-; oublié

346 57 4
                                    

Yap.

Sudah satu bulan sejak operasi itu berhasil.

Corbyn sudah mengetahui tentang hal itu.

Sama seperti Jonah, dia marah namun menangis. Corbyn juga sudah mengetahui rencanaku bulan ini.

Mengenai Daniel, hubunganku dan dia baik-baik saja. Setiap bertemu kami saling bertegur sapa. Namun, ia selalu bersama dengan gadisnya tak kenal waktu.

Tadi kubilang hubunganku baik-baik saja kan? Ya, memang. Hanya baik-baik saja. Tak sebaik yang dulu. Tak sedekat yang dulu. Tak sehebat yang dulu. Ia bahkan tak pernah mengecek keadaanku. Tak pernah datang ke rumahku untuk bercerita tentang bagaimana keadaan hatinya. Tak pernah datang ke rumahku untuk mengajakku pergi keluar rumah dan menghabiskan waktu bersama seperti dulu lagi. Kurasa ia sudah bahagia bersama kekasihnya.

Jonah semakin protektif kepadaku. Ia tak ingin aku terluka lagi karena kejadian sebulan yang lalu. Bahkan ia tinggal di rumahku semenjak kejadian itu. Katanya rumahnya sepi. Semuanya ada di Minnesota. Kakaknya datang sekali seminggu untuk mengambil dan mencuci pakaiannya. Jadi lebih baik Jonah tinggal di rumahku. Begitu.

Jack? Berterimakasihlah pada Jonah. Ia tak tahu apa-apa tentang kejadian itu. Begitu pula dengan Zach. Ia tak mengungkit-ungkit untuk menanyakan hal tersebut.

Ashley? Sibuk! Kurasa ia tahu semuanya dari Corbyn. But it's okay, Ash. I still wuv u.

Abbey? Aku masih bisa melihatnya berkumpul dengan Lexie saat Daniel tak melihat. Berdoa saja yang terbaik dia takkan melukai Daniel.

Marlene? Mom? Dad? Mereka semua tak mengetahui tentang malam itu. Hanya Marlene yang tahu. Namun mereka berdua menyetujui rencana yang akan kulaksanakan dalam waktu dekat ini.

Hari ini hari Jumat. Sekarang aku sedang berada di kantin. Berkumpul dengan keempat para idiotku. Yang satunya? Sama cewenya.

"Kalo gamau makan sandwichnya mending buat gue aja, beb," ucap Zach sambil mengangkat kedua alisnya dua kali.

"Enak aja beb beb. Ga boleh!" Nah ini baru brader gue, Jonah.

Corbyn menggelengkan kepalanya dan memainkan ponselnya. "Biarin aja, Jo. Namanya juga bocah sukanya gitu."

"Kok kalian ga support temen sendiri sih, ah? Gaskan Zek. Gue dukung lo." Jack tersenyum lebar ke arah Zach. Siapa sangka Zach membalas senyumannya.

"Kalian ... ?" Tanyaku sambil memelototkan mataku.

"Eh, engga engga. Ah gegara lo nih, Jack. Ganggu mulu bisanya."

"Yee babi serah lu dah."

Kami semua tertawa. Begitulah rutinitas kami saat jam istirahat.

"Aye, guys."

Kami semua langsung menengok ke sumber suara.

"Sup, broski. Ayo gabung!" Seru Corbyn.

"Engga bro, makasih. Gue kesini cuma mau ngasih tau sesuatu. Oh, hai, Haz!"

Sesuai dugaan kalian, pemilik suara itu Daniel.

Aku hanya tersenyum dan menundukkan kepalaku ke bawah lagi. Fyi, gue pake hoodie jadinya ga kliatan.

"Mau ngasih tau apa, emang?" Tanya Jack.

"Tanggal 31 ada party di rumahnya Abbey buat ngerayain tahun baru. Jangan lupa dateng ya. Makasih. Bye, guys!" Daniel melangkah pergi dari meja kita.

"Gausah dateng. Kita kan punya acara tahunan sendiri. So, ngapain dateng?" I agree with u, Jonah. Aku mengangguk untuk mengiyakan perkataan Jonah.

"Halah apaan. Lagian dateng kesini cuma buat gitu doang? Untung temen se-band," Zach berkomentar.

"Ntar suatu saat juga balik kesini lagi. Sabar aja, beb," balasku.

Corbyn tersedak susu bear brand-nya. Jonah berhenti mengunyah waffle-nya dan membulatkan matanya. Jack membuat senyuman paling lebar. Zach menatapku kaget.

"HAZ, LO SERIUS?!" Seru mereka berempat.

Kriingg

"Udah bel. Gue ke kelas dulu, guys. Bye."

Meski mereka masih dalam keadaan syok namun aku tetap meninggalkan mereka dan menuju kelas sosial.

Aku menghampiri Daniel yang sedang mendengarkan musiknya melalui airpods dan menggambar di buku sketsanya. Aku mengetuk pundaknya. "Boleh duduk disini?"

Ia mengangguk. Kenapa di sebelahnya? Ya karena tempatnya enak, belakang. yaudah deh.

Ngelirik gambarannya ga ya?

Jangan ah, itu kan privasi dia.

Tapi gue iseng.

Kuurungkan niat tersebut dan membuka buku bacaanku.

Miss Bea masuk. Aku menutup buku bacaanku dan memasukannya ke dalam tasku.

Bagaimana? Sudah dapat merasakan betapa canggungnya diriku dengannya, kan? Memang.

Hampir setengah jam pelajaran sosial berlangsung, Daniel meminta izin untuk ke belakang.

Inilah kesempatanku.

Untuk apa? Mengetahui apa yang ia gambar!

Aku membuka halaman terakhir tersebut.

Mau tau apa yang dia gambar?

Gue.

Iya gue.

Detail banget.

trus ada ...

tulisan kecil di kornea matanya.

Apa tulisannya?

sorry.

Iseng, gue balik halamannya.

Itu mata gue.

coklat hazel.

bagus sih.

ada air matanya juga, mau netes.

tau aja lo perasaan gue sekarang nil.

Mendapat firasat ia akan kembali masuk ke kelas, aku mengembalikan buku tersebut ke posisi semula.

Jonah bersandar di pintu masuk kamarku. "Lo yakin, Zel?"

"Iya, gue yakin, Jo. Sikapnya beda jauh. Ga kayak dulu. Meskipun dia suka nyapa ya, kalo gue ngajak bicara dia, dia ngasih kesan ngehindar gitu."

Ia duduk di sampingku dan memegang koper yang sedang kutata. "Berangkat tanggal 1 kan lo?"

Aku mengangguk. "Buset awal tahun langsung pergi."

"Hahahah ya ga gitu lah, Jo. Gue berangkatnya sore kok."

"Ya sama aja gue bakal kangen lo, goblok."

"Hush. Gaboleh hujat."

"Kapan lo mau ngasih tau duo deadhead?"

"Besok aja pas malem taun baru."

Jonah mengangguk. "Yaudah gue keluar dulu ya. Good night, Haz."

"Night, Jo." Ia menutup pintu kamarku.

Buat kalian yang bingung kenapa gue nata koper, gue mau pindah ke Oregon. Gue butuh jarak yang jauh dari Daniel. Masalah sekolah? Sekolah gue masih sama. Bedanya pake kelas online.

Gue butuh waktu biar bisa move on dari Daniel. Ngelihat dia doang sebenernya udah nonjok perasaan gue.

Apalagi dengan keadaannya yang sekarang.

Dia ga pernah menghargai keberadaan gue.

Lagian ...

gue juga ...

terlupakan untuk yang ke sekian kalinya.

2019 ©️ jal0ux

𝐟𝐨𝐫𝐠𝐨𝐭𝐭𝐞𝐧 | djsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang