"Apa kabar, Revania?"
Calvin tersenyum tipis kepada Reva. Reva membalas senyumnya, dan menyambut uluran tangan cowok itu.
"Ya, gini-gini aja," balas Reva. "What do you expect, though?"
Calvin berdehem. "Kamu bahkan ga nanyain kabar aku balik?"
"Oh, ya," sadar Reva. "Gimana kabarnya?"
"Baik," balas Calvin. "Aku boleh duduk?"
"Ya duduk aja, itu kan memang tempat kamu," balas Reva.
Calvin menggeser kursinya agak jauh dengan meja, agar ia bisa duduk.
"Jadi," kata Calvin, memulai pembicaraan. "Bagaimana Malang?"
"Kamu udah sehari di sini, seharusnya udah tahu."
Calvin tertawa kecil. "Satu hari itu enggak cukup untuk mengenal sebuah kota."
Reva mengangguk-angguk. "Aku juga baru tiga bulan di sini kok, Vin."
Calvin mengaduk americano-nya. Ia kemudian melirik minuman milik Reva.
"Kamu masih suka pesan itu?" Calvin menunjuk caramel macchiato Reva dengan dagunya.
"Iya, lah. Selera orang kan enggak bisa berubah secepat itu. Kamu sendiri masih tetap dengan americano."
Calvin mengangguk, kemudian tersenyum kecil. "Yang pahitnya bikin kamu nangis-nangis?"
Reva membulatkan matanya, terkejut atas tuduhan Calvin barusan. "Aku enggak nangis!"
"Tapi, kamu ngeluarin air mata," timpal Calvin.
Reva memanyunkan bibirnya sebal. Pikirannya kembali pada kejadian waktu itu, saat SMA, saat mereka kencan ke Starbucks. Reva belum pernah mencoba americano, tapi, ia penasaran dengan rasanya, karena di drama Korea, orang-orang biasanya minum americano.
Dan baru sedikit saja Reva meneguk americano milik Calvin, ia langsung terbatuk karena rasa pahitnya, sampai air matanya keluar.
Calvin yang melihat pemandangan itu tentu saja tertawa kencang, dan terus-terusan mengejek Reva soal selera kopinya.
"Hei, kok diem aja?" Calvin mengetuk jari telunjuknya di meja depan Reva.
"Aku langsung ngomong aja ya, Vin. Kenapa kamu ngajak aku ketemuan?"
Calvin menghela napas panjang, dan menghembuskannya kembali. Satu tangan ia masukkan ke kantong celananya, dan satunya lagi memegang tumblr, menyeruput kembali minumannya.
"Kenapa, ya?" ujar Calvin. "Cuma mau ketemu aja, mumpung lagi satu kota."
Cih, Reva mengumpat dalam hati. Ia tahu persis alasan Calvin menemuinya bukan hanya untuk 'ketemu', ia tahu persis dari awal melihat cowok itu masih memakai sepatu kets pemberian darinya saat Calvin berulang tahun yang ke-16.
Juga, saat ia mendengar Calvin menyapa dengan sapaan 'aku-kamu', dan saat pertama kali ia tahu Calvin mengajaknya bertemu di Starbucks, kafe yang selalu menduduki tempat tersendiri di hati Reva, karena di situlah Calvin mengajak Reva pacaran. Dua tahun lalu.
"Kenapa? Enggak percaya, ya?" tanya Calvin. "Anyway, aku boleh nanya sesuatu?"
"Apa?" balas Reva cepat.
"You got yourself a new boyfriend, right?"
Reva sedikit terbatuk mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Calvin barusan. Otaknya berpikir keras. Ada dua kemungkinan, yaitu Calvin memang benar-benar tahu kalau dia sekarang sudah punya pacar baru, atau cowok itu hanya menebak asal saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reva & Refa [COMPLETED]
Romantik"Kenapa lo manggil gue Va? Orang lain biasanya manggil gue Rev," tanya Reva. "Soalnya gue juga dipanggil Ref. Aneh aja, kayak manggil diri sendiri," jawab Refa. "Tapi kan gue pake V, lo pake F. Beda, lah." Refa menatap Reva selama lima detik, kemudi...