Bintang

13 3 0
                                    

"Mama, kenapa namaku Bintang?"

Bocah kecil itu duduk di samping sang mama yang sedang menikmati indahnya malam.

"Bintang tau nggak? Kenapa di malam hari ada bulan dan bintang? Kenapa nggak bulan aja sendirian?"

Bocah tujuh tahun bernama Bintang itu sontak menggelengkan kepalanya.

"Karena bintang itu pelengkap, Nak. Tanpa bintang, bulan nggak akan bisa melewati malam yang panjang. Bisa sih, tapi nggak sempurna."

Raut muka Bintang yang seolah tampak bingung itu membuat sang mama tertawa kecil sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Sama seperti kamu, Bintang. Kamu pelengkap dalam hidup mama. Kamu yang bikin hidup mama sempurna."

Bintang menganggukkan kepala mantap, seolah bocah tujuh tahun itu paham dengan penjelasan sang mama.

"Kalau Bintang nggak ada, Ma?"

Sang mama tertegun sejenak, sebelum akhirnya mengelus lembut rambut putranya dan tersenyum.

"Ya, hidup mama nggak sempurna. Ada yang kurang, nggak lengkap."

~•~

Tanah di depannya masih basah, bunga yang bertabur di atasnya juga masih segar. Satu persatu manusia di kerumunan itu sudah pergi karena hujan telah menghampiri. Namun sosok pemuda itu tetap ada di sana. Terduduk di samping batu yang bertuliskan nama manusia paling dicintainya.

"Dulu, kata mama Bintang itu pelengkap. Sekarang, apa yang harus Bintang lakukan kalau yang harusnya Bintang lengkapi hidupnya, sudah pergi."

Pemuda itu, Bintang, baru saja kehilangan sosok mama yang sangat ia kagumi, sangat ia cintai.

"Mama selalu bilang hidup mama nggak akan sempurna kalau nggak ada Bintang, sekarang? Hidup Bintang yang nggak sempurna, Ma."

Percuma saja memang. Tidak ada juga yang akan menjawab kalimatnya itu. Sang mama sudah terbujur kaku di dalam sana. Mungkin sudah bertemu sosok ayah, yang bahkan tidak pernah Bintang temui, di atas sana.

"Bintang, ayo kita balik, nanti kamu sakit."

Gadis itu ternyata masih berdiri di belakang Bintang, dengan payung yang ia genggam entah sejak kapan. Pantas saja Bintang tidak merasakan guyuran air hujan.

"Bintang, udah dong sedihnya. Nanti Tante Wulan ikutan sedih juga di sana."

Bintang beranjak berdiri. Menatap nisan sang mama dengan tatapan yang dalam.

"Bintang pulang ya, Ma. Mama kalau udah ketemu papa, jangan lupa main ke mimpi Bintang ya?"

Gadis di samping Bintang itu memberikan payung yang ia genggam kepada Bintang. Ia lalu berjongkok, mengelus nisan yang ada di depannya.

"Tante, Naomi pulang dulu ya."

Keduanya kemudian beranjak pergi. Menjauh meninggalkan pemakaman tersebut.

~•~

"Udah semua, Kak? Nggak ada yang ketinggalan kan?"

Wanita paruh baya itu menghampiri putrinya dan putra sahabatnya.

"Udah kok, Bunda. Itu si Bintang juga udah katanya."

Bintang tersenyum simpul ke arah wanita tersebut.

"Yaudah, kalau gitu Naomi sama Bintang sarapan dulu. Bunda panggilkan Pak Ngatno untuk mengantar ke stasiun."

~•~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dunia dan BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang