Aku dengar, Tere!

9 0 0
                                    

Hari ini aku melihat Teresa berbeda dari hari sebelumnya, semenjak dia pulang dari kampus senyum di bibirnya tak pernah pudar. Seperti orang gila saja dan sekarang dia mondar-mandir di depanku. Padahal yang kutahu, hari-hari sebelumnya dia selalu marah-marah tidak jelas dan terus mengomeli seseorang yang ditemuinya di kampus.

Saat itu Teresa bercerita dengan menggebu-nggebu bahwa, ada juniornya yang 'katanya sengaja' menumpahkan air di makalah yang harus dikumpulkan beberapa menit lagi. Iya, memang masih bisa mencetak ulang tetapi waktunya tidak cukup, dia sudah terlambat karena tadi motornya sempat kehabisan bensin di tengah jalan. Alhasil, dia tetap mengumpulkan tugasnya itu dengan keadaan mengenaskan di tambah omelan dosen yang membuat telinganya panas. Hari selanjutnya pun sama, dia masih bertemu lelaki yang sungguh menyebalkan itu.

Tapi berbeda dengan hari ini, juniornya itu baru saja menyelamatkan Teresa dari laki-laki cabul di angkot yang hendak menyentuhnya. Setelah kejadian itu, mereka berdua di turunkan dipingir jalan karena telah membuat keributan tanpa mendengarkan penjelasan apa yang sebenarnya terjadi. Hening, hingga tiba-tiba lelaki itu menahan napas dan berucap pelan, "Maaf,"

"Untuk?" tanya Teresa sedikit bingung dan menghentikan langkahnya menoleh ke arah lelaki itu.

"Yang kemarin numpahin air, belum sempet minta maaf soalnya buru-buru." ucapnya dengan wajah penuh penyesalan, tetapi sungguh Teresa terpesona dengan mata sayu milik lelaki itu dalam batinnya 'sumpah ini cowok ganteng banget'.

Seolah baru tersadar dari pesona juniornya itu Teresa segera memalingkan wajahnya dan salah tingkah sendiri, "oh... itu, santai aja. Eum... makasih ya buat tadi di angkot." lelaki itu tersenyum dan mengangguk, selanjutnya hanya keheningan yang menemani langkah mereka berdua.

Namanya Abil jurusan mesin, mereka akhirnya berkenalan setelah  sampai di depan gerbang rumah Teresa, setelahnya Abil menghentikan angkot dan Teresa masuk kerumahnya.

Hari-hari selanjutnya kedekatan mereka terus berlanjut, sampai tiba-tiba Teresa datang kepadaku dengan air mata yang mengalir deras di kedua pipinya. Dengan tersedu-sedu dia terus bercerita Abil telah membohonginya. Abil ternyata telah memiliki kekasih, yang membuatnya semakin kesal kenapa akhir-akhir ini Abil semakin perhatian dengannya.

"Dasar laki-laki, jahat banget... sakit... HUAAAA..." Teresa kembali menangis kencang.

"Pokoknya," Teresa mencubit pipiku gemas, "aku gak mau lagi kenal sama dia." ucapnya dengan penuh nada sinis.

Lucunya setelah hari itu Teresa semakin uring-uringan, kerjaannya setiap hari hanya mondar-mandir di depanku. Sesekali umpatan lolos dari bibir mungilnya, katanya kesal sama perasaannya sendiri. "Masa iya aku mikirin dia terus," ucapnya menghadapku dengan mata melotot, "dia itu udah punya cewek, tapi ngedeketian aku terus... jadi sebel sendiri, kan?" dia kembali mengomel tanpa ada jeda, sesekali menarik nafas panjang untuk menenangkan hatinya. Lama-lama setelah capek sendiri dia tertidur dengan pulasnya.

Keesokan harinya Teresa datang padaku dengan napas terengah-engah, di tangan kirinya tergenggam setangkai mawar dan sebatang coklat. Dia baru saja bertemu dengan Abil, "Teya," panggilnya sambil mengelus pipiku pelan, "Tadi Abil tiba-tiba dateng terus ngasih ini." ucapnya dengan raut wajah bimbang.

"Abil barusan minta maaf, tapi dia bilang gak tau salahnya apa? Kenapa aku tiba-tiba ngejauh dari dia. Padahal kan udah jelas kalau dia udah punya cewek." Teresa tersenyum kecut melihat betapa mengenaskan kisah cintanya.

"Tapi," Teresa kembali melanjutkan kalimatnya, "Abil ngajak aku jalan besok lusa hari minggu itu dan mau ngejelasin sesuatu yang katanya sih, penting? Kira-kira apa, ya? Aku mau ikut sama dia apa enggak ya, enaknya?" tanyanya dengan nada lesu.

Teresa sudah memutuskan tidak mau ikut di ajak jalan Abil, tetapi hari minggu pagi itu dia berubah pikiran. Pagi-pagi sekali bajunya sudah berceceran di lantai, dia bingung harus pakai baju apa, setelah berkutat dengan baju, Teresa bingung mau pakai alas kaki yang mana, dan masih banyak lagi hal kecil yang dihebohkan oleh Teresa. Padahal, kemarin-kemarin bilangnya tidak mau kenal lagi dengan Abil, tetapi sekarang bisa dilihat sendiri, kan?

Sore harinya Teresa benar-benar pergi dengan Abil, Abil sudah berada di ruang tamu saat Teresa keluar dari kamarnya. Mereka berdua memilih taman alun-alun untuk menikmati suasana berdua, tanpa ingat tak ada ikatan hubungan di antara keduanya.

Senja perlahan mulai tergantikan dengan gelapnya malam, alun-alun semakin ramai dengan anak kecil berlarian kesana-kemari. Tanpa menghiraukan sekitar mereka berdua duduk dengan tenang di kursi yang berada di dekat penyewaan skuter.

"Kak," panggil Abil pelan, mata sayunya menyorot tajam tepat di mata bulat Teresa. Abil menarik napas pelan, ketika tiba-tiba seseorang menepuk pelan pundaknya. "Dinda?" ucap Abil terkejut.

"Ngapain disini?" Dinda melirik sebentar kearah Teresa, "oh... oke." setelahnya Dinda berjalan menjauh. Teresa seketika panik sendiri, "Kenapa?"

"Maksudnya?" tanya Abil bingung.

"Kenapa masih disini?" tanya Teresa pelan.

"Terus?" alis Abil terangkat sebelah, masih bingung maksud dari ucapan gadis di depannya itu.

"Kejar dong Bil, buktiin kalo kamu beneran sayang sama dia," Teresa berkata semakin lirih tanpa berani menatap mata sayu milik Abil.

Setelah paham apa yang yang di maksudkan, Abil tersenyum geli, tangannya mengangkat pelan dagu milik gadis di depannya itu, "Kenapa aku harus kejar orang lain, yang bahkan aku sendiri juga gak tau perasaannya dia buat siapa? Sedangkan orang yang aku sayang ada di depan aku sekarang."

"Tapi..." Teresa masih kaget dengan apa yang baru saja terdengar jelas di telinganya.

"Perasaan kamu sendiri buat siapa?" tanya Abil lebih dalam.

Teresa hanya diam terpaku oleh tatapan Abil yang menenangkan.

"Aku sayang sama kamu," ucap Abil dengan senyum yang menghiasi bibirnya.

Teresa dengan senyum yang tak pernah pudar itu terus saja bercerita betapa tidak terduganya seorang Abil, "Kamu tau Teya?" ucapnya sambil memelukku, "aku gak nyangka Abil suka sama aku, dan dia tadi romantis banget."

Teresa begitu senang dan tak melepaskan aku dari pelukannya, aku bahagia melihatnya yang baru merasakan jatuh cinta setelah umurnya menginjak dua puluh tahun. Aku menemaninya dari dia masih kecil, tubuhku yang mudah di bawa kemana-mana selalu di ajaknya bermain. Ketika aku kotor aku selalu di cuci bersih, tak lupa dia juga membuatkanku baju-baju lucu. Aku memang tak bisa membantu apapun ketika Teresa ada masalah, tak bisa ikut bersorak ketika Teresa senang hatinya. Karena aku adalah Teya, hanya sebuah boneka beruang kecil hadiah ulang tahun Teresa dari neneknya.

"Ihh... gemes banget aku tuh sama kamu Teya." Ucap Teresa sambil kembali mencubit gemas pipiku.

By. UlilAz

Carnation RedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang