03. Outta My Head

3.3K 548 38
                                    

Aku memandangi wajah Pak Daniar dengan tak percaya. Maksudnya—hey, apa dia gila karena membawa mahasiswinya masuk ke dalam apartemennya?! 

Tadi setelah beradu argumen dengannya,  akhirnya aku mengalah dan membiarkannya drive thru lalu pulang ke apartemennya ini dengan membawa makanan cepat saji yang lumayan banyak. Banyak sekali alasannya untuk membawaku ke sini, aku yang mulai kesal akhirnya mengatakan terserah dan dia tersenyum kemenangan.

Terdengar helaan napas Pak Doyoung, ia lalu memandangku. "Berhenti menatapku seperti itu, aku bukan pria mesum atau cabul atau apapun itu."

Aku berdecak kemudian menatapnya.

"Tapi bapak persis sekali seperti pria mesum!" Aku sedikit menggeser dudukku menjauhinya, kemudian mengalihkan pandangan ke layar televisi yang menyala di depan kami. "Lagi pula kita kan bisa makan di restorannya langsung, kenapa juga saya harus ikut bapak pulang ke apartemen? Jangan-jangan bapak sering ya membawa mahasiswi bapak ke sini?!"

"Cerewet sekali... Mau ku suruh jangan berbicara formal tapi mungkin dia tidak mengerti." Gumam Pak Daniar yang masih ku dengar samar suaranya.

"Bapak bicara apa?"

"Apa? Aku tidak mengatakan apa-apa." Pak Daniar berdiri lalu ia terlihat mencoba mengalihkan pembicaraan. "Kamu mau minum apa?"

"Terserah saja. Kalau Bapak mau membuatkan ku minuman dingin, aku akan berterima kasih sekali ke bapak."

"Oh, ternyata kau mendengarnya." Pak Daniar mendengus, ia menatapku degan wajah menyebalkannya. "Sesuai perintah nyonya."

Aku menggelengkan kepala ketika Pak Daniar pergi meninggalkanku ke dapur. Tiba-tiba saja ponselku yang ada di dalam tas berdering, begitu aku mengambilnya ternyata Juan yang menghubungiku. Tanpa pikir panjang aku mengangkatnya, "Ada apa?"

"Kamu di mana?"

"Di apartemen Pak Daniar."

"Oh, aku kira kau su—APA?! COBA KATAKAN SEKALI LAGI." 

Aku menjauhkan ponselku dari telinga begitu mendengar teriakan Juan di ujung sana. Laki-laki bodoh itu selalu saja merespon secara berlebihan, sangat berbanding jauh dengan sifatnya di kampus yang akan berlagak keren di depan para gadis.

"Bisa tidak sih suaramu dipelankan!" Balasku kesal. "Tidak tahu apa telingaku sakit gara-gara kamu berteriak di saat handphone-ku ada di dekat telingaku."

"Tidak bisa dibiarkan!" Seru Juan seperti tidak terima, dia menghembuskan napas kasar. "Cepat pulang atau aku yang akan menjemput paksa kamu."

Alisku naik sebelah, "Memangnya kamu tau apartemen Pak Daniar ada di mana?"

Juan terdiam lumayan lama. Aku tersenyum senang, skak mat, padahal dia tidak tau apartemen Pak Daniar ada di mana tapi sok sekali ingin menjemputku secara paksa disini.

"Pulang aku jemput apa tidak?" 

Aku terkekeh kemudian menggelengkan kepala tanpa sadar, padahal Juan tidak bisa melihatku. "Aku bisa naik taksi online."

"Memang kamu tau cara memesannya?"

Ada nada meledek ketika Juan bertanya dan itu membuatku kesal. "Tau, kemarin aku diajarkan oleh Yuna. Sudahlah mending aku akhiri saja obrolan tidak penting dari kamu ini."

"Obrolan tidak penting atau kamu gak pengen kencan dengan Pak Dosenmu terganggu?" kemudian Juan kembali tertawa.

Tanpa pikir dua kali langsungku matikan panggilan darinya itu. Aku menatap layar ponselku yang masih menyala itu—masih kesal dengan candaan Juan tadi. Lalu kemudian aku tersadar, Pak Daniar belum kembali dari dapur.

RENJANA | Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang