9. Bayangan

2.1K 144 3
                                    

Aku tidak biasanya mengantuk cepat seperti ini. Baru saja jam sembilan malam, namun mataku rasanya sudah sangat berat. Ditambah suasana yang sangat mendukung untuk tidur. Haduh, pengin deh langsung kabur dan pesen go-car tapi bisa-bisa malah jadi masalah baru.

   Setelah datang untuk menjemputku jam enam sore tadi, Pak Arden terus diam. Jelas saja suasana di antara kami jadi sangat canggung. Terutama selama satu jam perjalanan Evyna tertidur di belakang. Mau tidak mau aku harus menikmati suasana canggung ini.

   Sesekali aku menghela napas, asal membuka ponsel, atau bahkan yang paling berani adalah melirik ke arah Pak Arden, beliau kerap kali menghindari kontak mata denganku. Bahkan ketika hendak melihat kaca spion di sisi kiri ia sebisa mungkin melakukannya dengan cepat agar tidak bertatap mata denganku.

   Bisa dibilang ia semacam membuang keberadaanku di sana, benar-benar manusia paling aneh di dunia ini. Dia yang memaksaku datang, dia pula yang membuang keberadaanku. Ingin sekali aku menampar kedua pipinya kemudian berteriak di depan kedua matanya yang kerap menghindari aku;

   "Aku ini apa?"

   Kalau ia ingin aku sebagai patung yang hanya duduk manis maka aku tidak bisa menempati posisi itu, tapi kalau-

   Hm, kalau apa, ya?

---

Sesekali aku berusaha untuk mengejar langkah Pak Arden yang sangat cepat. Aduh, om-om kepala tiga ini tidak ada niatan untuk melambat sedikit untuk meringankan bebanku apa? Selama kurang lebih empat jam ini ia mengabaikan aku dengan dingin, apa jangan-jangan ia juga berniat untuk meninggalkan aku di sini?

   Wah, apa jangan-jangan sebenarnya ini modus penculikan terbaru? Kakak dan Pak Arden bekerja sama untuk menggodaku agar aku lengah dan mereka bisa menculikku kemudian menjual organ tubuhku. Setelah itu Kakak akan mencari pelaku jadi-jadian untuk dituduh dan pura-pura menagis di depan Mamih!

   Aku memutuskan untuk menghentikan langkah kakiku, sejujurnya aku agak sedikit menduga kalau Pak Arden akan terus melangkah acuh tak acuh namun ternyata ia ikut berhenti dan berbalik padaku.

   Pandangan yang sangat surgawi!; pria tinggi dengan kedua bahu lebar dan kokoh, dada bidang di bawah balutan jas hitam dengan dasi panjang yang pas bertemu dengan celana hitam yang terpasang rapih di pinggang. Kedua bola mata biru tua nyaris hitamnya menatap ke arahku dengan keheranan, rambut yang disisir rapih ke belakang, namun semua itu tidak ada apa-apanya dibandingkan pesona ketika ia menggendong Evyna yang sedang tertidur dalam pelukannya! Benar-benar hot daddy that anyone would have ask for!

   "Kenapa?" Tanyanya merasa tak bersalah.

   Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha untuk memberanikan diriku mengeluarkan sedikit uneg-uneg. Namun nyatanya kesempatanku hilang ketika aku hendak menjelaskan salah seorang teman kerjanya mendatangi kami untuk menyapa Pak Arden.

   "Evening, Arden!" Sapa pria yang sangat jelas asalnya hanya dari perawakan serta aksen bicaranya; Inggris.

   "Evening, Adam." Jawab Pak Arden tampak tak begitu senang dengan kehadirannya. Tiba-tiba saja ditengah kebingunganku Pak Arden merangkul pundakku dan mendekakan tubuhnya dan tubuhku.

   Pria yang disapa dengan nama Adam ini terkekeh kecil, "How's life? Sudah lama kita tidak bertemu, begini cara kamu menyapa Saya?" Aksen pria ini sangat kental, aku nyaris tidak mengerti bahasa indonesianya.

Ninetynine of Hundred Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang