01. Dia, bukan?

5 1 1
                                    

Harusnya Kinan tak menggati tas yang biasa dia gunakan untuk kerja dengan tas sekolahnya dulu, harusnya Kinan juga mendengarkan kata ibu untuk menaruh payung di kursi dekat pintu.

Kini Kinan harus terjebak di pos satpam karna hujan yang turun tak kenal waktu dan tempat.

"duduk neng" ujar satpam yang kinan tau namanya Maman dari bordiran dengan benang berwarna putih di bajunya sebelah kiri.

"iya pak, makasih" Kinan berucap seraya mendaratkan bokongnya di kursi kayu panjang.

"baru pulang kerja neng" tanya pak Maman lagi.

Kinan mengangguk, tersenyum ramah "iya pak, maaf ya pak saya numpang neduh" ucapnya.

"santai aja atuh neng..." pak Maman berlari, membuka pintu gerbang saat ada mobil yang hendak keluar. Pak Maman menunduk sesikit saat kaca mobil di buka sedikit, mengangguk lalu kembali lagi ke pos jaga "neng, kata pak Arfan pulangnya kedaerah mana, kalau sama bareng aja" ucap pak Maman.

Kinan mengernyit bingung "gak usah pak nunggu reda aja" tolaknya. Kinan tak kenal dengan orang itu, dia takut karna yang sering Kinan dengar orang kota itu tak bisa di bedakan mana yang baik dan tidak.

"pak Arfan baik ko neng, tenang aja" pak Maman masih berusaha membujuk, pak Maman juga kasihan jika gadis belia seperti Kinan harus pulang menunggu hujan yang tak tau kapan akan reda.

Suara kelakson mobil membuat pak Maman dan Kinan melihat pada mobil ibu berbarengan "ayo neng, gak apa-apa, nanti bapak lapor sama nyonya kalow eneng di apa-apain sama pak Arfan" ucap pak Maman.

Meski ragu, tapi Kinan tetap melangkahkan kakinya kearah mobil dia antar pak Maman menggunakan payung besar yang dia pegang sejak tadi.

"permisi pak" ucap Kinan sopan pada supir sebelum dia duduk di bangku penumpang bagian depan dan mengangguk pelan pada laki-laki berjas hitam di belakangnya. Mobil mulai melaju pelan setelah Kinan menyebutkan alamat rumahnya.

Jam masih menunjukan pukul sembilan di tambah hujan yang masih berjatuhan menjadikan jalanan agak sedikit lengang sehingga tak butuh waktu lama untuk Kinan tiba di depan rumah yang memiliki sepuluh pintu dengan penghuni yang berbeda.

"terimakasih pak" ucapnya pada pak Wardi selaku pengemudi. Kinan sempat berkenalan tadi karna tak mungkin dia diam saja takut di anggap sombong, tak lupa Kinan berucap terimakasih pada orang yang duduk di bangku belakang yang sejak tadi tak mengeluarkan sepatah katapun. Sepanjang perjalanan Kinan hanya menjawab pertanyaat dari pak Wardi atau sesekali bertanya saat ada yang menarik jiwa kekepoannya.

Kinan turun dari mobil, setelah mobil itu melaju Kinan baru melangkahkan kakinya kearah pintu yang terdapat angka 7 di depannya.

"siapa Ki?" ibu bertanya saat Kinan baru membuka pintu. Kinan tersenyum setelah menutup pintu lalu menguncinya dia menghampiri ibu yang sedang duduk di karpet kecil, mengambil tangannya untuk dia cium.

"Bunda ko belum tidur?" pertanyaan yang di jawab pertanyaan.

"di luar hujan deras, anak Bunda udah malem belom pulang mana bisa Bunda tidur dengan tenang"

"sayang Bunda banyak-banyak" Kinan berucap seraya memeluk Bunda erat.

"ish! Siapa tadi Ki?" Bunda bertanya, lagi sambil mengedikan bahu yang menjadi tumpuan dagu Kinan.

"gak tau bu, tadi Kinan ikut neduh di pos satpam Maheswara grup trus diajakin pulang bareng sama....gak tau yang kerja atau yang punya perusahaan, tapi orangnya keliatan baiksih ah tapi gak tau juga bu dia diem terus selama di perjalanan tadi Kinan cuma ngobrol sama pak Wardi" jelas Kinan panjang lebar.

Bunda mendesah "makan sana" ucap Bunda sambil mengelus punggung tangan Kinan, sayang.

Kinan tersenyum lalu berdiri dari duduknya, berjalan kearah kamar untuk mengambil handuk serta baju bersih untuk dia gunakan setelah mandi meski dingin Kinan akan selalu mandi saat pulang kerja, dia tidak bisa tidur bersama keringat.


Kean menatap punggung gadis itu maluli kaca mobil. Dia tidak benar-benar pergi. Meski hanya sebentar pertemuannya terdahulu tapi Kean yakin gadis itu adalah gadis yang dulu pernah meminta tanda tangannya.

Aneh memang.

Terlepas dari alasan itu sebagai seorang laki-laki yang memiliki adik perempuan jiwa ingin melindungi keluar begitu saja, maka saat melihat seorang wanita yang kesusahan maka Kean akan dengan senang hati membantunya.

Sepanjang perjalanan mengantar gadis itu Kean berpura-pura sibuk pada ponselnya demi menenangkan degup jantung yang tiba-tiba menggila saat gadis itu sudah duduk di bangku penumpang bagian depan. Kean terus bertanya pada hatinya.

"apakan dia gadis itu, yang dulu mau menghampirinya?"

"gadis yang memberi kean kepercayaan diri dari ucapan yang bahkan bukan tertuju padanya"

Kean yang bergelut dengan semua pemikirannya tak merasakan jika mobil sudah berhenti di depan sebuah rumah kontrakan yang Kean perkirakan memiliki dua kamar kecil. Kean hanya ingin memastikan orang yang dia lihat di pos satpam adalah orang yang sama dengan yang dulu pernah dia temi di SMK Manggala.

Kean hanya ingin tau.

Apakah dia?

Biasanya jam makan siang Kean akan tetap berdiam diri di ruangannya, tapi kali ini dia memilih keluar. Setelah mencari beberapa informasi dari pak Maman dan yang dia dengar semalam saat pak Wardi mengobrol dengan gadis itu, dia bekerja di restoran yang hanya berjarak lima blok dari kantornya.

Maka di sinilah Kean, duduk di kursi dengan meja bundar yang hanya di peruntukan dua orang. Jangan harap dia berdua karna Kean hanya duduk dan menikmati waktu makan siangnya sendiri.

"silahkan pak, mau pesan apa?" ucap waiters berseragam serba hitam dengan dua garis biru di bagian sisi kirinya.

Kean mengerjap pelan saat mata yang sibuk memperhatikan handpone beralih pada waiters di hadapannya "pak" ucap waiters itu lagi seraya mengangsurkan buku menu kearah Kean.

"oh" ucapnya lalu mengambil buku menu di tangan gadis itu, melihat-lihat sebentar lalu memesan beberapa menu yang membuat dia penasaran akan rasanya.

"baik di tunggu ya pak" gadis itu berucap sopan setelah mencatat menu yang di pesan.

Ponsel yang terus bergetar pengalihkan tatapan Kean pada punggung gadis itu yang berjalan kearah kasir, lalu mengambil nampan yang sudah terisi berbagai menu yang di sajika menggunakan mangkok atau piring saji.

"iya mah" Kean menjawab setelah memdengar kata 'hallo' dari orang di sebrang saluran.

"kamu di mana?"

"di restoran dekat kantor"

Pertanyaan demi pertanyaan terus meluncur dari mulut wanita paruh baya yang Kean sebut 'mama' setelah semua pesanan berada di meja Kean mematikan ponselnya lalu memulai sesi makan siangnya sesekali dia akan mencuri pandang pada gadis yang Kean yakini adalah orang yang sama dengan masa lalunya.

•••••

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Penguasa HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang