bag.32 (2)

1K 55 0
                                    

"3 tahun setelah kepergianku dari rumah. Aku memutuskan untuk menjadi muallaf, dengan mengucapkan dua kalimat Syahadat langsung didepan Guru Besar Ahmad al-Junaedi beserta istri dan putri sematawayangnya." Lanjut pria itu sambil tetis menatap pria berkacamata yang kinj sudah berdiri tepat dibelakang Alyssa.


"2 tahun setelah ke Islamanku. Ustadz Ahmad menikahkanku dengan putri satu2nya yang tak lain adalah temanmu ini. Rencana dan persiapan pernikahan kami berlangsung begitu cepat. Tak ada satupun keluarga ataupun teman, baik dariku ataupun Zakiyah yang tahu akan pernikahan kami. Itu karna memang aku masih trauma dengan masa lalu kelurgaku yang begitu menyakitkan. Aku benar2 ingin mengubur dalam2 semua yang terhubung dengan masa laluku. 1 tahun setelah pernikahan kami, kami dikaruniai seorang bayi cantik nan lucu.. tapi kami masih terus menutup diri akan masa lalu kami. Meski begitu, putriku tetap mengetahui siapa kakek neneknya, siapa pamannya, siapa bibinya...dimana rumah ayahnya dan darimana asalnya. Putriku tahu itu.." kata pria dengan brewok yang lumayan lebat didagunya itu masih dengan tatapan tertuju kearah Alyssa dan pria berkacamata dibelakang Alyssa itu.



"3 tahun setelah kelahiran putri kami, ibunya Zakiyah dan juga ibu mertuaku, umi Annisa Fitri meninggal. Dan tepat 6 bulan yang lalu, guru ngaji sekaligus ayah mertuaku  yakni Ustadz Ahmad al-Junaedi juga telah berpulang memenuhi panggilan sang Ilahi Robbi." Pria itu menghela nafas kasar.



"Aaaapah??? Maksudnya....... tante Nisa??? om Ahmad????" Akhirnya Alyssa membuka suara untuk memastikan kebenaran atas apa yang ia dengar. Mata Alyssa yang sedari tadi hanya menatap kosong, kini kembali memerah dan berair. Tanpa Alyssa tahu. Ada seseorang yang berdiri tepat dibelakangya yang juga sedang menatap pria dengan brewok itu dan sesekali menatap punggung Alyssa dengan tatapan datar namun mata sedikit memerah.



Zakiyah mengangguk mengiyakan pertanyaan Alyssa dengan butiran air  mata yang mengalir deras membasahi pipinya.



"Kesedihan amat dalam begitu kami rasakan. Setelah kepergian abah (Ustadz Ahmad al-Junaedi), Syifa terus menerus meminta pulang ke Indonesia, lebih tepatnya kerumah kakek dan neneknya yang ia tahu ada di Bali. Kakek dan nenek yang sama sekali belum pernah ia lihat sedari ia  lahir. Kakek dan nenek yang tak lain adalah kedua orang tuaku, ajik Sadewa dan mamah Tsania. " pria  itu masih menatap kearah Alyssa dan pria berkacamata dibelakang Ayssa.



"Dengan keinginan Syifa itu, aku mau tidak mau harus kembali mengingat akan masa laluku tentang keluargaku. Tentang bagaimana hubungan ajik dan mamah. Tentang keberadaan kedua adikku. Aku kembali mencari tahu tentang mereka semua. Bahkan aku juga  mengirim orang untuk mencari tahu keberadaan seorang gadis yang telah membuat hidupku dan adikku berubah.. gadis yang telah membuat perasaanku kepada kekasihku hilang sirna.. gadis itu bernama Alyssa Khoirunnisa, gadis  muslim berhijab lebar yang juga telah mencuri hati seorang pria dingin dan cuek seperti adikku, Alen Putra Sadewa." Pria itu masih menatap keobjek yang sama  dengan tatapan  tajam penuh arti. Mata pria itu semakin lekat menatap wajah Alyssa yang basah karena air mata.




"Hampir 6 bulan lamanya aku mencari tahu tentang kehidupan orang2 dari masa laluku. Dan usahaku pun membuahkan hasil. Orang2 kepercayaanku memberiku informasi tentang keberadaan kalian. Tentang kehidupan kalian saat ini, dan bahkan juga bagaimana kehidupan kalian selama 10 tahun, yang belum aku ketahui."




"Tentang pernikahanmu....... (pria itu menatap Alyssa  sendu) aku turut berduka cita,,, atas meninggalnya..... suami, ibu dan juga.... calon bayimu Alyssa..." mata pria  itu terlihat memerah menahan air mata  yang menumpuk dikedua pelupuk matanya itu.



Alyssa, Zakiyah dan pria berkacamata itu tak bergeming. Ketiganya hanya menatap kosong dengan fikiran yang hanyut akan kesedihan akan masa  lalu yang begitu menyakitkan.




"Dengan perasaan campur aduk, Aku dan Zakiyah mengumpulkan keberanian, dengan kepercayaan kami pada Alloh telah membuat keberanian itu semakin besar hingga kami memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Kami pulang.. yah pulang ketempat dimana banyak kenangan akan kesedihan yang begitu menyakitkan dimasa lalu kami.. tapi kami kembali.."


"Tempat tujuan pertama kami adalah Bali. Tempat dimana aku dan kedua adikku dibesarkan bersama. Tempat dimana aku melihat sendiri kehancuran rumah tangga kedua  orang tuaku. Kehilangan adik keduaku. Dan tempat dimana 10 tahun yang lalu aku meninggalkan adik bungsuku sendirian disana. Aku kembali. Yah.. kembali menemui semua yang telah menjadi masa laluku."



"Dari oramg2 kepercayaanku, aku mendapat informasi jikalau Ajik dan mamah memutuskan untuk tidak bercerai dan tetap tinggal bersama tepat 1 tahun setelah kepergianku. Mereka berdua berharap dengan tinggalnya  mereka serumah bisa membuat kedua putranya  kembali tinggal di Bali bersama  mereka. Meski alu dan adikku masih belum juga kembali. Mereka tetap memaksakan diri tinggak 1 atap yang sama. Meski mereka masih berstatus suami istri dan tinggal satu atap begitu namun, mereka tak seperti sebelumnya. Rasa hangat dan senyuman yang dulu melekat pada keduanya telah berubah, dan menyisakan perasaan kaku serta dingin. Tak ada sapaan, senyuman bahkan obrolan. Semuanya seakan telah mati." Pria itu kembali menghela nafas kasar.





"Ditambah kepulanganku setelah 10 tahun yang mendadak, dengan stafusku sebagai seorang muallaf, suami dan juga ayah. Membuat mereka benar2 terkejut. Keduanya baik ajik Sadewa ataupun bahkan mamah Tsania. Tak ada satupun yang menyambut hangat kehadiran kami. Mereka hanya menatap dingin dan sinis tanpa mengatakan menerima ataupun menolak kedatangan kami kerumah. Meski begitu ajik dan mamah menyambut putri kami dengan senyum dan perasaan hangat. Setidaknya itu sudah cukup bagiku dan Zakiyah. Setelah beberapa hari dirumah itu. Akhirnya kami memutuskan pergi. Pergi ketempat dimana mungkin Syifa bisa melihat dan bertemu dengan om dan juga tantenya." Kata pria itu melanjutkan dengan tatapan kembali menatap Alyssa dan pria dibelakang Alyssa bergantian.


"??" Alyssa terlihat mengerutkan kening tak mengerti dengan ucapan terakhir  pria didepannya itu.


"Syifa.. ayo cium tangan dan beri salam ke om itu.." perintah pria dengan brewok itu sambil menatap seseoramg dibelakang Alyssa. Sementara Alyssa hanya diam berfikir siapa gerangan orang yanga dimaksud pria dengan brewok didepannya itu.



Sang putri Syifa, bangkit dari duduknya dan berjalan kearah belakang Alyssa lalu mencium tangan seseorang disana. Sambil mengucapkan salam. "Assalamu'alaikum?" Kata Syifa.

Tak ada jawaban.

"Wa'alaikumsalam.." suara pria dibelakang Alyssa itu semakin membuat Alyssa terdiam kaku. Sungguh, suara itu.. begitu Alyssa kenali..

Saat Alyssa masih bergulat dengan fikirannya yang menebak-nebak siapa  pemilik suara itu. Suara yang begitu familiar yang sudah hampir 10 tahun ini tak ia dengar. Tiba2 pria  brewok itu,

"Adikku...dr.Ibrahim al-Ghifari... bagaimana kabarmu..??" Tanya pria itu mengakhiri cerita dan mulai berdiri dan berjalan sambil matanya menatap lurus kepria dibelakang Alyssa.

Mendengar nama yang disebutkan pria itu. Serta kalimat pertama yang berbunyi 'adikku' tiba2 membuat tubuh Alyssa  menengang dan gemetar. Mata Alyssa  membulat sempurna dengan ekspresi wajah terkejut dan bertanya-tanya. Mungkinkah seseorang yang ada  dibekangnya adalah adik dari pria brewok itu. Tapi kenapa namanya Ibrahim???????? Dengan otak yang masih berputar memikirkan kemungkinan siapa yang ada dibelakangnya. Perlahan Alyssa menengok dan menatap kebelakang. Dan....








??????

                           😁👉👉

Karnamu dan Agamamu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang