Prolog

27 3 0
                                    

Dingin.

Sakit.

Sesak.

Aku mencoba menngerakan jari-jari tanganku, menggesekannya ke tanah. Kusilangkan lenganku, menutupi dadaku yang sedikit sesak. Ngilu terasa saat lengan ini bergerak. Perlahan kubuka kelopak mataku, langit-langit ruangan tertutup salju dan es. Begitu juga tembok dan tumpukan kardus di ruangan itu. Benar-benar dingin, hampir sedingin kulkas di rumah.

Kucoba menggerakan leherku yang kaku, saking dinginnya bisa kudengar suara gesekan pada tulang-tulangku. Miris kudengar suara itu, aku mengernyit. Kuedarkan pandanganku mengelilingi ruangan, mencoba berfikir tapi sakit ini menghalangi.

Daging segar menggantung dimana-mana. Mengelilingiku. Pisau daging menancap tepat di atas daging yang menggantung kaku. Kulihat sebuah golok berlumuran darah kering tergeletak tepat di depanku. Apa itu darahku? Rasa takut mulai menggelayut.

Apa ruangan ini ...

Ini ruang pendingin?

Bau tidak sedap mulai tercium di hidungku. Bau anyir darah tercium semakin pekat di hidungku. Aku mencari-cari sumber bau itu. Terlihat seonggok daging tergeletak di pojok ruangan tidak jauh dariku. Aku mengernyit, risih. Perutku mual, aku harus keluar dari sini. '

Seketika kurasakan pusing di kepalaku, aku menyentuh bagian belakang kepalaku. Merabanya perlahan. Luka memanjang dan sedikit dalam kurasakan saat kulitku menyentuhnya. Luka itu sudah lumayan mengering, tapi rasa sakitnya masih bisa kurasakan. Aku membenarkan posisi duduku, melingkarkan tangan memeluk lutut, mencoba menghangatkan diri. Kucoba mengingat apa yang terjadi.

YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang