Malam Pertama

469 3 2
                                    

Zaky menyibak selimut yang menutupi tubuh polosnya. Cepat-cepat ia pakai celana jeans dan kaos hitam yang tadi dilempar sembarangan. Wajahnya memerah. Mata sipitnya nanar menatap Muya.
"Jika dari awal kau jujur sudah tidak lagi perawan. Pernikahan ini tidak akan pernah terjadi. Cuih! Perempuan menjijikkan."
Muya, wanita yang baru sehari dinikahi itu tersedu di ranjang. Tubuhnya menggigil diserang ketakutan yang menerjang. Muya benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi. Bukankah telah ia tunaikan kewajiban sebagai istri?
"Sumpah demi Allah, Mas, aku tidak pernah melakukan tindakan kotor itu. Aku belum terjamah, Mas. Aku masih perawan. Biarkan seluruh isi dunia melaknat jika aku berbohong." Pancaran mata Muya seperti rusa yang terluka.
"Simpan semua bualanmu! Aku akan urus perceraian kita secepatnya," ketus pria jangkung itu.
Zaky keluar ruangan setelah menendang pintu hotel. Menggetarkan dinding tempat Muya bersandar. Wanita itu kian tersedu. Dunia terasa gelap baginya. Muya bahkan tidak pernah berjabat tangan dengan pria asing. Bagaimana bisa Zaky menuduhnya tidak perawan?
"Apakah Zaky hanya cari gara-gara agar bisa berpisah denganku? Tidak mungkin. Dia pria soleh dan tidak pernah neko-neko. Apa yang terjadi padaku ini, Ya Allah?" Muya meratap. Tubuhnya yang lelah akibat pergumulan dengan Zaky beberapa saat lalu, tidak sebanding dengan perih di hatinya.
Bagaimana bisa harta yang selalu Muya jaga, yang akan ia persembahkan untuk suami tercinta, tiba-tiba saja lenyap. Muya berusaha mengingat semua malam yang pernah ia lalui. Mungkin ada tanda-tanda seseorang menggerayanginya ketika tidur. Itu tidak mungkin. Kamar Muya tidak berjendela. Hanya ventilasi yang besarnya tidak lebih dari sekepalan tangan orang dewasa. Lagipula, dalam lingkungannya yang religius, susah dipercaya ada pria yang melakukan tindakan tidak senonoh itu.
"Jika benar pernah terjadi hubungan intim di luar kesadaranku, pasti aku tahu. Pasti ada tandanya. Tapi, tidak ada sama sekali. Aku masih suci, ya Allah. Kenapa suamiku menuduhku sekeji itu? Dosa besar apa yang pernah kulakukan, ya Allah?" Muya melempar semua benda di dekatnya. Parfum, alat make up, dan gelas sisa minum yang semalam ia pakai untuk menyambut malam pertama, kini berserakan di lantai.
Dengan sisa tenaga, Muya melangkah ke kamar mandi. Shower ia nyalakan. Kucurannya menyamarkan air mata yang terus tercurah sedari tadi. Amarah Zaky membuatnya bagai balon kehilangan udara. Limbung. Terkulai rapuh di lantai. Malam pengantin yang ia dambakan kini terempas entah kemana.
"Kenapa semua ini terjadi padaku, Ya Allah?"
Tangisan Muya berhenti ketika ingatan akan sosok Bu Rahayu muncul. Wanita tua yang sudah setahun dirawatnya. Muya bangkit. Segera ia selesaikan ritual mandi. Pagi itu --seperti pagi-pagi sebelumnya-- Muya harus menyiapkan sarapan, kemudian memandikan Bu Rahayu yang tak lain adalah mertuanya sendiri.
Gamis kuning tua, dipadu dengan kerudung yang juga kuning, membuat penampilan Muya tampak segar. Kelopak matanya dihias dengan warna pink. Bulu matanya yang lentik disapu maskara. Penyamaran yang sempurna untuk hatinya yang terluka.
Muya cepat-cepat keluar dari hotel. Sebelum matahari naik sepenggalah ia harus sampai di rumah. Begitulah janji yang semalam ia dan Zaky ucapkan pada Bu Rahayu. Muya tidak tahu dimana Zaky sekarang. Mungkin sudah sampai rumah atau malah sudah berada di kantor. Hati Muya kembali gerimis mengingat pria itu. Bagaimana bisa dia yang masih suci dituduh tidak lagi perawan? Apakah itu tuduhan? Bukankah Zaky sudah menggaulinya semalam? Berarti itulah faktanya. Muya bertanya-tanya. Kabut di kepalanya terasa semakin tebal.
Muya bertekad, dalam waktu dekat akan membuktikan pada Zaky kalau dia masih suci. Namun, dengan cara apa?
Bersambung ....

PERAWAN PALSUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang