21 : Beyond the Mask

262 46 1
                                    

Yoongi melangkahkan kaki dengan tergesa-gesa, seolah waktu mengejarnya. Setiap langkahnya mengantarkannya pada serangkaian harapan dan ketakutan yang berbaur menjadi satu. Ia tidak lagi memperdulikan tatapan heran orang-orang yang berlalu lalang di rumah sakit. Mungkin mereka mempertanyakan kehadirannya di pagi buta ini, di saat banyak orang masih terlelap dalam mimpi. Namun, kecemasan yang menyelimuti hatinya lebih kuat daripada segala keraguan yang mungkin muncul di benak mereka.

Wajah Yoongi tampak pucat, dan nafasnya terengah-engah, mengisyaratkan betapa beratnya beban yang dibawanya. Akhirnya, setelah melalui lorong-lorong yang dingin dan sunyi, ia tiba di depan kamar perawatan Jungkook. Dalam sekejap, suasana sekelilingnya terasa hening, seolah menanti apa yang akan terjadi selanjutnya. Begitu ia membuka pintu, Jungkook yang sedang duduk terperanjat, matanya melebar, terkejut melihat kondisi sahabatnya.

“Yoongi? Ada apa?” tanya Jungkook, nada suaranya bergetar penuh kecemasan. "Bagaimana keadaan Taehyung?" Pertanyaan itu meluncur seperti peluru, langsung menembus ketidakpastian yang menggantung di udara.

Yoongi menarik nafas dalam-dalam, berusaha menata kata-kata yang nyaris tersangkut di tenggorokannya. “Keadaan Taehyung… sangat kritis,” ujarnya, suaranya nyaris tidak terdengar. “Dia sekarang tengah menjalani perawatan intensif. Banyak darah yang keluar dari tubuhnya. Aku tidak menyangka dia sampai nekat melakukan hal itu.” Dengan gemetar, ia menambahkan, “Dia menyayat tangan dan lehernya menggunakan pecahan kaca.”

“APA?” Jungkook langsung mengusap wajahnya dengan kedua tangan, mencoba mengusir kenyataan yang menghantamnya. Seperti petir yang menyambar, kata-kata Yoongi mengoyak kepalanya. Kenangan-kenangan buruk berputar di pikirannya, mengingat kembali pengakuan Yerin tentang sakit yang diderita Taehyung. Tiba-tiba, rasa bersalah menyelimuti hati pria itu, menciptakan beban yang tidak tertahankan.

“Yoongi,” suara Jungkook terdengar lirih, penuh tekad yang terbungkus oleh rasa duka. “Temani aku untuk menemui Taehyung.”

Yoongi memandang Jungkook dengan tatapan tidak percaya, seolah menimbang antara kewajiban dan kekhawatiran. “Kamu serius? Bagaimana dengan keadaanmu? Kamu baru saja menjalani perawatan,” tanya Yoongi, nada suaranya melibatkan rasa khawatir yang dalam.

“Aku baik-baik saja. Dokter bilang aku sudah bisa pulang hari ini,” jawab Jungkook cepat, namun ada nada yang kurang meyakinkan dalam suaranya. Dia tersenyum, berusaha meyakinkan Yoongi, namun senyumnya tidak mampu menutupi ketegangan di wajahnya.

Yoongi mengamati wajah Jungkook, melihat pancaran penyesalan yang mendalam. Dalam tatapan sahabatnya itu, ia bisa merasakan betapa beratnya beban yang ingin diangkat. Yoongi tidak tega menolak permintaan itu. Dia menghela nafas panjang, mencoba menenangkan detakan jantungnya yang berdebar.

“Baiklah, aku akan menemanimu menemui Taehyung,” ujar Yoongi, suara seraknya mencerminkan ketidaksabarannya.

Mereka berdua terdiam sejenak, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Jungkook menoleh ke arah jendela, memperhatikan langit yang masih gelap. Bintang-bintang berkilauan tampak seperti sisa-sisa harapan yang tersisa, namun fajar masih enggan menampakkan wajahnya. Seolah langit pun merasakan kegelapan yang menyelimuti hati Jungkook—gelap yang penuh rasa bersalah dan ketidakberdayaan.

“Aku ingin meminta maaf, mengakui kesalahanku padanya,” suara Jungkook lirih, terhambat oleh rasa menyesal yang menggerogoti jiwanya. “Aku harus meminta maaf sebelum semuanya terlambat.”

Shadows of Reflection [revisi] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang