lo punya banyak temen. Jangan suka ilang-ilangin gitu ah"
Hanna memajukan bibir bawahnya "mereka yang jauhin gue apa gue yang jauhin mereka sih sebenarnya. Gak ngerti gue"
"Han, people come and go. That's a life. Kita gak bisa hindari itu. Entah akan dipisahin sama mati ataupun pergi untuk pilih yang lain" Bang Jeje senyum "gapapa, mereka hanya enggak tau perjuangan lo untuk bisa ke tahap kehidupan lo yang sekarang ini. Lo udah hebat" Bang Jeje mengacungkan kedua jempolnya.
Hanna tersenyum hangat "tau gak sih Bang, gue punya banyak stok kata 'gapapa' dihidup gue. Bahkan mungkin saking banyaknya sampai gak habis-habis"
"Bagus lah, karena di dunia ini ada banyak hal yang harus di-gapapain"
"Bang"
"Hmmm ? tenang aja. Gak akan terjadi apa-apa" ucap Bang Jeje sambil mengacak rambut Hanna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman (Katanya)
Teen FictionJeandar Abi Yohan, tipe buaya tapi santun. Menjunjung tinggi prinsip hanya serius pada satu wanita, yang lain hanya permainan. Sayang banget sama mama papa tapi selalu ribut. Sayang Hanna juga tapi sayang cuma teman. Ruby Hanna Salsabila, kalau udah...