4. Hyacinth [Penyesalan]

51 26 17
                                    

Layaknya Matahari yang memiliki tempat kembali, bulan pun memiliki tempat untuk singgah. Seseorang berhak datang dan mengisi atau bahkan pergi dan menghilang. Selalu ada banyak pilihan. Hanya bagaimana cara seseorang memilah dan memilih dengan baik agar tidak menyesal.

Malam ini, tampak Athala berjalan mendekati meja bar. Tangannya memegang snifter dengan tepat, tubuhnya berhadapan langsung dengan lantai dansa, dan matanya bergerak gelisah. Terlihat Queen menempatkan diri di tengah ramainya pelanggan club. Ia tidak meliukkan badannya, ia hanya mengikuti partner-nya saja.

Terdengar riuh suara musik. Queen menggeser badannya ke kanan dan ke kiri sesuai irama. Athala geram saat melihat tangan Queen disentuh pria lain. Saat ingin maju, sekali lagi, ia terlambat satu detik.

"Apa yang kau lakukan, Ram?"

"Jam sewamu sudah habis. Sekarang giliranku." Rama menarik lembut lengan Queen. Queen pun menurut. Sebelum pergi ia membungkuk sedikit tersenyum kepada pelanggannya.

"Queen pergilah ke ruang karaoke biasa, ada yang minta ditemani. Rama, kembalilah besok." Madam Shu mendorong pelan punggung Queen. Rama pun mengerti karena memang ia tidak memesan. Ia hanya menolong Queen. Akan tetapi Rama bersikukuh tidak akan pulang, ia ingin menunggu Queen hingga selesai.

"Selamat malam, Tuan."

Sosok itu memunggungi Queen. Apakah ia tak salah lihat? Postur dan penampilannya itu, apa Madam Shu sudah tak sayang lagi padanya? Queen menunduk dan mundur perlahan. Namun, tangan itu dengan cekatan menarik dirinya terlebih dahulu.

"Kemarilah...."

Queen semakin mundur hingga punggungnya menyentuh pintu yang di belakangnya. Matanya bergerak gelisah.

'Pria itu, seharusnya bukan aku yang menemaninya.'

"Maaf Tuan, sepertinya saya salah masuk bilik," ucap Queen yang direspon dengan kernyitan pria itu, bingung.

"Madam Shu menyuruhku menunggu di sini. Kau pasti yang akan menemaniku mengobrol di sini."

Queen membuka pintu itu sedikit. Ia berniat kembali dan bertanya pada Madam Shu. Namun, belum sempat keluar, pria itu menggenggam erat tangannya.

"Maaf, tapi pekerja ini sudah kubayar."

Queen tersentak. Tangan pria itu dihempaskan oleh pria di depannya. "Ra-"

"Aku Athala." Deg. Jantung Queen seolah berhenti berdetak.

"Athala?" bisik Queen bergeming.

"Maaf Tuan, ada kesalahan di sini. Queen hanya saya pekerjakan untuk orang tertentu. Tunggulah sebentar Tuan, penemanmu akan segera datang. Sekali lagi maaf atas ketidak-nyamanannya."

Madam Shu meluruskan kesalahan yang terjadi dan di sebelahnya ada Rama. Rama melihat Athala yang saat itu menggenggam lengan Queen dan membawanya ke bilik sebelah. Tangannya mengepal kuat. Ia membisikkan nama pria itu lamat-lamat.

*

Di dalam bilik, Athala dan Queen membeku. Tidak ada perbincangan yang terjadi. Hanya suara deru nafas yang terdengar saling bersahutan.

"Zeva." Deg. Sekali lagi Queen mendengar sapaan singkat yang mampu membuat nafasnya tercekat dan jantungnya berlarian kencang.

"Queen. Tuan ingin ditemani berbincang, bukan? Duduklah, Tuan."

Athala terenyuk. Ia menuruti perkataan Queen. Ia mengambil posisi bersebelahan dengan Queen.

"Padat tapi tidak solid."

Queen mengernyit. Ia menajamkan pendengarannya dan membalas ucapan Athala. "Seperti es batu yang bisa cair kapan saja. Tidak ada jaminan untuk membuatnya tetap solid sekalipun di dalam pendingin."

"Tapi cintaku solid."

Queen melirik lalu tersenyum manis. Athala melihatnya, ia terpana. Senyuman gadisnya masih sama seperti dulu.

"Cinta butuh perjuangan. Untuk apa memperjuangkan bila yang diperjuangkan pun tak tahu diri."

Queen menyeringai. Ucapannya menusuk Athala. Rasanya sakit bagai diiris sembilu.
Athala meraih jemari Queen. Ia membelainya dengan lembut. Queen tahu kenyamanan yang diberikan Athala hanya sekadar kamuflase belaka.

"Zeva, maaf aku pergi tanpa kabar saat itu. Kau tahu betul impianku sedari kecil. Kesempatan saat itu sangat besar untukku."

Queen menghela nafas, "Lalu meninggalkanku adalah cara terbaik? Nenek bahkan pergi tepat saat dirimu menghilang."

Queen beranjak dan menuangkan wine ke dua gelas di hadapannya. Ia memberikan gelas lainnya kepada Athala dan bersulang bersama.

"Ah, lupakan saja. Itu sudah bukan hal yang perlu dibicarakan saat ini."

"Tidak. Setahun setelahnya aku kembali tapi kau tak ada, Zeva."

"Queen. Aku tidak suka ada yang memanggil awalanku."

Keduanya terdiam kembali. Tak tahu harus memulai topik seperti apa. Alhasil mereka hanya minum sampai 1 botol itu habis tak bersisa.

Tak terasa satu jam pun berlalu begitu saja. Queen yang jamnya sudah selesai pun akhirnya beranjak dari sofa itu dan membuka pintu perlahan. Matanya melirik Athala sejenak.

"Ram, tolong pulangkan pria itu. Kau pasti tahu di mana rumahnya."

"Lalu kau sendiri?"

"Jangan bercanda. Aku bukan putik yang dikerubungi lebah."

'Ya, kau memang bukan putik. Tapi gula yang dikelilingi semut.'

To be Continue

Suka? Vote, komen, masukin library ^^
KriSar? Typo? Komen atau pm aja
Mau dibaca juga karya kalian? Pm ya ^^

See you on the next chaper
Bubye~

1 APRIL : Queen-Athala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang