Saya adalah seorang pendatang di desa ini, sebuah desa pelosok yang baru-baru ini terkenal karena banyaknya perumahan-perumahan ekonomis bersubsidi. Saya seorang pendatang yang bekerja disebuah usaha konveksi rumahan, terima bongkar pasang pakaian. Satu tahun lebih sudah merantau di desa ini, namun tetap tak banyak orang yang dikenal, hanya sebagian dan rata-rata tetangga.
Hari itu, Ahad pagi di musim hujan. Terlihat seorang perempuan yang berjubah hitam, dari atas sampai bawah pakiannya tak ada warna cerah yang mengambil celah. Jenis orang macam apa ini ?? jenis pakaian apa yang ia kenakan itu ?? ku rasa, ia adalah dewi hujan. Aku tak tahu ia telah kehilangan apa, sehingga dari kejauhan ku lihat ia hanya merunduk. "Dewi, apakah mutiara langit hilang dibawa turun ke bumi oleh air hujan ini ??" batin ku bertanya. Namun ia menghilang dipertigaan gang Muliya.
Sang dewi terlihat bagaikan ninja, hanya mata yang bercahaya. Aku bertanya, pada tehnologi yang kebanyak orang menyebutnya dengan sebutan 'mbah google'. Dengan key word "perempuan ninja" dan yang sama persisi dengan dirinyapun keluar. Ternyata itu disebut dengan cadar/niqab, pakaian perempuan islam sebagai salah satu bentuk taatnya pada Tuhan. Ia bukan dewi hujan, ia adalah hamba Tuhan yang diciptakan untuk menyejukkan mata yang melihatnya. Aku jatuh cinta, tapi bukan pada pandangan pertama karena aku dan dia belum pernah saling memandang dari mata ke mata. Ini cinta sebelum pandangan pertama,
Semenjak saat itu aku berusaha menjadi hamba yang taat pada Illahi, seperti dirinya. Karena pernah ku baca sebuah nasehat yang berbunyi "seperti apa diri mu seperti itu jodoh mu", kalimat nasehat itu akan ku percayai mulai hari ini. Hijrah !! ternyata itu nama proses yang sedang ku lakukan. Niat karena hamba kini berubah menjadi niat semata karena sang pencipta, karena hijrah akan terasa lebih mudah jika diniatkan karena Allah.
Berminggu-minggu telah berlalu, bahkan kini sudah memasuki awal musim kemarau. Aku penasaran, apakah ia tetap menjadi dewi hujan yang menyejukkan atau berubah menjadi dewi musim kemarau yang mendatangkan kekeringan iman. Ooh doa, terkabullah !! bantu rindu ini untuk terbalaskan. Dia, sang dewi tanpa nama ternyata adalah sahabat dari seorang teman yang ku kenal. Namanya Dewi Bidara, akrab dipanggil dengan nama Dara. Info yang ku dapat, ia akan menikah tanpa pacaran, akan menikah dengan laki-laki perkasa yang berani datang melamar.
"maukah kau menikah dengan ku ? menjadi penyempurna sebagaian dari agamaku ? menemaniku menunaiakan ibadah yang paling indah dalam bahtra rumah tangga"
Ia berkata dengan santun "insyaa Allah ana siap akh". Hari H waliamahan pun semakin dekat, aku memberikannya pakaian yang ku jahit sendiri, beserta dengan penutup wajah cadar/niqab. Aku termasuk penjahit handal, dengan karunia dari yang kuasa, aku mampu menentukan ukuran-ukuran baju seseorang dengan melihat postur tubuh atau pakaian yang ia kenakan sebelumnya.
"baju ini ku hadiahkan untuk kau kenakan saat dimana Allah mengesahkan kau untuk ku miliki"
Menikah dengannya adalah anugrah terindah, fenomena pernikahan ternyata tak seburuk yang sering ku lihat di televisi atau kenyataan lingkungan sekitar. Ia bukan hanya menjadi istri sholehah tapi juga menjadi ummi sholehah, terlihat dari bagamana caranya mengasuh anak. Kini rumahku menjadi lebih tertata, karena hadirnya bidadari yang bernama Bidara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antalogi Cerpen
Short StoryKumpulan cerita-cerita yang didalamnya terdapat sebagian harapan nyata seorang "Saya" Happy reading