21ㅡHint

2.1K 322 20
                                    

Di cuaca yang semakin terasa menggigit itu, ada sebagian kecil kehangatan yang mendera. Sekelibat bayangan semu turut menghampiri lalu menghilang dalam sekejap bersamaan dengan jarum jam yang terus berdetak.

Barangkali Jungkook memang tak membenci rumah atau sang ibu. Jungkook hanya berharap pada setiap kenangan buruk yang berlangsung maka kalau suatu saat ia harus lebih dulu pergi, ibu tidak akan bersedih sebab Jungkook si nakal tak lagi terlihat dan menyusahkan.

Tapi mungkin, Jungkook kurang paham bahwa hal sejenis itu justru akan membuat sang ibu menyesal setengah mati (kalau ia benar-benar pergi dari rumah).

Seandainya pada detik bibir ibu merapal doa serta meniup lilin doanya sungguhan terkabul, ibu akan banyak memohon pada Tuhan supaya mereka bertiga baik-baik saja sampai akhir.

Sejak dulu, ibu Jeon tak pernah berusaha menjauhkan kedua putranya. Wanita paruh baya itu hanya mencoba yang terbaik supaya anak-anaknya tetap aman.

Saat tahu bahwa Yoongi sulit mengendalikan emosinya kalau dia bersama Jungkook. Saat itu pula Ibu berusaha mencari cara agar ia bisa tetap merawat anak-anakya tanpa ada yang harus di pisahkan.

Jeon Yoongi tidak sakit, dia bahkan kelewat sehat. Hanya saja, perasaan 'ingin' melindungi sang adik itulah yang menjadi alasan terkuat kenapa mereka harus menjaga jarak satu sama lain.

"Ibu, ayo tiup lilinnya!" Yoongi begitu bersemangat.

Jeon Jungkook disana juga turut menyematkan senyum bahagia dengan tangan yang senantiasa berkaitan dengan tangan Ye Seo.

Hari ini adalah sejarah untuk ibu Jeon. Sudah lama sekali sejak terakhir kali mereka berkumpul bersama. Setelah meniup lilin, ibu dengan senang memotong kue beberapa bagian untuk tiga anak manis di depannya itu.

"Oh, ya, Yoon, Ibu punya sesuatu di bagasi mobil, bisa tolong ambilkan?"

Yoongi menerima sepiring kue yang ibu suguhkan kemudian mengangguk.

"Ye Seo, tolong bantu Yoongi, ya?"

Gadis itu terkejut. Pandangannya bergerak gelisah. Ia menoleh pada Jungkook takut. Namun, tatkala Jungkook tersenyum sembari berkata dalam hening seolah mengizinkan Ye Seo, gadis itu tersenyum kikuk. "Aku tidak akan lama," Katanya berbisik.

#

"Ibu minta maaf, ya."

"Untuk apa?"

Ibu menuangkan minuman ke dalam gelas Jungkook lalu menyuguhkannya. "Banyak hal,"

Jungkook mengangguk angkuh, namun dadanya berdesir nyeri, "Contohnya?"

Ibu tersenyum di sela-sela tatapan matanya pada si bungsu. "Membuatmu jauh dari kakakmu sendiri. Kurang memperhatikanmu, barangkali? Ibu benar-benar minta maaf."

"Tidak usah di bahas. Aku mengerti."

Ini pertama kalinya dalam seumur hidup Jungkook berbicara hal-hal serius seperti ini dengan ibu. Jungkook bahkan tak mengerti harus bereaksi seperti apa. Tapi bahkan, melihat bagaimana hatinya menolak obrolan semacam ini ia jadi mengerti bahwa hatinya sudah lebih dulu membeku.

Bahkan Jungkook juga sudah tak minat menjadi dekat dengan sang kakak. Itu menyebalkan.

"Jungkook?"

Pemuda itu menoleh, "Ya?"

"Ibu sayang padamu,"

#

"Hei apa kau baik-baik saja?"

Ye Seo mengangguk. "Ya, tentu saja. aku baik."

"Maaf untuk beberapa waktu lalu." Yoongi melangkah lambat. Rasanya aneh berbicara sedekat ini dengan Ye Seo.

Ye Seo berusaha menyamai langkah kaki lelaki di sampingnya. "Oke, kau minta maaf padaku sekarang. Tapi untuk apa, tepatnya?"

"Membuat Jungkookmu, terluka?"

Si gadis tertawa, "Itu urusan kalian, aku tidak berhak berkomentar."

Yoongi mengangguk paham. Ia menekan tombol kecil pada kunci mobil sampai terdengar suaraㅡbip. Lelaki itu mengerutkan kening sesaat setelah melihat tumpukan box pada bagasi mobil. "Untuk pertama kalinya Ibu membeli hal-hal semacam ini, aku jadi heran."

Ye Seo tak bisa untuk tidak terkekeh. "Harusnya kau senang,"

"Benarkah?"

"Eoh! Tentu saja," jawab gadis tersebut dengan semangat.

Yoongi yang melihatnya lantas tersenyum simpul. Insiden di waktu lalu kembali terngiang di kepalanya. Apa gadis ini sudah melupakannya? Dari cara bicaranya pun Ye Seo terdengar biasa saja. Seperti tidak ada beban.

"Kang Ye Seo?"

"Ya?"

Lelaki itu duduk di bagasi mobil dengan posisi kaki menggantung ke aspal. "Apa kejadian waktu itu merusak pikiranmu? Atau membuat harimu jadi buruk?"

Ye Seo seketika bungkam. Kedua kakinya yang semula menendang batu-batu kecil di dekatnya mendadak terdiam. "Maumu, aku bereaksi seperti apa? Menangis? Terlihat stres? Atau hal-hal demikian?

"Tidak. tentu saja tidak, jangan salah paham. Aku jelas tidak ingin melihatmu seperti itu. Hanya bertanya. Siapa tahu aku bisaㅡ"

Gadis itu buru-buru menyela, "Bisa mengembalikan sesuatu yang sudah kau ambil? Begitu? Itu konyol, Yoon."

"Bukan begitu maksudku. Aku ingin melakukan hal-hal yang tidak menyakitimu lebih banyak lagi."

"Tidak, tidak. Kau tidak perlu melakukan apapun. Justru kalau kau melakukan banyak hal atau berbuat baik padaku karena 'kasihan' itu malah semakin memperburuk keadaan. Aku lebih suka melupakan rasa sakit ketimbang memikirkannya yang akan membuatku semakin jatuh. Kau tahu, terkadang rasa sakit bukan untuk disembuhkan atau diperhatikan. Tetapiㅡbarangkali, rasa sakit memang tercipta sebagai pembelajaran untuk semua orang di dunia. Jadi aku selalu memilih opsi kedua. Well, tentu saja aku tidak baik-baik saja. Tapi 'kan semuanya sudah terjadi. Aku tidak bisa untuk menyesal."

Jujur, Yoongi kagum dengan jawaban tegas yang gadis ini berikan. Bahkan setelah hari itu, dirinya jadi sulit tidur dan merasa tenang. Bahkan gadis-gadis nakal yang biasa menjadi pendampingnya saja tak cukup untuk membuat Yoongi melupakan satu hari luar biasa itu.

Dengan segenap keberaniannya, lelaki itu lantas memiringkan kepalanya sedikit lalu menatap Ye Seo dengan senyuman kelewat tulus. "Jadi, mau berteman denganku? Kita bisa melewati banyak hal baru kalau kau mau."

Oke. Bahkan Ye Seo tidak bisa mencerna maksud dari pertemanan yang lelaki di hadapannya bicarakan. Sudah dipastikan ucapannya mengarah pada hal lain yang lebih serius dari sekedar pertemanan. []

a/n;

hi! maaf ya ini yang paling ngaret kayaknya. tapi kayaknya aku harus kasih tau hal ini sama pembacaku. ini aneh, tapi aku kaya punya kutukan di dunia nulis ini, mau tau ga apa? "Kutukan chapter 20" percaya atau ngga, ini beneran terjadi sama aku. dulu, aku punya cerita juga bahkan belum sampai chapt20 udah ngestuck dan gabisa nerusin meskipun ide lengkap. trus, barangkali beberapa pembaca cerita ini ada yang pindahan dari ceritaku yang "Fall In Consequences" (if you guys are curious, cerita ini pemeran utamanya Seokjin) itu juga udah sampe chapter20 dan berakhir aku unpub karena ngerasa ga sanggup nerusin. padahal di draft udah di tulis sampek chapter31, tapi gapunya gairah buat editing. jadi aku tarik ceritanya (caur, ya?) dan ternyata ini terjadi juga sama that smile kemarin. tapi alhamdulillahnya kemarin malam beraniin buka draft trus edit-edit di bawa santai dan, bom! berhasil>< jadi, sepertinya that smile bakalan update seminggu sekali kayak biasanya! makasih banyak untuk beberapa dari kalian yang rajin dm nanyain, its mean a lot for me! so, see you next week(?)

That SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang