heart

46 4 0
                                    

Dimas terbangun dengan kepala yang pening, mungkin sisa-sisa mabuk semalam yang membuat kepalannya begitu. Sebenarnya dia sama sekali tidak suka ke tempat seperti itu, tapi entah kenapa akhir-akhir ini pikirannya sedang tidak menentu. Semua ini karna wanita itu yang selalu membalikan perasaannya.

Saat ia ingin mendekati meja makan ada yang berbeda.

Deg....

Dia Rana wanita yang selalu menyulut emosinya itu. Tapi kenapa ia tidak seperti biasannya, Rana memakan baju panjang sampai lutut dan mengikat rambutnya asal. Hatinya menghangat melihat wanita itu, tetapi sebisa mungkin ia tidak melihatnya dan bersikap seolah biasa saja.

Mereka makan dalan hening, mereka sama sekali tidak mengeluarkan suara sejak berdua dengan Dimas.

Ting...tong...

Ting....tong...

Dimas mengerutkan dahinya. Dimas mencoba mengingat wajah laki-laki didepannya ini.

"Rana ada?" Dimas baru ingat dia adiknya Rana.

"Didalam." Dimas meninggalkan Raka dan masuk lebih dulu.

"Kamu yang kasih alamat rumah ini sama dia." Dimas melihat Raka sekilas yang duduk di ruang tamu, Rana hanya mengangguk sebagai jawaban.

Rana memberaskan meja makan secepat mungkin dan menyusul ketempat adiknya itu, sedangkan Dimas pria itu juga ikut duduk di ruang tamu bersama Raka.

"Kamu gak kerja?" Rana duduk di sebelah adiknya itu.

"Ini minggu, Mbak." Lanjutnya "Ibu surah Raka untuk jemput, katanya Mbak Rana mau datang ke rumah."

"Bagaimana ia lupa memberi tau pada Dimas kalau ia ingin nginap di rumah ibu malam ini."

"Aku boleh ke tempat Ibu?" Rana bertanya pada Dimas yang dari tadi melihat kedua kakak beradik itu.

"Terserah." Kata dimas singkat, lalu pergi meninggalkan mereka.

"Yaudah Mbak siap-siap dulu." Kata Rana lalu pergi ke kamarnya.

----
Rana berniat akan menginap tempat orang tuanya, mengingat selama menikah dengan Dimas ia belum pernah sama sekali mengunjungi orang rumah. Tadi malam Raka mengirimnya pesan kalau ibu sangat merindukannya dan bertanya tempat tinggi Rana saat ini.

15 menit kemudian....

"Mbak sudah siap." Katanya pada Raka yang menunggu di ruang tamu.

Rana dan Raka berbeda hanya satu tahun, bahkan jika sudah jalan bersama mereka sering di katakan sepasang kekasih daripada adik dan kakak.

Ketika SMK dulu Rana paling benci Jika di bilang, dia dan keluarganya tidak ada kemiripan sama sekali. Hal itu memang jelas adanya, Raka sangat mirip dengan Ayah yang memiliki sikap yang keras dan sikap penyayang dari Ibu. Apalagi sikap Ayahnya kepada Rana sangat berbeda dengan orang tua di luar sana yang akan berpilaku lembut pada anak perempuannya, tapi Sebisa mungkin Rana menepis kemungkinan ia bukan anak dari kedua orang tuanya itu.

"Dia bagaimana orangnya." Suara Raka membuyarkan lamunannya, mereka berdua sedang di dalam mobil milik Raka.

"Ehm..."

"Oh..Dimas." Rana berpikir sejenak bagaimana Dimas memperlakukannya belakangan ini, mengingatnya saja membuat hatinya kembali sedih.

"Baik." Jawab Rana singkat.

"Cuma baik, baik itu relatif kali." Raka melirik sekilas Rana dan kembali fokus mengemudi.

"Tukang bakso depan rumah baik, tukang sayur yang sering di depan rumah baik, semuanya juga baik." Lanjut Raka.

"Di jagaiin, mbak dengan baik maksudnya." Rana memperjelas perkataannya.

"Kaya dingin banget orangnya." Ucap Raka mengingat tatapan Dimas padanya.

"Iya...hampir sama kaya kamu." Kata Rana yang menghadap ke arah Raka.

"Beda, kalau sama orang terdekat Raka gak kaya gitu. Lah dia ama istri sendiri aja begitu." Ucap Raka yang tidak terima di samakan dengan orang lain.

Deg.....

Perkataan Raka barusan seperti hantaman untuk Rana. Adiknya itu benar kenapa Dimas sangat bersikap dingin padanya, kejadian semalam kembali teribgat di kepala Rana seperti kaset yang terus berputar.

25 menit melintasi jalanan ibu kota akhirnya mereka sampai di depan rumah yang sangat Rana rindukan.

"Assalamualaikum." Raka terlebih dulu masuk.

"Waalaikumsalam." Bales seorang perempuan paru baya yang sedang duduk di ruang tamu. Rana langsung saja berlari menghampiri ibunya itu dan memeluknya dengat erat.

"Rana kangen bu." Rana meneteskan air matanya, entah mengapa rasa rindunya begitu besar kepada ibunya itu.

"Yaampun, Ibu juga kangen sama kamu." Kata Ibu seraya membalas pelukan anaknya itu dengan erat juga.

"Ibu kira kamu uda gak ingat rumah."

"Ih...mana mungkin." Kata Rana yang masih setia memeluk ibunya.

"Ayah kemana." Tanyannya.

"Lagi ada perjalanan bisnis, itu di kamar kamu Ayah tadi ninggalin sesuatu." Kata ibu.

"Itu suami kamu kok gak ikut." Ibu bertanya keberadaan Dimas pada Rana. Dia harus berkata apa, tadi saat ingin kesini Rana tidak terpikir untuk mengajak pria itu.

"Dimasnya sibuk, Bu." Buka Rana yang menjawab, tetapi Raka.

"Kamu nginap kan?" Ibu bertanya pada Rana.

"Iya, Bu." Jawab Rana.

----
Rana memasuki kamarnya dulu, tidak ada yang berubah semua barang-barangnya masih tersusun rapi di tempatnya masing-masing. Rana membentangkan tubuhnya di tempat tidur yang sangat ia rindukan. Menutup matanya seolah menikmati kehangatan tempat ini, ia mendengar pintu kamarnya yang terbuka.

"Saya nginap di sini." Suara itu, Rana langsung bangkit dari tidurnya.

"Kam..."

"Kenapa," Dia Dimas, kenapa dia ada di sini pikir Rana.

"Saya gak suka di rumah sendiri." Kata Dimas yang seolah tau apa yang di pikirnya.

......

Sangat menerima saran dan kritik, apalagi vote😁❤






Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Terjebaknya Dua HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang