“Orang itu sudah meletakkan jejak langkahnya di alur waktuku hingga sulit untukku menghilangkannya.”
***
DELIKAN tajam diberikan kepada Nadia oleh Husein, ketika perempuan itu tidak menjaga etika makan dengan sopan, alih-alih menggunakan sendok dan garpu yang sudah disediakan dia malah menggunakan tangan. Dia juga memandang lelah pada isterinya; Rahma yang juga meniru tingkah sahabatnya. Husein menghela napas berat, dia mungkin akan memaklumi jika mereka berada ditempat angkringan atau lesehan, tapi sekarang mereka sedang menghadiri acara dinner yang dihadiri banyak petinggi rumah sakit yang merupakan salah satu customer mereka.
“Astagfirullah, kalian nggak malu apa? Dilihatin banyak orang? Dilihatin klien kita? Pakai sendok dan garpu dong,” tegur Husein. Bersuara keras mengatasi musik klasik yang dimainkan dalam aula yang dihiasi ribuan lampu kecil.
“Sayang, kalau makan nggak pakai tangan nggak afdal. Lagian, kita kan orang Indonesia. Udah biasa pakai tangan.” Rahma membela diri. Napsu makannya terlihat banyak hari ini.
“Mumpung hari ini makanannya gratis, Sein. Udah deh jangan ngomel mulu, jarang-jarang kan kita menghadiri undangan VIP?” sahut Nadia pula dan dia menunjukkan piring ke Husein. “Lihat Sein, ini steak! Ini daging mahal. Beruntung banget kita mendapat tender buat mempromosikan rumah sakit mereka.”
Husein menggelengkan kepala. “Karena jarang-jarang dan ini adalah undangan VIP makanya kalian harus menunjukkan wibawa sedikit. Jangan rusak nama baik perusahaan kita.” Dia mendesis keras.
“Sayang! Kesederhanaan adalah daya tarik dari perusahaan kita, makanya rumah sakit ini menunjuk kita untuk membantu mempromosikan rumah sakit mereka! Dan itu selaras dan setujuan sama visi serta misi rumah sakit Halim yang ingin menolong orang-orang yang nggak mampu.” Rahma berkata dan membuat cengiran lebar di bibir Nadia, heran melihat Rahma sangat bijak hari ini. Pasti karena makanan enak yang tersaji di atas meja.
Husein menyerah menegur isteri dan sahabatnya, dia memilih mengedarkan mata ke penjuru ruangan. Di tengah aula terdapat panggung utama—di mana sekarang ada pertunjukkan musik klasik dengan beberapa orang memainkan biola—dan di depan panggung dipenuhi meja-meja bundar yang diduduki puluhan orang. Kebanyakan para lelaki mengenakan setelan jas dan perempuan mengenakan gaun. Memang dinner yang sangat berkelas dan hanya dihadiri oleh orang-orang penting.
“Lo sudah pergi ke rumahnya Dodit? Astaga, benaran Nad?” pekik kaget Rahma menarik perhatian Husien untuk menolehkan kembali kepalanya.
Nadia mengangguk. “Sudah dua kali. Tapi orangnya nggak ada. Lagipula dia tinggal di kontrakan. Bukan rumah sendiri. Di Jakarta, dia cuma seorang diri.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Terbaik Nadia [End]
روحانيات"Kamu membuatku hanya memiliki satu pilihan. Melepaskan kamu, itu yang bisa aku lakukan." - Nadia Humaira Nadia Humaira adalah perempuan yang terobsesi dengan penyempurnaan diri. Dia tidak mempercayai cinta walaupun umurnya sudah siap untuk menikah...