"INKA?"
Mas Ibra berteriak dengan suara tertahan, mendapati aku tengah dipeluk laki-laki lain.
Laki-laki lain itu Kris. Krisna. Laki-laki yang menjadi bagian dari kisah cintaku di masa lalu. Kisah cinta yang belum berakhir, namun terpaksa berhenti karena aku harus menikah dengan Mas Ibra tujuh bulan yang lalu.
Aku melepas pelukan Kris. Mas Ibra menarik tanganku kasar, sorot matanya menyiratkan kemarahan luar biasa. Namun seperti biasa, Mas Ibra sangatlah lihai menyembunyikan rasa. Kini aku berdiri di samping Mas Ibra yang memberikan tangannya pada Kris untuk bersalaman.
"Saya Ibrahim, suami Marinka." Suara berat Mas Ibra mengagetkan Kris. Air muka Kris seketika berubah menjadi tak terbaca.
"Suami?"
"Iya, kami pengantin baru. Permisi." Aku mengekor di belakang Mas Ibra yang tetap menggenggam tanganku menuju ruang kecil di samping gedung bank. Bahkan Kris belum menyebutkan namanya, atau jangan-jangan Mas Ibra sudah menduga?
"Siapa?" Kemarahan Mas Ibra sudah mulai lenyap. Mas Ibra menyeruput kuah sayur bening bayam langsung dari kotak bekal yang kubawa.
Aku diam saja. Enggan menjawab. Toh Mas Ibra sudah tahu Kris itu siapa.
"Mantan kamu?" Tanya Mas Ibra lagi.
"Makan yang banyak." Aku memilih tak menjawab.
"Dia mantan kamu?" Tanyanya lagi.
"Iya. Udah, makan."
"Krisna?"
Aku mengangguk. Tebakanku benar, Mas Ibra tahu masa laluku bernama Krisna. Tapi aku tak pernah menyangka, Mas Ibra dan Krisna berkesempatan bertatap muka dalam situasi rumit seperti ini.
"Hari ini aku mau izin setengah hari. Plus besok." Kata Mas Ibra tiba-tiba.
"Lah ngapain?"
"Mau izin sakit."
"Orang lagi sehat, ngapa pura-pura sakit?"
"Mau ngajak kamu ke Bondowoso."
"Untuk?"
"Nginep di hotel."
"Buang-buang duit?"
"Aku dikasi voucher hotel sama Mas Sigit. Buat Jum'at, Sabtu, Minggu. Mau gak? Kalau gak mau vouchernya aku kasi Ega, biar dia hanimun sama Ajeng."
"MAU LAH!" Aku terkikik pelan. Luasnya hatimu, memaafkanku, Mas Ibra. Maaf aku belum mampu memasukkan ketulusanmu ke dalam hatiku.
Tiba-tiba aku jadi mellow. Aku dan Mas Ibra sama-sama korban, yang akhirnya terperosok dalam pernikahan yang tak kami inginkan ini. Tapi, entah kenapa dia baik sekali. Meski di awal pernikahan, aku sempat membuat benteng permusuhan, tapi sikap manis dan kesabaran Mas Ibra membuatku luluh. Entahlah, aku yakin ini bukan cinta. Aku hanya ingin berlaku baik pada orang yang baik kepadaku.
***
Aku keluar lebih dulu, menunggu Mas Ibra di ujung jalan. Tempat orang berjualan aneka makanan ringan. Ini atas permintaan Mas Ibra. Mungkin dia takut aku bertemu dengan Krisna. Meski dia tahu betul, seluruh akses kontak Kris sudah kublokir. Tak mungkin Kris bisa menghubungiku, kecuali aku yang menghubungi Kris terlebih dulu.Dan aku belum gila. Aku tak mau menjadi janda di usia yang belum genap dua puluh lima. Meski aku belum meletakkan pernikahan ini di hati, tapi aku tahu pernikahan itu sakral dan suci. Bukan salah hati jika rasa belum hadir menyapa. Salah manusianya jika memilih menghadirkan orang ketiga, dalam sucinya bahtera rumah tangga.
Pertemuan dengan Kris membuat guncangan tersendiri dalam lubuk hatiku yang paling dalam. Hati tak mampu berbohong, jika pelukan Kris mampu mengobati rindu pada kekasih hati yang lama tak bertemu. Bahkan mengucap putus saja, tak sempat kulakukan.
Aku seperti perempuan busuk yang meninggalkan kekasihnya tanpa pesan. Hinggap dalam pelukan lelaki baru, atas nama pernikahan. Meski aku tak seperti itu. Sumpah demi Tuhan, aku tak seperti itu.
"Tin... Tin." Mas Ibra membunyikan klakson.
"Ngelamun! Ayo..." Mas Ibra mendahuluiku, aku menyusulnya laju motornya dengan laju motorku.
***
"Udah? Cukup bawa ini aja?" Aku melihat kembali koper yang akan kami bawa ke Bondowoso. Meski hanya memakan waktu satu jam dari rumah, tapi tiga hari disana bukan waktu yang singkat."Udah, cukup. Ini buat kamu, Ka." Mas Ibra mengangsurkan sebuah kotak berwarna coklat muda.
"Apa ini Mas?"
"Buka aja, mudah-mudahan kamu suka. Aku mandi dulu."
Mas Ibra masuk ke dalam kamar mandi yang berada dalam kamar. Setelah terdengar bunyi kran dihidupkan, aku membuka kotak pemberian Mas Ibra.
Sebuah tunik berwarna peach, hijab bermotif abstrak berwarna senada dan sepasang lingerie satin berwarna merah menyala.
"Mas Ibraaaaaaaa!"