Kayanya pada males banget vote, kenapa sih? Berat y jempolnya?
Matanya sulit untuk melihat posisi luka yang ada di bagian punggungnya, sambil berdiri di depan cermin ia kesulitan bukan main untuk mengobati semua luka itu. Terkadang ia pun meringis kesakitan menahan perih semua itu. Kemudian ingatan itu kembali terputar disaat mengerikannya Renjun menciptakan luka-luka itu dengan silet.
Sungguh sadis dirinya dijadikan sebuah objek lukis. Dalam keadaannya yang begitu takut dan lemas, Rania sempat melihat bahwa Renjun menggunakan tetesan darahnya sebagai pewarna pada kanvas kosongnya.
"Bisa nggak?" tanya seseorang dan berhasil membuat Rania terkejut. Itu Renjun.
"Bi—bisa." Rania buru-buru bersembunyi di balik lemari karena posisinya barusan ia tidak mengenakan bajunya. Hanya branya saja. Wajah Rania pun memerah.
"Bisa nggak, lain kali kalau masuk ketuk pintu dulu?"
"Hehe, kamu malu?" tanya Renjun santai.
"Iya lah!"
"Tapi aku lihatnya biasa aja tuh, nggak nafsu." Terdengar begitu menjengkelkan.
"Sini aku bantuin, nggak bakal aneh-aneh kok. Cuma obatin aja."
"Nggak perlu!" Rania masih menolak.
"Dari pada tangan keseleo, nanti yang ngerjain pekerjaan rumah siapa? Aku gitu?"
Kemudian Rania akhirnya keluar dari balik lemari dan memunggungi Renjun. Lelaki itu meraih obat oles yang ada di tangan Rania. Dengan hati-hati Renjun pun mengobati luka-luka gores itu.
Melihat mereka berdua begitu nyaman satu sama lain seperti saudara kandung. Terasa sangat akrab satu sama lain, tidak ada rasa canggung.
"Pelan-pelan, perih..."
"Iya tahan."
"Ini lukanya nggak terlalu dalam kok, bisa sembuh dalam beberapa hari." lanjut Renjun. Ia bisa mengatakan begitu karena saat ia menggoreskan silet tidak ia tekan, sehingga tidak menyebabkn luka yang dalam.
Rania tertegun sesaat mencoba memahami sisi Renjun yang lain ini. Sejujurnya ini terlihat seperti sosok Renjun yang asli, lemah lembut, lucu dan begitu perhatian. Namun apa yang membuatnya memiliki sisi gelap ketika ia marah. Seperti orang yang tengah menyalurkan dendam terpendamnya. Kadang juga lelaki itu nampak tak terkendali saat marah.
"Renjun." panggil Rania ragu.
"Ya?"
"Boleh tanya sesuatu?"
"Ngak ada yang namanya sesuatu di sini, adanya Renjun." balasnya yang dilanjut tawa kecil.
"Ih aku serius!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloody Fear | Renjun✔
Fanfiction❝Kenapa harus kamu, perempuan yang pernah berbagi rahim denganku❞ -Renjun. Ini tentang si pelukis berdarah. Yang punya sejuta misteri mengerikan dan masa lalu kelam. Usia ke-21 tahun, di mana seharusnya ia mati, justru dia bertemu dengan perempuan y...