23 : A Love Unyielding

366 45 3
                                    

Hari itu, langit mendung seperti turut berbagi duka, seolah ikut merasakan kehampaan yang menyelimuti hati mereka yang hadir di pemakaman Taehyung. Tanah basah, udara dingin, dan aroma tanah yang bercampur dengan embun pagi memberikan nuansa sunyi yang mendalam. Di bawah langit yang kelabu itu, Yerin berdiri, tubuhnya goyah di samping Jimin, seperti pohon muda yang diterpa angin kencang. Wajahnya pucat, matanya bengkak oleh air mata yang tidak kunjung surut.

Semuanya telah berkumpul. Jimin, Jungkook, Yoongi, Hoseok, Namjoon, Perawat Seokjin, serta beberapa perwakilan guru dan murid dari SMA Gyeonghwa datang untuk memberikan penghormatan terakhir. Kim Taehyung, sosok yang dahulu hadir dengan semangat dan senyum yang begitu hangat, kini terbaring dalam damai. Kematian datang seperti badai yang tidak terduga, merenggutnya dari kehidupan dengan cepat, meninggalkan kehampaan yang tidak bisa diukur kata-kata.

Suara doa-doa terdengar lirih, seperti bisikan angin yang berlalu di antara pepohonan. Setiap orang yang hadir di sana memendam rasa kehilangan yang begitu mendalam, namun tidak ada yang lebih tersayat dibanding hati Yerin. Kehilangan ini terasa lebih menyakitkan baginya, karena setelah orang tuanya, setelah kakaknya, kini Taehyung—sosok yang begitu dekat dengan jiwanya—pergi meninggalkannya. Seperti pohon tua yang dahan-dahannya dipangkas satu per satu, Yerin merasa kehilangan satu lagi bagian dirinya.

Di depan makam Taehyung, Yerin menatap foto pria itu yang dipajang dengan rapi. Di sana, Taehyung masih tersenyum, senyum yang dulu selalu ia pandang dengan rasa kagum. Senyum yang mengalirkan kehangatan, seolah mampu menembus dinding hati yang paling beku. Namun kini, senyum itu hanyalah kenangan yang tertinggal di balik lensa kamera, tidak lagi bisa ia lihat, tidak lagi bisa ia rasakan secara nyata.

"Jimin," bisik Yerin dengan suara gemetar, "aku... Tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Seakan-akan duniaku ikut mati bersama Taehyung."

Jimin menatapnya dalam diam. Dalam hatinya, ia pun merasakan kesedihan yang sama. Namun, sebagai sahabat yang selalu berdiri di sisinya, Jimin tahu, kali ini Yerin membutuhkan seseorang untuk menopang dirinya yang rapuh. Dengan lembut, ia merengkuh bahu gadis itu, memberikan kehangatan meski sekecil apapun.

"Tidak ada kata-kata yang dapat menggantikan kepergiannya, Yerin," jawab Jimin dengan suara yang dalam. "Namun, dia tidak pernah benar-benar pergi. Selama kenangan itu hidup dalam dirimu, Taehyung masih ada. Dalam setiap langkah yang kamu ambil, dalam setiap ingatan yang kamu jaga, ia tetap bersama kita, dalam bentuk yang berbeda."

Seketika, langkah Jungkook mendekat. Ia berdiri di samping mereka, memberikan isyarat kepada Jimin untuk menyerahkan Yerin padanya. Jimin mengangguk pelan, dan perlahan-lahan ia memundurkan diri, memberi ruang bagi Jungkook. Dengan tenang, Jungkook merangkul bahu Yerin, mencoba memberikan sedikit rasa aman di tengah badai emosinya.

“Yerin, menangis tiada akan mengubah takdir,” ucap Jungkook lembut, suaranya terdengar seperti desiran angin yang menenangkan. "Taehyung tidak akan suka melihatmu seperti ini. Kepergiannya adalah bagian dari jalan yang telah digariskan, jalan yang tidak pernah kita pahami, namun harus kita terima."

Yerin terdiam mendengar kata-kata itu. Ia menunduk, membiarkan air mata terakhir jatuh ke tanah. "Aku tahu, Jungkook. Aku tahu... tapi perih ini begitu nyata. Rasanya seperti ada bagian dari diriku yang ikut hilang bersama dirinya. Bagaimana bisa aku melanjutkan hidup ketika orang-orang yang kucintai selalu pergi?"

Jungkook menarik nafas panjang, menatap langit yang kelam, lalu menundukkan kepala di samping Yerin. Ia merasakan perasaan yang sama—sebuah kehampaan yang tidak bisa diisi. Namun dalam kesedihan itu, ia memahami bahwa hidup adalah tentang kehilangan, dan kehilangan adalah harga yang harus dibayar untuk mencintai.

Shadows of Reflection [revisi] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang