03 : Love at First Sight

17.2K 2K 71
                                    

Iya. Gue penganut paham Love at First Sight. Apalagi situasi kondisi dan toleransi (puhleez jangan disingkat) sangat mendukung untuk momen itu. Ak-hir-nya, akhirnya ya Tuhan, gue merasakan degupan jantung gue yang menggila. Angin yang juga berembus dan membawa aroma bunga mengelilingi gue, persis seperti adegan di drama korea yang gue tonton ketika menggambarkan orang yang kasmaran. Menciptakan parfum alami yang membuat rasa gue melejit lejit nggak terkontrol. Gue masih terpana dengan pangeran yang jatuh di depan gue. Caranya tersenyum yang kemudian berubah menjadi tawa kecil --ketika si kucing oren nggak tahu malu berlari sambil mengeong seolah terhinakan-- membius gue.

Dia lalu berdiri. Menepuk nepuk celana denim sobek sobek yang dia gunakan. Berusaha membersihkan kain berwarna dark blue itu dari tanah yang menempel. Mau gue bantuin nggak mas?

"Apa lo bilang?"

Ups. Sepertinya secara nggak sengaja menyuarakan pikiran gue. Wajah gue terasa panas. Apalagi ketika si pangeran menaikkan sebelah alisnya dan menatap langsung ke gue.

"Lo tadi bilang apa?" ulangnya lagi dengan senyum miringnya.

"Eh itu. Anu." Gue mulai gelagapan.

"Anu gue kenapa? Jangan bilang anu biji gue pecah. Sial banget dua hari berturut-turun dua cewek doain pusaka gue kenapa-napa!"

Hah?

"Lo jangan cengo gitu bisa nggak? Gue paling kesel liat cewek bego depan gue."

Hah?

"Jangan hah huh hah doang. Lo kira lagi niup keong?"

Maksudnya apaan sih?

Si pangeran berdecak kesal. Tangannya dia lipat di dadanya yang bidang. Kaos berwarna hitam fit body mencetak otot-otot sekal di lengannya dan membuat gue menelan ludah tanpa sadar.

"Lo jurusan apa?"

Gue berusaha menatap ke arah wajah tampannya alih-alih masih terpesona dengan badan dan lengannya yang aduhai. Tapi ya Tuhan, wajahnya juga sama-sama nggak nguatin sama seperti badannya. Rahangnya yang terpahat kokoh terlihat manly banget. Mata hitamnya sempurna banget dengan alis lebat dan hidung mancungnya. Bibirnya, ya ampun bibirnya itu loh kayaknya enak banget buat dicium-cium.

"Lo gagu ya?"

"Akuntansi Kak!" Jawab gue lantang layaknya serdadu yang akan berperang.

"Nah gitu jawab. Itu bibir bukan pajangan aja kan?"

"Bukan Kak. Bisa dipakai buat ciuman juga kok," jawab gue yang sekarang lebih selow. Gue mulai bisa menguasai keadaan. Bersikap kaku nggak akan bisa dipakai untuk memikat sang pangeran.

Eh tapi... penampilan gue saat ini adalah penampilan terburuk gue selama sejarah kuliah di Satria. Mami, Kayara pengen nangis.

Si pangeran yang sampai saat ini belum gue tahu siapa namanya lalu maju selangkah. Tingginya sekitar seratus tujuh puluh sentimeter atau mungkin lebih. Jelas lebih tinggi dari gue karena gue cuma seratus enam puluh senti. Dia menunduk. Matanya tajam menatap gue.

"Coba tadi ulangi, lo bilang apa hah?!"

Gue tersentak. Mami, Kay dibentak orang nggak dikenal. Huhu.

Mata gue otomatis berkaca-kaca. Meski posisi gue menengadah agar gue bisa melihat langsung ke arah matanya, gue nggak bisa menghentikan laju air mata yang mengalir.

"Huwaaaa," teriak gue sebelum menutup wajah dan berjongkok. Sudah pasti maskara gue rusak. Make up gue, meskipun water proof, juga bisa dipastikan akan mengalami kerusakan.

Gue bukannya takut. Gue cuma terkejut karena nggak biasa dibentak seperti ini. Dan gue malu, malu karena refleks menangis seperti ini.

"Woi Genta! Lo apain anak orang!"

Oh jadi namanya Genta. 

"Gue nggak apa-apain! Suerrrrr!" suara si pangeran menjawab tampak tidak nyaman. Kalau begitu, sekalian saja. Gue kerasin suara tangisan gue sampai beberapa orang mendekat. Gue tahu karena merasa ada langkah-langkah yang mendekat ke arah gue. Suara langkah yang kuhapal banget karena terkesan berat juga ikut mendekat. Bagus. Cecep akhirnya sadar juga ninggalin anak orang sembarangan.

"Kay. Lo kenapa?" tanyanya dengan meninggalkan gayanya yang agak melambai. Dia jadi lebih agak, uhm, maskulin?

Gue meregangkan sedikit jemari gue. Mengintip situasi dan menilai apa benar cowok yang bertanya dengan maskulin benar-benar si cecep marucep. Gue merasa bahagia ketika melihat wajah Genta sang pangeran terlihat bersalah. Lirikan dan tatapan orang-orang yang berkerumun juga terlihat banget menyalahkan Genta.

Ya gimana ya, meski dia jelmaan Prince Charming, tapi Kayara tuh nggak bisa diginiin!

Setelah memastikan bahwa itu memang si kuda nil, gue melemparkan diri ke dia. Menyembunyikan muka berantakan gue dari khalayak umum.

"Huweee... Ceceeeep," sembur gue keras alih alih gue lalu berbisik, "Bawa gue ke toilet sekarang. Make up gue berantakan!"

Cecep mengangguk cepat. Mengambil jaket dari ranselnya dan menutupi kepala dan punggung gue sembari menuntun gue ke tempat teraman di dunia bagi kaum wanita.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.













Gelaaaa...
Gue triple update.
Wkwkwkwkwkwkwk.

Siapa yang bener nebak Genta hayoooo? 😍

Sekali lagi promosi.
Baca yaa:
TWIRLING BY bebeklucu
ROCKING BY JulieHasjiem

Comentarnya jangan pelit-pelit!
Yang belum follow, segera follow yaaa...
MUACH 😘

RUMBLINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang