•EG 24

63 6 0
                                    

Seperti yang direncanakan tadi, mereka berdua menonton film horor di rumah Javier. Tentu mereka tidak menonton berdua, teh Iyah ikut menonton filmnya pada satu jam terakhir karena pekerjaannya yang telah usai.

Ditengah berjalannya film, Exie merasa haus karena disediakan pop corn tanpa minum. "Teh aku haus, tolong ambilin minum dong," pinta Exie sopan.

"Ah embung, neng ambil sendiri aja. Teteh mah teu wani, lagi tegang kieu, (ah ga mau, mba ambil sendiri aja. Saya mah ga berani, lagi tegang gini)," tolaknya membuat mata Exie melebar.

Yap, asisten di rumah Javier menolak saat dimintai tolong oleh Exie. Berbanding terbalik dengan Exie yang pasti akan marah jika menjadi majikan teh Iyah, Javier justru mengambil alih tugas tersebut. Dia mengambil 2 gelas air mineral dengan ukuran gelas yang cukup tinggi.

Saking menikmati alur filmnya, teh Iyah tidak menyadari bahwa Javier dan Exie sudah pergi dari ruang televisi untuk merencanakan kejahilan yang sudah jarang dilakukan bersama. Setelah selesai berdandan menyerupai pocong, Exie kembali duduk di belakang teh Iyah dan Javier siap berdiri dekat saklar untuk menambahkan hawa ketegangan.

Bersamaan dengan backsound film yang membuat tegang, Javier memainkan lampunya dan Exie meniup tengkuk leher teh Iyah. Pemanasan suasana tegang itu berlangsung sampai scene jump scare pada film disertai tawa Exie yang melengking membuat teh Iyah menoleh dan terkejut.

"Aduh aw, ampun teh Iyaah ini Exie," erang Exie karena teh Iyah yang tak kunjung berhenti memukulinya.

"Kalakuan sia mah jiga belis! (Kelakuan kamu mah kaya iblis!)" Umpatnya membuat Exie dan Javier makin tertawa puas.

"Astagfirullah teh, teu sae kasar kitu," goda Exie yang sudah melepas mukena putih milik mamah Javier.

***

Setelah berganti seragam olahraga, seluruh manusia penghuni X MIPA 4 berjalan menuju lapangan utama sesuai perintah ketua kelas yang baru. Dengan kemalasan tingkat akut, Eliza terus berjalan sambil bergelayutan pada lengan Exie yang anehnya tidak menolak. Sang ketua kelas sudah memimpin pemanasan dengan berlari dua kali mengelilingi lapangan utama Branz yang luasnya sama dengan luas standar internasional lapangan sepak bola.

Walaupun hanya sebagian kecil yang benar-benar berlari dua kali mengelilingi lapangan dan sebagian besar hanya berlari satu setengah kali, itu cukup membuat mereka kompak ngos-ngosan.

"Ya jadi rakyat gue yang tercinta, semalem gue dichat bapak Jaya tampan. Katanya hari ini doi kaga masuk-" belum selesai si ketua kelas berpidato, umpatan-umpatan sudah keluar dari mulut-mulut kotor dan penuh dosa.

"ANYIIING."

"MONYET SIA."

"NGAPAIN TADI PEMANASAN KOPLOOOK."

"Haters angkat kaki sono ah bacot ba— WOI JANGAN BUBAR BENERAN ANJEEENG INI ADA TUGAS DARI PAK JAYA." Zach yang kini menjadi ketua kelas heboh sendiri karena semua temannya benar-benar pergi dari lapangan.

Melihat mantannya yang idiot kini menjadi ketua kelas, Exie hanya bisa memutar bola mata malas dan mendekat.

"Share tugas di gc kelas," ucap Exie dengan ekspresi datar.

"Ga kepikiran njir," balas Zach dengan wajah idiotnya seperti biasa.

Lagi-lagi Exie memutar bola matanya dan menarik lengan Eliza untuk pergi menuju kelas "Makannya punya otak dipake."

Saat istirahat kedua, kakak kelas OSIS datang menghampiri Zach yang notabenenya ketua kelas untuk menyerahkan hasil seleksi OSIS yang dilaksanakan 2 minggu lalu. Exie terkejut saat Zach membacakan namanya diantara 9 teman seangkatannya yang terpilih menjadi OSIS.

"WOE ANAK DAJJAL, LU KEPILIH JADI OSIS DONG ALIG." Eliza heboh menepuk-nepuk pundak Exie yang menyesal sudah melampiaskan kegabutannya dalam bentuk mengikuti seleksi OSIS.

Dalam waktu dan tempat yang bersamaan, Sekar mengumpat karena tidak terseleksi sebagai OSIS.

***

Pukul 5 sore ini Exie berada di rumah Javier untuk membantu mengerjakan tugasnya yaitu membuat makalah PPKn. Seperti biasa, Exie bertugas mengetik dan Javier membacakan artikel yang harus diketik agar cepat selesai. Tak sampai 1 jam, 10 lembar makalah sudah siap cetak dan dikumpulkan.

Setelah sholat maghrib berjamaah, Javier mengobrol ringan dengan Exie di ruang tv sambil memutar film bergenre romance yang sebenarnya tidak ditonton oleh mereka berdua.

"Gimana caranya deketin cewe?" Tanya Javier tiba-tiba membuat Exie hampir tersedak permen kapas yang entah dari mana datangnya.

"Cielah gayanya mo deketin cewe. Emang masi suka cewe lu? Bukannya elu gay ya?" ledek Exie membuat Javier mendelik.

Setelah menyeruput coklat dinginnya Exie berkata, "deketin cewe mah gampang. Ajak jalan, terus lu bikin doi ketawa. Nah pas si cewe ketawa lu acak rambutnya. Pasti baper si."

"Kenapa gue kudu ngacak rambutnya?"

Exie memutar bola mata malas, "ni gua kasih tau. Cewe emang aneh, yang diacak rambutnya yang berantakan hatinya."

Javier mengangguk mendengar penjelasan Exie. Tak lama kemudian ia mengacak rambut Exie sampai Exie tampak seperti singa yang baru bangun, "oo jadi sekarang hati lo lagi berantakan ni?" Tanya Javier disela-sela tawanya.

"KAGA RAMBUT GUA JUGA YANG DIBERANTAKIN ANJENG. INI MAH BUKAN PERASAAN YANG BERANTAKAN TAPI EMOSI GUA YANG BERANTAKAN." Exie berteriak sambil berusaha mencekik Javier yang kini sudah berlari menuju dapur untuk meminta perlindungan dari teh Iyah.

"TEH IYAAAH AWAS ADA INDUK GORILA NGAMUK," ujar Javier berteriak sembari bersembunyi di balik badan teh Iyah yang sedang memegang panci panas berisi mie instan.

Javier terus memegangi kedua pundak teh Iyah dan mengarahkannya untuk menghalangi Exie yang bernafsu menerkamnya. 

Entah bagaimana caranya, teh Iyah mendamaikan mereka berdua. Kini mereka berdua sudah tertawa bersama lagi sambil memakan pop corn caramel yang baru sampai diantar ojek online.

Javier tiba-tiba saja menyikut lengan Exie, "kata lo tadi gue kudu ngajak gebetan jalan kan?"

Exie hanya mengangguk dengan pandangan fokus menatap layar kaca.

"Ya udah besok kita jalan." Kalimat yang diucapkan Javier tadi membuat Exie seperti tersetrum tegangan listrik yang besar.

"Hah? Elu—" Exie dengan ekspresi cengonya menunjuk Javier dengan telunjuknya lalu menunjuk diri sendiri.

Tak lama kemudian Exie mengubah ekspresinya menjadi tertawa, "oo gua paham. Lu mau latian jalan ama cewe biar kaga gerogi pan? Bah anjer gua kira lu naksir ama gua," sambungnya diikuti tawa renyah.

"Aman bos ku. Gua mah selalu ada buat elu," lanjut Exie masih dengan tawa renyahnya tak menyadari Javier yang sedang tersenyum dengan menatap kosong Exie.

***
Kalau suka tinggalkan jejak, jika tidak silahkan beranjak

Exie GiovankaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang