"Kemana aja, jam segini baru pulang?" Baru saja Noe membuka pintu, belum sempat memberi salam ia sudah disambut degan kalimat ini.
"Main" Jawab Noe pelan, sambil menutup pintu.
"Main? Main sama siapa kamu? Emang kamu punya temen?" sebuah kalimat yang tidak terdengar membentak , hanya saja sedikit menusuk.
Mama Noe memang tidak pernah kasar, tapi kata-kata yang dikeluarkan memang cukup pedas. Walau Noe tau itu bnar, tapi tetap saja itu yang membuat Noe selalu tak bisa berbuat apa-apa. Selalu takut salah.
"Ada ma." Sekali lagi Noe menjawabnya dengan pelan, sambil berjalan menuju kamarnya.
Sungguh hari yang berbeda dari biasanya. Dimana hidup Noe tidak lagi hanya seputar rumah dan kampus.
"Kau memang sudah seharusnya keluar dari hidupmu yang membosankan. Hidup itu harus meningkat bukan berputar pada rotasi itu-itu saja. Jangan mau hidup mengikuti roda yang kadang di atas kadang di bawa, kau harus terus naik" kalimat ini bukan dari mama Noe, ini dari dia yang miliki planet yang lebih kecil dari bumi tapi lebih luas dari dunia.
"Sudah kubilang aku tidak pernah bosan hidup seperti ini." Jawab Noe yang sedang berbaring di tempat tidur.
"Tapi kau senang juga kan punya teman?" Tanyanya, walau dia sudah tau jawabannya
"Seperti kau punya saja." Jawab Noe, acuh.
Tiba-tiba handphone Noe bergetar dua kali, ada dua pesan masuk. Satu dari abangnya dan satu lagi dari nomor yang Noe kenal tapi tidak disimpan, iya nomor itu lagi.
Noe memutuskan untu membalas pesan abangnya dulu, yang isi pesannya seperti ini,
"Kata mama kamu pulang malem, dari mana aja?"
"Aku sampe rumah jam 7 bang."
"Kata mama, kamu main sama temen kamu. Temen yang mana? Kok ga pernah cerita sama abang?"
"Kata mama, emang kamu punya temen? Abang mau bilang gitu juga kan?"
Pesan masuk lagi dari bang Alfath tapi kuputuskan untuk tidak membalasnya. Selalu saja begitu, berdebat. Aku tau mereka semua peduli dengan ku, tapi aku tak suka caranya.
"Manusia memang serba salah yah? Peduli salah, tidak peduli apa lagi. Kau harus belajar menghargai mereka. Tanpa mereka hidupmu lebih membosankan lagi." Ucapnya lagi.
Noe hanya mendengarkan, kemudian ia memutuskan untuk membaca pesan dari nomor itu, isis pesannya seperti ini. "Tadi udah kenalan kan? Gimana, udah kangen belum?"
Noe tidak tau harus jawab apa, ternyata benar dia orang yang sama. Tapi kenapa sikapnya berbeda? Apa dia bipolar?
"Kau terlalu banyak bertanya, tapi pertanyaann itu selalu kau simpan sendiri, lalu siapa yang mau jawab?" Lagi-lagi suara ini muncul, dia memang satu-satunya yang selalu bisa mematahkan logika Noe. Tapi sulit ia realisasikan untuk dirinya.
"Menurutmu kutanyakan apa dia bipolar?" Tanya Noe
"Pertanyaan bodoh."
Malam itu Noe benar-benar berfikir keras hanya untuk sebuah pesan singkat. Cukup lama, akhirnya Noe membalas hanya dengan satu kata "nggak"
Seperti sebelumnya, tidak perlu menunggu lama dia langsung membalas. "Ohiya lupa, ini Firza yah? Bukan Noe yang kenalan sama gue tadi."
Noe semakin bingung saja, tadi orang ini seperti tidak suka melihatnya. Tapi sekarang, dia begitu antusias berbalas pesan dengan Noe.
"Aku Noe." Balas Noe kembali, baru kali ini Noe benar-benar penasaran dengan seseorang.
"Terus Firza yang mana dong? Balasnya lagi.
"Tau dari mana nama itu?" Kali ini Noe membalsnya lebih cepat, ya itu nama asli Noe, tapi ia tidak pernah berkenalan dengan siapapun pakai nama Firza.
"Rahasia" balasnya
Baik, kali ini Noe menyerah ia sudah malas berfikir keras hanya untuk membalas sebuah pesan singkat.
"Mungkin sekarang kau ingin menyerah, mungkin sekarang kau malas. Tapi apa kau tau? Dibalik kata malas dan menyerah mungkin kau sudah melewatkan sesuatu."
"Kalau udah rejeki, ga bakal kelewatan." Balas Noe malas. Memang seperti itu kan prinsip pemalas-pemalas dan para kaum rebahan?
"Ya mungkin saat ini aku hanya ingin tidur dulu, dan berharap tidak terjadi apa-apa hari ini. Semoga hidupku kembali normal, walau membosankan katanya."
Selamat malam, dan selamat tidur.
Satu-satunya hal indah di hidupku cuma mimpi, dan salah satu mimpiku itu kamu. Karena kamu indah, tapi sayang cuma mimpi
KAMU SEDANG MEMBACA
Pagi dan Senin
Подростковая литератураLangit sedang hujan. Aku kembali berfikir, kenapa orang-orang begitu mengagumi hujan . Bahkan tulisan tentang hujan hampir tak terhitung jumlahnya. Dari sajak, puisi, novel, bahkan pantun. Tapi aku sama sekali tidak terfikirkan tentang itu. Yang kui...