Hadir dalam diam itu menyakitkan, cinta dalam bisu itu menyusahkan. Tapi, kesan cinta dan takdir jauh berbeda. Kita bisa mencintai siapapun tapi kita tidak tahu takdir kita atasnya. Mungkin kini memang saatnya menguji kesabaran. Masa indah atau buruk adalah kewajiban dari sebuah kebidupan yang harus ditempuh.
-Vriski Arwalginov-
Matahari yang tenggelam perlahan saat itu begitu tenang, Langit jingga terlihat dari jendela angkot yang berwarna biru. Lalulintas kota yang semakin sepi, aktivitas orang disebrang jalan kian usai, lampu-lampu kota perumahan mulai dinyalakan, karena pencaran sinar sang surya yang mulai meredup. Hawa dingin senja mulai menyentuh kulit para manusia penikmat matahari tenggelam.
"Kiri bang," Kalla menghentikan jalan angkot yang dinaikinya "Wan, Kalla duluan ya?"
"Yoai" Angkot itupun mulai berjalan, dengan pandangan Wawan yang masih mengarah pada Kalla.
Tak lama kemudian si supir menghentikan laju angkotnya di depan sebuah pusat perbelanjaan, untuk mengangut penumpang lain. 2 anak remaja perempuan yang masih berseragam menaiki angkot tersebut, mereka duduk tepat di depan Wawan, lalu supir pun kembali menancapkan gasnya.
"Yaampun..kasep pisan si aa" terucap dari salah satu mulut anak remaja yang duduk di depan Wawan.
Mendengar itu Wawan hanya diam seolah tak ingin di puji, remaja itu kembali melanjutkan "Pasti si aa orang kaya nyaa? Glowing pisan kulitna"
"Tut, diem atuh" teman yang disampingnya juga geram mendengar pujian yang tidak seperti memuji. "Biarin atuh, jarang ngeliat naon? Namanya apa tuh? Emm.. cogan, naik angkot"
Wawan menghela nafas panjang."njir,kok kaga nyampe-nyampe dari tadi. Sabar Wan sebentar lagi" gerutunya dalam hati yang mulai tidak betah dengan 2 remaja itu.
"Ihh, si aa napas we dah kasep" sambil mengeluarkan ponsel dari tas yang dibawanya. Kemudian membuka kamera yang ada di ponselnya itu 123...ckrkk si supir melewati polisi tidur dengan laju yang tidak biasa sehingga membuat ponsel wanita yang sedang memotret Wawan terjatuh.
Sedangkan Wawan yang sadar dirinya dipotret, sudah sangat tidak sabar untuk turun "akhirnya sampe jugaa..." Ucapnya lega dalam hati. Bergegas turun dari angkot dan memberika bayaran pada si supir "gede amat duitnya, kagak ada uang kecil aja?"
"Udah buat abang aja" Langsung pergi meninggalkan angkot.
Sementara 2 remaja yang masih di dalam angkot, "ahhk kan fotonya jadi gini. si abang kalo nyetir yang bener dong!" Protes remaja rewel itu tidak ditangapi oleh si abang supir yang fokus menyetir.
"Makanya Tut, jangan asal motret orang gitu. Orangnya ga nyaman tau, mana suaranya kenceng banget. Malu-maluin kamu Tut" Sahut temanya, yang merasa malu mempunyai teman yang gila akan cogan.
"Terserah kamu lah, tapi fotonyaaa... Masa kaya gini?"
"Coba liat" melirik ke arah ponsel si Tuti, Kemudian tertawa dengan terbahak-bahak "Bagian paling penting teu kepotret, meni go*log"
KAMU SEDANG MEMBACA
Linear JARAK
Novela JuvenilIni bukan tentang MATEMATIKA Tapi, cerita tentang dia dan aku yang tak tahu akan bersatu atau membiarkan hubungan kita begitu saja. Mungkin bersatu tapi bukan sebagai pasangan? Ini bukan menyalahkan takdir, sekali lagi BUKAN!! malah aku ingin mener...