3. Mimosa [Rapuh]

47 29 12
                                    

Hari ini, 2 April. Queen kembali bekerja di club seperti biasa. Ia masih memikirkan sosok yang kemarin malam tak sengaja ia tangkap. Sedari jauh, ia memerhatikannya secara mendetil dan kenyataannya benar. Objek itu adalah pengharapannya yang masih berlanjut bahkan setelah tiga tahun berlalu. Objek yang diyakininya bernama Athala adalah sahabat sekaligus kekasihnya dulu, sesaat sebelum Athala menghilang entah ke mana.

Semalam tanpa sengaja Athala juga menangkap sosok Queen. Namun, Queen terlanjur keluar dari mini market itu. Queen yang pada saat itu terkejut pun menjadi keluar begitu saja dan melupakan apa yang ingin ia beli di sana. Bila saja ia tidak pengecut, ia pasti sudah kembali bertemu dengan bintang jatuhnya, tapi Queen segera sadar dan menjauh. Mereka berada di tingkat yang sudah berbeda.

“Athala...,” Queen bergumam lirih.

“Siapa Athala?”

Queen menoleh dan mengusap dadanya perlahan. Suara itu cukup untuk mengejutkannya lagi. “Rama!” teriak Queen, sedikit kesal, sedangkan Rama mengambil tempat di sebelahnya. Tatapan matanya meminta penjelasan lebih lanjut.

“Percuma. Diceritakan pun kau tak akan tahu.”

“Justru itu aku penasaran. Siapa Athala? Adikmu?”

Queen menggeleng. Haruskah ia bercerita tentang Athala pada Rama? Queen berpikir sejenak. “Kau bisa beri jaminan apa agar tidak buka mulut?”

“Aku? Tentu saja jabatanku.”

“Bukannya jabatanmu memang sudah dipertaruhkan semenjak kau menginjakkan kakimu di sini?”

Rama tertawa, menambah 20 persen ketampanannya. Queen melirik dan tesenyum manis.

“Hancur sekalipun aku tak peduli asal aku bisa bersamamu, Queen.”

“Sudahlah. Aku serius.”

Rama mengerti. Mode yang saat ini harus ia pasang adalah mode serius. Jadilah ekspresi wajah Rama menjadi jauh lebih tenang dari sebelumnya.

“Athala adalah sahabatku sejak kecil saat masih di desa-”

“Kau dari desa? Luar biasa.”

Queen memukul perlahan paha Rama. Queen protes karena Rama memotong ceritanya seenak hati. “Jangan memotong atau aku berhenti,” ujar Queen memperingati dan Rama pun mengangguk paham.

“Athala adalah putra seorang guru di desa terpencil kami. Berkat Athala aku bisa membaca dan menulis. Aku juga mendapat sedikit banyak pengetahuan darinya karena aku tidak bisa bersekolah layaknya Athala.” Queen meneguk cocktail di hadapannya. Ia melirik Rama yang masih senantiasa mendengar dengan saksama.

“Athala adalah jembatan antara diriku dengan ilmu itu sendiri. Meski tidak sebanyak yang ia dapat, aku sangat berterimakasih padanya. Tapi-” Queen menggantungkan kalimatnya, matanya tampak sayu dan lelah. Rama menggenggam erat jemari milik Queen. Ia mencoba menguatkannya.

“Tapi Athala jugalah yang menjadi sumber lamunanku. Ia meninggalkanku entah ke mana di hari di mana nenekku meninggal. Meski begitu, Athala akan selalu memiliki tempat yang istimewa di hatiku.”

“Kau menyukai pria bernama Athala itu?” Rama memaksakan diri untuk bertanya. Ia menunggu bibir mungil itu membuat suara.

“Athala adalah sahabat sekaligus kekasihku. Athala Rizqi Permana.”

“Athala yang itu? Kau... yakin?”

Queen mengangguk membenarkan. Bintang harapannya telah kembali. Athala yang sekarang mungkin tidak akan mau menemuinya barang sedetik.

***

Aktivitas Queen telah kembali seperti biasa. Ia memakai rok maxi dan atasan sabrina. Ia juga memoleskan make up tipis pada wajah cantiknya. Kala itu ia memang tersenyum saat menyambut pelanggan, tapi sebenarnya itu semua ia lakukan tanpa hati.

Madam Shu meminta Queen menemani salah satu pelanggannya. Hanya menemaninya mengobrol di tengah-tengah ingar bingar suara dentuman musik.

Seperti biasa, Queen melayani dengan penuh senyuman sekurang ajar apa pun pelanggannya. Ia akan bersikeras mencoba memperingati dengan cara yang sopan. Namun, sepertinya pelanggannya kala itu sudah terlalu kurang ajar. Itu semua terlihat dari wajah Queen yang memerah dan mata yang berkilat marah. Satu pukulan melayang dan Queen terperangah. Pelanggannya tampak marah. Ia memegang pipinya yang baru saja dipukul oleh Queen. Pria itu menyeringai dan menjambak rambut Queen.

“Berani kau!”

Semua perhatian mengarah pada Queen dan pria itu. Queen meringis kesakitan. Rambutnya seperti mau terlepas dari kulit kepalanya. Ia menatap iba, memohon ampun pada pelanggannya dan menjelaskan bahwa ia hanya tak sengaja memukul.

“Lepaskan! Kau dilarang masuk ke club milikku lagi.”

Madam Shu mendorong kasar pria di hadapannya dan menyuruh ajudannya menyeret paksa pria itu keluar serta memperingatkan agar pria itu tidak bisa masuk ke sana lagi. Memang betul, Madam Shu menaruh perhatian lebih kepada seluruh pekerjanya, terutama yang dilecehkan. Queen menangis, matanya memerah dan berubah sembab. Ia memeluk Madam Shu dan berterimakasih. Madam Shu hanya memeluk dan mengusap punggungnya perlahan.

Tak jauh, Athala memperhatikan. Ia memicingkan matanya dan menajamkan pendengarannya. Athala telah mengamati sejak setengah jam yang lalu. Saat Queen keluar dan berbincang dengan pria kurang ajar tadi. Athala telat sepersekian detik. Bila tidak, pria itu sudah pasti habis babak belur olehnya. Tak lama ia melihat sosok pria lain mendekat dan menggendong Queen dan berlalu begitu saja ke luar club. Athala tidak ingin berprasangka. Oleh karena itu, Athala menghampiri Madam Shu dan mengajaknya berbincang.

“Jadi, ingin berbicara apa anak muda?”

“Gadis tadi yang terlibat perkelahian, siapa namanya?” Madam Shu melirik dari atas ke bawah. Ia tersenyum ramah.

“Kenapa penyanyi yang sedang naik daun sepertimu menanyakan hal itu? Posisimu bisa terancam bila tercebur ke sini.”

“Biar menjadi urusanku. Gadis itu apakah Zevanya Putri Zanqueen?”

Madam Shu terkejut. Ia menatap mata legam Athala dengan serius. Queen tidak diberikan ke sembarang orang, Queen hanya menemani pria muda dan jumlahnya terbatas sekali, tapi Athala ini tahu tentang Queen. Sepertinya Athala bukan orang asing bagi Queen.

“Iya. Gadis itu anak kesayanganku. Kau ingin dilayani olehnya? Maaf saja, tidak bisa. Queen hanya bermain dengan Rama dan selebihnya hanya diizinkan untuk menemani tamu yang ingin berbincang sambil minum.”

“Tak masalah. Aku hanya ingin ditemani minum olehnya. Besok tanggal 4 April. Buatkan aku janji di atas siapa pun. Aku bisa membayar berapa pun yang kau minta. Dan sediakan ruangan. Aku ingin pembicaraan ini menjadi hal pribadi diantara kami.”

To be Continue

Suka? Vote dan Add Library
Kritik, saran, typo ? Komen

See on the next chapter!
Bubye~

1 APRIL : Queen-Athala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang