#5. Love Between Us (Kim Seokjin)

839 95 0
                                    

Hal pertama yang aku tahu, aku sangat mencintaimu.
~Kim Seokjin~

---

Mentari yang bersinar siang ini begitu panas ke kepala. Padahal biasanya tidak sepanas ini. Apa ini pengaruh pemanasan global? Sepertinya aku berpikir terlalu jauh, ya.

Aku berjalan menuju sebuah toko buku. Tujuanku adalah membeli buku novel yang baru saja diterbitkan. Aku sudah lama menunggu novel itu. Pengarangnya sudah sangat terkenal dan sulit untuk mendapatkan novel itu. Maka dari itu, aku cepat-cepat menuju toko buku dan membelinya.

Sesudah masuk ke dalam, aku menyusuri rak-rak buku berwarna cokelat tua. Seharusnya novel itu ada di bagian 'New Arrival'. Dan, betul saja. Buku itu ada di sana. Aku berpikir aku beruntung karena buku itu tinggal satu ketika ada tangan lain yang menyentuh buku itu juga.

Kepalaku kutoleh ke samping. Seorang lelaki bermantel cokelat memandangku sengit. Ia berusaha merebut buku itu dari tanganku.

"Aku sudah mengambilnya terlebih dahulu," kataku mencoba sabar.

"Kau tidak mengambilnya. Kau hanya menyentuhnya saja," balas lelaki itu dingin.

Aku menatapnya tajam. "Aku sudah lama menginginkan buku ini, kau tahu?! Aku tidak peduli, aku yang berhak membelinya!"

"Permisi, apa ada yang bisa saya bantu?" Seorang penjaga toko mendatangi kami. Mungkin keributan yang kami buat sudah mendatangkan rasa penasaran.

"Mian, apakah stok buku ini masih ada?" tanya lelaki itu ramah. Huh! Jika berbicara denganku ia tidak ada ramahnya!

"Kami minta maaf. Buku itu hanya tinggal satu. Karena buku itu banyak peminatnya, jadi itu adalah buku terakhir," jawab si penjaga.

"Kalau begitu, itu milikku!" seruku memaksa.

"Tunggu, Nona. Itu belum tentu," ucap lelaki itu padaku. Kemudian ia menoleh pada si penjaga toko. "Apa kau ingin jika aku tidak menjadi member di sini? Aku bisa saja mengecap toko ini sebagai toko yang tidak melayani pembeli dengan baik," ancamnya pongah.

Kartu member sialan! Aku tidak terdaftar sebagai member di toko buku ini. Alhasil, hanya member saja yang memiliki kartu dan biasanya mereka yang telah menjadi member dianggap lebih tinggi dibanding orang yang belum menjadi member.

"Baiklah. Maaf Nona, buku ini milik lelaki itu. Kami tidak ingin dicap sebagai toko yang tidak melayani pembeli dengan maksimal. Sekali lagi, kami minta maaf." Si penjaga toko itu membungkukkan tubuhnya di hadapanku.

Sudahlah, sepertinya buku itu memang belum menjadi milikku.

***

"Kau sudah membeli bukunya?" tanya Eomma ketika aku pulang.

"Belum. Ada seorang lelaki menyebalkan yang membeli buku terakhir. Mau bagaimana lagi, ia memiliki kuasa jadi aku tak bisa berkutik di hadapannya," jawabku malas.

Eomma tersenyum. "Sudahlah. Buku itu masih ada lain kali 'kan?"

Aku mengangguk pasrah. Mau bagaimana lagi? Buku itu sudah berpindah tangan ke lelaki itu dan menjadi miliknya.

***

Pagi ini, aku sudah siap untuk berangkat kuliah. Aku hanya ingin cepat-cepat pulang dan ke toko buku itu lagi. Semoga saja buku yang kuinginkan kemarin sudah ada.

"(Yn)!"

Aku menoleh ke kanan dan ke kiri ketika mendengar namaku dipanggil. Ternyata Nancy-sahabatku-yang memanggilku. Ia berlari dari kejauhan.

"Annyeong, Nancy-a," sapaku ketika ia sudah berdiri di sampingku.

"Apa kau ingin masuk ke kelas? Kalau begitu, bersama denganku saja," ujarku.

"Maka dari itu, aku mencarimu dari tadi. Dan ternyata kau baru datang," sahut Nancy. "Kajja! Aku tidak ingin terlambat di hari pertama semester baru!" serunya antusias.

Aku menggangguk. Kemudian kami berjalan beriringan menuju kelas.

***

Hari sudah siang. Matahari sudah tepat di puncak kepala. Aku dan Nancy memutuskan makan di kantin kampus kami. Kami tak ingin makan di kafe karena sedang irit uang. Terlebih, Nancy membayar kuliahnya sendiri tanpa uang dari orangtuanya. Maka, ia akan berusaha untuk seirit mungkin.

"Kau ingin makan apa?" tanya Nancy saat kami tiba di kantin.

"Bimbimbap saja. Aku sedang ingin makan yang mengenyangkan," jawabku. "Aku akan cari tempat duduk. Ini uangnya."

"Baiklah. Kau tunggu di sini." Nancy berlalu dari hadapanku.

Aku menoleh ke kanan dan ke kiri mencari kursi yang kosong. Aku menemukannya. Kursi itu ada di sudut kantin. Langkah kakiku pun segera melangkah ke sana.

Setibanya di sana, ada seorang lelaki juga yang ingin duduk. Maka, aku segera duduk dengan kecepatan kilat. Lelaki itu menatapku.

"Kau lagi?!" seru kami bersamaan.

Ya, dia lelaki yang membuatku kesal kemarin.

"Mengapa setiap aku bertemu denganmu aku selalu kesulitan seperti ini?" katanya dingin.

"Mana kutahu! Kau sendiri yang memulai!"

"Mungkin kalian berjodoh."

Aku menoleh ke arah datangnya suara. Nancy berdiri dengan nampan di tangannya. "Permisi. Kami mau makan. Sebaiknya kau mencari tempat lain saja. Lagi pula, kursi ini sudah pas untuk kami berdua."

Lelaki itu menatap kami berdua tajam sebelum berlalu. Aku menatapnya balik tak suka.

"Kau kenal dengannya, (Yn)?" tanya Nancy setelah kami berdua duduk.

"Aku bertemu dengannya kemarin di toko buku. Kami sempat berdebat karena kami ingin membeli buku yang sama. Dan sialnya, buku itu hanya satu," jelasku.

"Akhirnya, siapa yang membeli buku itu?" Nancy bertanya sambil mengambil sumpit. Kebetulan ia makan ramyeon.

Aku mengaduk nasi menjadi satu dengan lauk-pauk di atasnya. "Tentu saja dia yang membelinya! Itu pun dengan cara tak adil. Kau tahu? Ia mengancam sang penjaga toko hanya demi buku itu! Sungguh menyebalkan."

Nancy tertawa keras. "Lain kali kau pasti menang darinya," ujarnya menyemangati.

Aku mengangkat bahuku. "Aku tak ingin bertemu dengannya lagi. Ia. Sangat. Menyebalkan." Aku menekan setiap kata yang kuucapkan.

"Daripada kau menjadi kesal, sebaiknya kita makan dulu," ucap Nancy akhirnya.

Aku menyuap nasi yang sudah kuaduk tadi. "Omong-omong, kau tahu namanya?" tanyaku setelah selesai mengunyah.

"Aku tahu. Namanya Kim Seokjin, orang-orang memanggilnya Jin. Ia menjadi pria idaman di falkutas kedokteran. Hampir semua gadis menyukainya dan rela antri untuk menjadi kekasihnya. Namun, Jin tidak memilih satu pun dari gadis itu," jelas Nancy panjang lebar.

"Huh! Dia memang sombong. Atau jangan-jangan dia homo?" tanyaku curiga.

Nancy tertawa. "Kau itu jangan aneh-aneh. Mana ada pria tampan sepertinya menyukai sesama jenis?"

"Justru itu! Bukankah seharusnya pria tampan sepertinya memiliki kekasih? Sangat aneh bukan jika ia tidak memiliki kekasih?"

"Sudahlah. Kau jangan berkhayal. Habiskan makananmu itu. Aku akan menemanimu ke toko buku," ujar Nancy.

"Baiklah!"

TBC

𝑨𝒎𝒐𝒖𝒓 ✧ 𝘉𝘛𝘚 𝘹 𝘠𝘰𝘶 (𝘖𝘯𝘦𝘴𝘩𝘰𝘰𝘵𝘴)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang