"MIKA! BURUAN ELAH JIR. GUE KESIANGAN NIH!"
Kegaduhan yang biasa terjadi di rumah ini. Entah pagi, siang, sore, maupun malam.
"SABAR BOTAK! GUE LAGI BERAK!"
sahut yang lainnya."Aduhh, Sarah! Mika! Kebiasaan deh berisik trus di kamar mandi. Kalian itu sama-sama kesiangan jadi gini kan jadinya!"
Sarah hanya menekukkan mukanya mendengar omelan Rita, ibunya. Tak lama, seorang cowok datang menambah kegaduhan di dapur.
"Tau tuh, Bu! Tiap pagi kayak kucing mau kawin!"
"Lo yang kebelet kawin sama Kak Dindi!"
Mendengar itu, Rita terkekeh seraya menatap Dimas, putranya, yang merengut mendengar semburan adik laknatnya itu.
"MIKA KELUAR!~"
Mika yang berseru heboh langsung mendapat delikan dari Dimas.
"Lama banget sih! Ngayal apaan lo di kamar mandi?! Hah?!"
Mika menolehkan kepalanya ke Sarah, saudara tirinya. Baru saja ingin balik mengomeli Sarah, Mika malah mendapati pintu kamar mandi yang tertutup kencang.
"Kalian itu, ada aja yang diributin."
"Tau tuh, Bu. Sensi mulu dia sama aku!" rutuk Mika kesal.
"Udah, sini makan bareng. Bentar lagi jam 7."
Meja makan pun sudah diisi dengan sarapan berupa 4 telor kecap. Sarapan rutin keluarga ini.
Keheningan yang terjadi akhirnya dipecahkan oleh kedatangan Sarah, "diem-diem bae."
"Sini, Sar. Makan bareng," ajak Rita.
"Iya, Bu."
Sarah duduk di kursi kosong yang tepat berada di samping Mika.
"Ayah kapan pulang, Bu?" tanya Dimas.
"Katanya sih 3 bulan lagi kalo gak ada halangan."
Mereka hanya mengangguk mendengarnya.
Mika melirik jam tangan hitamnya yang sudah menunjukkan pukul 06.30. Setengah jam lagi bel akan berbunyi.
"Sar, lo bareng gue apa kak Dimas?"
Sarah nampak berpikir sebentar, "lo aja deh."
"Yaudah, Bu. Kami pergi dulu ya," pamit Dimas kepada Rita.
"Iya, hati-hati. Dah nak!"
Mika dan Sarah berdiri di tepi jalan untuk menunggu angkot menuju sekolah mereka.
"Mik, gue pengen deh dianter jemput cowok kek yang lain. Kapan tapi ya.."
Mika mendengus mendengar curhatan Sarah yang tidak berfaedah itu.
Akhirnya angkot menuju sekolah pun tiba, langsung saja mereka menaikinya dan berdumpelan dengan berbagai manusia.
¤¤¤
"Mikaila Sabrina?"
Mika yang sedang diabsen tidak kunjung menoleh. Malah tersenyum-senyum sendiri menatap ke luar kelas, tepatnya lapangan.
Riri -teman sebangku Mika- menyenggol lengannya agar segera tersadar. Barulah Mika menoleh dan bertanya kenapa pada Riri.
"Lo lagi diabsen anjir," ucap Riri pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Mika
Teen Fiction"Aku tau aku terlalu berkhayal bahwa kamu akan kesini dan menyayangi aku layaknya aku menyayangimu. Tapi aku sadar, aku tidak setara untuk mendapatkan rasa yang kamu punya." -Mikaila Sabrina-