15. Kunjungan Balqis

1.1K 122 67
                                    

Nyatanya sampai pagi menyapa, Iyok tidak bisa tidur. Masih jelas diingatan tentang aroma citrus, hembusan mint, dan serbuan menthol yang membungkus dirinya. Wajah Iyok memanas meski hanya membayangkan kejadian yang berlangsung tidak sampai satu menit itu.

Iyok sejak enam jam lalu hanya berguling, memeluk bantal, menggigit selimut dan mengacak rambut saja. Persis seperti gadis perawan yang jatuh cinta. Tunggu, apa ia sedang jatuh cinta?

Alarm dari jam digital sudah berdering sejak setengah jam yang lalu, sekarang pukul tujuh dan Iyok masih enggan untuk beranjak.

Sesekali ia melirik ponsel, berharap ada panggilan telepon atau pesan singkat dari orang yang seenaknya mengusik ketenangan hati dan pikirannya. Namun, belum ada tanda-tanda ponsel pintar itu akan berbunyi.

Sekelebat ia masih bisa merasakan suhu tubuh Fano lewat telapak tangan pemuda itu pada pipinya. Mengelus lembut seperti ciuman kupu-kupu. Ringan dan menggelitik nikmat. Aroma wangi napas Fano yang menyapu wajahnya. Entah mengapa, itu terasa menikam jantung tapi rasanya menyenangkan. Lalu lembut menthol shampoo yang Fano gunakan menginvasi indra penciumannya; sejuk, dingin, segar dan harum.

Jantung Iyok berdetak cepat. Pompa darahnya tidak konstan. Wajahnya memerah. Gawat, Iyok baper.

Jendela kamar belum ia buka. Suasana di kamar dingin, lembab, gelap dan suram, namun itu tidak terlihat dari rona merah samar di pipi tembam lelaki bermanik sebening madu.

Iyok total kehilangan rasional kala menginjakkan kaki di kamar tadi malam. Ia kalap ingin menjerit jika tidak ingat bahwa orang satu rumah sudah tidur.

Gemas mengigit pipi bagian dalam, Iyok membayangkan betapa dekatnya wajah mereka. Merekam jelas hidung mereka yang bersentuhan meski ia pura-pura tertidur selama perjalanan pulang agar tidak berdebat dengan Fano.

Ya, bersama Fano memang ia harus menekan ego. Fano pantang ditentang jika keputusannya dirasa benar dan akan menerima lapang dada keputusan akhir jika itu adalah yang terbaik.

Iyok sadar jika memang seharusnya ia mengalah saat itu, mengingat ia juga letih menggendong Tio yang lumayan berat, tetapi perasaan ingin membantu Fano meski hanya membuat lelaki itu duduk tenang selama pulangnya mereka dari jalan-jalan singkat itu tidak membuahkan hasil padahal Iyok tidak apa jika harus bergantian menyetir.

Lagi-lagi senyum terkembang sampai pipi menutupi mata.

Semalam, mereka membawa Tio pulang ke rumah Fano dahulu baru mengantar Iyok pulang. Alasannya karena tidak tega melihat Tio tidur dengan posisi duduk kelamaan.

Sampai rumah Fano pukul delapan malam dan mereka dicegat oleh mas Julio dulu. Memberondong pertanyaan di luar kegiatan jalan mereka hari itu, seperti;

"Gimana di mobil? Enak?"

"Tio ganggu kalian, gak?"

"Mas denger ada penginapan di daerah sana, kok kalian malah pulang?"

atau,

"Iyok suka tauge?"

Pertanyaan unfaedah mas Julio langsung diacuhkan Fano dengan menarik tangan Iyok menuju mobil dan mereka pergi, lagi.

Sepanjang perjalanan menuju rumah Iyok, Fano mengerang kesal. Sesekali umpat yang tertuju pada kakak laki-lakinya lolos begitu saja dan menuai senyum simpul di bibir Iyok.

Sebenarnya, jarak dari rumah Fano ke rumah Iyok hanya memakan waktu tiga puluh lima menit jika tidak macet, tetapi mereka mampir sebentar untuk makan malam.

Memang Fano dan Iyok banyak diam setelah tidak ada Tio, tetapi diam kali ini tidak mengundang kecanggungan. Iyok bisa merasakan geliat lain dari Fano yang tertangkap retinanya. Geliat atas ungkapan yang tertahan. Iyok merasa Fano ingin menyampaikan sesuatu, namun sampai ia diantar pulang, Fano masih setia pada kebisuan.

Stupid F | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang