27

1.4K 132 25
                                    

Cinta itu perasaan murni yang datang dan menetap di relung hati. Tetapi kenapa keberadaanya sering kali membuat orang saling melukai. Katanya cintanya yang salah, lantas dirimu benar? Cinta diwaktu yang salah, mencintai orang yang salah, keadaan yang salah. Memang begitulah manusia, kita butuh sesuatu untuk di salahkan bukan?

Mencintai sepenuh hati kemudian kecewa hingga lupa diri. Membenci sampai hilang kendali kemudian menyesal setengah mati. Lagi-lagi cinta juga yang salah arti.

Shania pernah jatuh cinta begitu dalam, lalu hanyut dalam luka yang tak kunjung reda kemudian dendam semakin meradang. Sekarang rasa sesal datang membawa luka baru. Lantas siapa yang harus ia salahkan???

"Apa yang salah denganku, kak? Kurang apa aku ini, bahkan saat Boby mencumbuku aku tidak menolaknya. Sekarang ia dengan gampangnya bilang akan menikah dengan cewek sialan itu!" Shania tidak pernah selemah ini, bahkan jika pria-pria sebelumnya memutuskannya, ia dengan mudah melupakannya lalu dengan segera dapat penggantinya, tetapi kenapa kali ini begitu tersiksa.

Usai meluapkan semua kekecewaannya, Shania meneguk habis wine yang tersisa di gelasnya. Tubuhnya tak merasakan dingin sama sekali, padahal udara malam semakin menusuk rusuk. Matanya semakin sayu, tubuhnya sudah mulai limbung, dan kepalanya terasa pusing, Shania masih tetap berdiri dengan sisa-sisa tenaganya. Kedua tangannya bertumpu pada besi balkon kamarnya, menahan agar tubuhnya tidak terjatuh. Ia masih butuh udara segara untuk menghilangkan sesak di dadanya.

Veranda jelas marah dengan ucapan Shania barusan, apa maksudnya Boby mencumbu Shania. Apakah mereka pernah melakukan hubungan di luar pernikahan? Veranda sontak menatap tajam ke arah Kinan, bagaimanapun Kinan dan Boby pernah dekat. Sedangkan yang ditatap hanya diam bingung harus menjelaskan apa, baginya itu hal biasa.

"Shania, udah ya. Kamu perlu istirahat, nanti kamu sakit. Udaranya makin dingin, gak baik buat badan kamu." Veranda berucap dengan lembut, dan Kinan segera membantu Shania menuju tempat tidurnya.

Shania tidak membantah, tubuhnya juga lelah ia perlu menghilangkan ingatannya sejenak. Shania yakin besok pagi ia akan lupa dan semua akan baik-baik saja.

Veranda menyelimuti tubuh adiknya yang semakin tak terurus. Mengusap rambutnya pelan lalu memberesekan botol dan gelas bekas minuman tadi. Jika sampai ketahuan habislah Shania oleh kedua orang tuanya.

"Sayang, jendelanya tolong di tutup ya." Perintah Veranda pada kekasihnya.

"Iya sayang."

Setelah selesai dengan Shania, Kinan mengantarkan Veranda ke kamarnya. Kemudian pamit untuk segera pulang.

"Besok aku jelasin ya, kamu harus istirahat." Kinan mencium bibir Veranda singkat kemudian ia hilang dibalik pintu.

Veranda menghela nafas lelahnya, matanya sudah sangat berat pantas saja ini sudah dini hari dan ia masih terjaga. Shania butuh di dengarkan, Shania butuh teman dan Veranda mengerti itu. Lampu kamar mulai dimatikan dan Veranda terlelap dalam tidurnya.

Pagi ini disambut oleh hujan deras disertai kerinduan yang semakin menumpuk. Sebagian bumi basah olehnya, mendung tak terbendung. Gelap masih menyelimuti langit Jakarta. Dedaunan yang basah dan juga suara rintik hujan bagai rintihan yang pilu begitu menyayat disetiap tetesnya.

Jika kebanyakan orang akan memilih melanjutkan tidurnya kembali, merasakan hangatnya selimut atau secangkir kopi panas sebagai pelengkap suasana yang syahdu, berbeda dengan gadis berambut panjang yang sekarang sedang berlarian menerobos lebatnya hujan. Payung yang ia pakai tak mampu melindunginya dari air hujan, hingga bajunya basah dan rambutnya lepek. Tangannya membawa satu kantong kresek, Shani tetap berlari meski hujan semakin membuatnya menggigil, ia hanya butuh beberapa langkah untuk sampai di kostan kekasihnya.

Paralyzed (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang