3. Dampak Tadi Malam

6.3K 586 31
                                    


Zaya sudah bangun pagi-pagi sekali, mendahului azan Subuh. Karena jujur saja, apa yang tadi malam terjadi kepadanya dan Afriz membuatnya sulit untuk tidur dengan nyenyak. Kini ia sibuk memegangi bibirnya sendiri, mendadak merasa malu setengah mati kala mengingat kejadian tadi malam.

Lalu perempuan itu melihat ke arah dadanya. Tengah malam tadi, dua kancing baju baby doll yang menutup bagian tubuh atasnya itu sampai terbuka karena ulah suaminya yang suka meraba-raba hingga membuat ia terlena dan nyaris lepas kendali.

Hanya itu yang tadi malam terjadi kepada keduanya. Tidak lebih, walau sebetulnya hampir keterusan jika kambing-kambing Pak Kuswin tidak heboh dan memaksa keduanya mengecek beberapa hewan berkaki empat itu di kandang.

Tetapi, itu saja sudah berhasil membuat Zaya merasa perlu ditelan bumi saat ini juga, dan butuh menggeleng-geleng untuk mengenyahkan bayang-bayang tersebut. Bahkan ia selalu menghindari Afriz ketika mereka berpapasan, supaya tidak ketahuan bahwa dirinya salah tingkah.

Hanya saja, sepertinya situasi tak memihak wanita muda berhijab itu. Karena sosok yang ia hindari justru mendekatinya yang tengah sibuk di dapur.

"Bapak ke mana, Yang, kok nggak kelihatan?" tanya Afriz penasaran.

Zaya yang sedang sibuk mengulek cabai merah, menoleh sebentar. Agak deg-degan rasanya, karena sedari bangun tidur tadi ia menghindari lelaki di sebelahnya itu. "Cari rumput."

Bukannya pergi setelah mendapat jawaban, Afriz justru mengambil bawang putih yang ada di depannya. "Sepagi ini?"

Zaya mengiakan. Sebab, hal yang ditanyakan oleh suaminya itu sudah menjadi kebiasaan ayahnya. Pagi-pagi sekali seusai melaksanakan salat Subuh, Pak Kuswin sudah berangkat menuju tempat beliau biasa mencarikan rumput untuk keempat ekor kambingnya yang dua di antaranya sedang mengandung anak. Rutinitas yang tak pernah terlewatkan.

Mendengar penjelasan dari lawan bicaranya, Afriz mengangguk-angguk paham sekaligus kagum. Sebab, walau tadi malam Pak Kuswin menyaksikan wayang hingga dinihari, beliau tetap bangun dan beraktivitas seperti biasa.

Kemudian Afriz melanjutkan kegiatannya. "Ini diapain, Yang, kalau sudah dikupas?" tanyanya sambil menunjukkan bawang putih yang baru saja dikupasnya.

Zaya menyerahkan sebuah mangkuk plastik yang sudah dituangi air. "Dicemplungin sini, terus dicuci."

"Bawang merahnya dikupas sekalian, nggak?"

"Iya. Kalau udah, dicemplungin situ juga, sama sekalian dicuci."

Afriz mengacungkan jempol tangan kanannya. Lalu mulai mengupas bawang merah yang sudah dipegangnya.

"Nah, yang namanya suami-istri itu memang sudah seharusnya begini. Rukun. Bapak jadi senang lihatnya."

Suara mertua laki-lakinya membuat Afriz tak jadi menjawab perihal ketidakberatannya meneruskan mengupas bawang merah yang tinggal beberapa buah saja.

Pak Kuswin tersenyum seraya mendekati Afriz. "Le, nanti kalian pulangnya agak siangan, ya. Bapak mau minta tolong sesuatu," ucapnya melanjutkan perkataannya barusan.

Afriz menoleh, menatap mertuanya. "Siap, Pak. Mau minta tolong apa?" tanyanya sambil memegang bawang dan pisau.

"Ini. Bapak minta tolong kamu mengangkutkan rumput dari ladang, pakai motor bapak. Nanti bapak bantu kamu menatanya di motor."

Keliru: Nyasar di Hati yang BenarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang