4

123 65 16
                                    

Vana's pov

Aku sekarang tengah mengendarai sepede motor kesayanganku menuju taman kanak-kanak, tempatku mengajar. Sungguh, perkataan Ayah tadi sempat membuatku beku ditempat. Bagaimana tidak? Malam ini loh, aku akan dilamar. Fiks, aku akan jadi istri orang dan, Ya Allah. Vana bingung, apa ini petunjuk jalan dari Engkau?  Haruskah aku menikah dengan pria pilihan Ayah itu?.

Huhhh......

Santai Na, fokus Na. Kamu lagi ngendarain motor sekarang, jangan berfikir kemana mana geh. Aduh, aku harus tetap fokus. Tapi, bagaimana kehidupanku nanti. Sungguh, diri ini jauh dari kata muslimah sholehah. Ya Allah.

Tet.... Tet.... Tet..... Tet....

Terkejut aku, karena mendengar banyak klakson kendaraan yang menyerbuku. Aku pun langsung menge-gas motorku.

"Mba, kalau bawa motor yang benar atuh." Seseorang pengendara motor memarahiku, aku masih bisa mendengar suaranya yang bertabrakan dengan angin.

"Sudah tahu, lampu hijau malah diam saja. Huu!!!" Lanjut pengendara motor yang berada dibelakangnya.

Astagfirullah, aku hanya diam saja melihat peristiwa ini. Lalu, tiba-tiba ada seorang pemuda yang tengah mengendarai mobilnya meminta agar aku berhenti dipinggir jalan. Entah, apa yang terjadi selanjutnya, polosnya aku malah menuruti perkataannya. Aku menghentikan motorku disisi kiri jalan raya Jakarta ini. Mobil berwarna putih itu juga berhenti tepat, dibelakangku. Tak lama, keluarlah seorang pemuda tadi. Ia berperawakan tinggi, kulit putih, rambut hitam dan warna iris matanya yang berwarna coklat, aku bisa melihat iris matanya karena sinar matahari yang agak menyorot matanya. Ia juga mengenakan kemeja biru muda beserta jas nya, sungguh. Sangat rapi sekali.

"Mbak," sapanya.

"Oh, iya. Ada apa yah mas?" tanyaku gugup, aku sangat takut sekali. Padahal, setelah aku pikir pikir.  Perbuatanku dilampu merah tadi, sepertinya tidak memakan korban jiwa apalagi korban perasaan.

"Mbak, kalo lagi banyak fikiran jangan berkendara motor dulu. Itu sangat bahaya loh." Katanya memberi tahu.

"Iya mas." Aku hanya menyengir saja.
Ya Allah, kenapa tangan Vana keringat dingin.

"Mbaknya, sudah sarapan?"

"Sudah kok, tadi."

"Oh, yaudah. Bagus lah, kalo gitu. Saya pamit dulu yah mbak. Assalamualaikum."

"Iya, Walaikumsalam."

Deg.

Perasaan apa ini? Kenapa Jantungku berdetak saat dia meninggalkan senyuman itu. Astagfirullah, sebaiknya aku harus fokus berkendara dan harus cepat sampai kesekolah, kasian anak-anak sudah menungguku disana.

💖

Sheva, memasuki mobilnya lagi bermaksud untuk bergegas menuju kantornya. Sebenarnya, ia ingin menganjak gadis tadi untuk sarapan bersama tetapi hasilnya nihil, gadis itu sudah sarapan pagi ini. Entah mengapa, perasaan khawatir Sheva terhadap gadis itu seketika muncul begitu saja. Padahal, ia tidak pernah mengenal gadis itu dan gadis itu bukan siapa siapanya. Huh, mungkin ini hanya kebetulan saja. Pikir Sheva.

Sheva's pov

Aku pun sampai dikantor. Setelah memakirkan mobil, aku langsung bergegas menuju ruang kerjaku. Sebenarnya, kantor ini milik Papah tapi sekarang, aku yang mengelolanya.

"Pagi Pak." Sapa salah satu karyawanku.

"Pagi." Balasku ramah.

Secret Of Heart (Slow Update) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang