BAB 2

1.2K 76 5
                                    

"Besok hujan. Hati-hati, gue lihatin lo dari belakang."

"Sal. Jangan mikirin gue. Nanti makin cinta guenya, lo yang bahaya."

Kesadaran merenggut semuanya. Dia mendesah pelan memperhatikan sekeliling. Sepertinya ia tertidur setelah tadi berdebat dengan laki-laki yang duduk di sampingnya ini.

Tanpa kata ia bergegas keluar mobil. Tak di sangka Allan juga melakukan hal yang sama. Pria itu memberikannya sebuah totebag kecil berisi jaket dan payung sembari berkata,

"Kabari saya kalau kamu pulang."

Perempuan itu menatap benda yang diulurkan Allan untuknya tanpa sedikitpun berniat mengambilnya.

"Ambilah, besok sepertinya akan hujan. Kamu harus menjaga kesehatan."

Ia merasakan jantungnya bagai di remas. Kepalanya mendadak pening. Tubuhnya mundur dengan linglung sampai hampir jatuh kalau saja Allan tak sigap memegangi pinggangnya.

"Ada apa? Kurang sehat, em?"

Mengangkat telapak tangan memberi isyarat bahwa ia baik-baik saja sambil melepaskan tangan Allan dari tubuhnya.

"Bisakah... Bisakah kamu menjemputku?"

Allan menatap tunangannya agak terkejut. Pasalnya ini kali pertama tunangannya itu membuat permintaan.

"Baiklah lupakan. Kamu orang sibuk, aku melupakan itu," sambungnya lagi. Ada nada sarkas yang terselip di sana. Membuat Allan bergeming di tempat sementara gadis itu sudah melangkah memasuki rumah sakit.

Malam ini keadaan rumah sakit tidak terlalu terkendali. Beberapa perawat hilir mudik dengan langkah tergesa. Jumlah pasien semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Satu jam lalu berita duka menyelimuti tanah air. Ledakan bom yang cukup besar terjadi di ibu kota. Sampai saat ini korban jiwa terus bertambah karena bom meledak di sebuah pusat perbelanjaan yang ramai.

"Lo selesai?" Dira berlari ke arahnya yang baru saja keluar dari ruang operasi.

"Ikut gue!"

Ia berlari mengikuti Dira. "Seberapa parah?"

Dira menjelaskan bagian-bagian penting dari luka korban sambil terus berlari.

Tiba di ruang operasi, keduanya langsung berdiri di posisi masing-masing. Tangan-tangan terampil itu dengan cekatan menangani seorang wanita paru baya yang kondisinya sudah sangat parah. Satu setengah jam berlalu sampai mereka bisa menghembuskan napas sedikit lega. Operasinya lancar.

"Tekanan darah normal," lirihnya.

"Good job, Fa."

"Kamu juga."

Keduanya melempar senyum menenangkan.

Ada 40 korban yang di dominasi oleh luka parah. Pukul 4 pagi semuanya sudah di tangani. Media massa tidak sedikitpun memberi cela. Mereka setia memenuhi kawasan rumah sakit untuk mencari informasi.

Ia memilih duduk di kursi depan kamar pasiennya tadi setelah dipindahkan dari ruang operasi karena keadaan sudah cukup membaik. Sekarang tinggal tubuhnya yang minta diperhatikan. Terasa seperti akan copot satu persatu.

"Selain bikin kesel, lo pinter banget bikin orang khawatir ya! Berhenti jalan sendirian malam-malam, can you?!"

"Berhenti ikutin aku."

Cowok itu mengambil ponselnya.

"Kamu mau apa?"

Usahanya meraih ponsel dalam genggaman cowok itu tak membuahkan hasil.

I'm Done 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang