31

805 111 16
                                    

Sowon berlari dengan tergesa. Tangannya sibuk memeluk seberkas kertas yang tebal. Penampilannya saat ini sangat kacau, bagaikan ilmuan yang tidak tidur berhari-hari karena penelitiannya atau seperti seniman gila yang tidak tidur semalaman karena menciptakan sebuah karya yang indah namun rumit untuk dibuat.

Sowon memperlambat pergerakan kakinya yang mulai pegal. Sebuah kesalahan tentunya, memakai sepatu boots ber-hak tinggi padahal tubuhnya sendiri sudah tinggi semampai. Kini dia harus merasakan mata kakinya pegal karena sepatunya juga cukup ketat.

"Aduh, aduh," keluhnya bagaikan orang tua yang sudah sulit berjalan. Dengan satu tangannya, ia menggapai resleting boots nya dan melepas sepatu itu. Dia tidak peduli berceker ayam, karena jalanan sedang sepi. Tidak ada pejalan kaki ataupun pengendara di sana, jadi walau tidak memakai alas kaki apapun, Sowon tak akan terlihat buruk.

Dengan kaki ayam, Sowon pun lanjut berlari secepat angin untuk mengumpulkan formulir pendaftaran pameran seni internasional itu.

Jadi, sebenarnya Sowon lupa bila hari ini adalah deadline pendaftaran karya seni dan dia menunda pendaftaran yang diberikan hingga sekarang. Coba saja kalau dia tidak menunda, maka wanita itu tidak perlu tergesa-gesa seperti ini.

Saat sedang berlari, tiba-tiba kertas yang dipegang Sowon jatuh. Kesalahan Sowon satu lagi adalah dia tidak memasukkan semua kertasnya ke tas atau binder karena waktunya sangat mendesak. Dia bahkan tidak sempat sisiran dan sarapan tadi. Padahal sekarang sudah jam 1 siang. Lalu kesalahannya yang ketiga, dia telat bangun.

"Astaga hari ini aku kenapa?!" Sowon merutuki dirinya sendiri dan memukul kepalanya kesal. "Sepertinya memang aku tidak ditakdirkan untuk ikut." Sowon berdesah pelan. Ia kecewa pada dirinya sendiri. Dilihatnya jam tangan  berwarna coklat yang melingakr di pergelangan tangan kirinya. Jam menunjukkan pukul 1, sedangkan batas waktunya adalah jam 12 siang. "Ah, sudah telat." Sowon menunduk.

Kombinasi kesialan Sowon, ia baru ingat hari ini deadline pendaftaran saat baru bangun tidur. Parahnya ia bangun jam 12  kurang 15 menit. Setelah mandi, ia langsung keluar. Saat ia mencari mobil, dia baru ingat kakaknya yang baru saja pulang dari wajib militer itu meminjam mobilnya. Lalu Sowon mencoba memakai motor, tapi karena sudah lama tidak dipakai, tentu saja motor itu akan mogok. Lalu sekarang, berkasnya sudah hancur berantakan, tak ada lagi waktu.

Sowon menghela nafas berat sekali lagi sebelum memunguti semua kertas itu. Tiba-tiba, matanya menangkap sesuatu. Ada sebuah kertas yang kelihatannya sudah terlipat namun dibuka kembali. Ia mengambil kertas itu dari sekian banyak kertas yang berantakan di lantai jalan. Ini adalah gambar sketsa wajah Seokjin yang ia gambar beberapa bulan lalu, yang ia lipat menjadi pesawat kertas. Memang tersisa satu gambar yang ia simpan. Kertas yang belum sempat dia buang ke area halaman gedung saat itu.

Ia mengelus kertas itu. "Ternyata kau memang... tidak menemuiku lagi." Sowon menghela nafas. "Aku harap kau tidak menemukan yang baru, karena aku masih menunggumu." Setelah mengatakan itu, Sowon menarik senyum manis di bibirnya.

Dia membereskan kekacauan yang dibuatnya itu dan segera berjalan ke tujuannya. Sebenarnya Sowon sudah tahu kalau dia telat, artinya karyanya tidak akan dipajang pada pameran di salah satu museum seni New Zealand, namun ia tetap saja mencoba pergi ke sana dan membujuk petugas untuk memberinya waktu tambahan.

Korea ke New Zealand itu sangat jauh memang, tapi acara itu adalah salah satu pameran terbesar untuk tahun ini. Malangnya, Sowon telah menyia-nyiakan kesempatan emas yang diberikan untuk mengenalkan karyanya kepada pengunjung dan seniman dari seluruh dunia.

Setelah sampai di gedung itu, ia segera pergi ke meja petugas. "Permisi, apakah aku boleh... Emm..."

"Apa anda ingin mendaftarkan karya ke pameran Art Gallery Museum New Zealand?" tanya si petugas.

sculpture | sowjin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang